Mohon tunggu...
Rahmawati
Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pembelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengkaji Konsep Tri Hita Karana dalam Ritual Ngayu Ayu oleh Masyarakat Desa Sembalun, Lombok Timur

6 November 2024   02:06 Diperbarui: 6 November 2024   02:26 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

7. Acara puncak, yaitu Mapakin yang diawali dengan acara silaturrahmi antara sesepuh adat dengan para tamu undangan diikuti seluruh masyarakat adat Sembalun. dilanjutkan dengan tiga prosesi lemparan ketupat. Lemparan pertama, dimulai dengan mengucapkan 'Tanggal Lime (5) yaitu sebagai lambang kesempurnaan salat lima waktu. Lemparan kedua, dengan mengucapkan 'Tanggal Lime Olas' (15), yaitu sebagai lambang kesempurnaan bulan purnama. Lemparan ketiga, mengucapkan Tanggal Selae (25), yaitu sebagai lambang kesempurnaan asal usul ajaran Para Nabi, yaitu ajaran ke Tuhanan yang dibawa oleh 25 Nabi dan Rasul.

 Sumber foto: Facebook BPPD Lombok Timur
 Sumber foto: Facebook BPPD Lombok Timur

8. Upacara terakhir yakni Perang Pejer (Perang Penolak Balak), dan penumpahan air dari semua mata air di Kali Pusuk, sebagai simbol penyatuan Gumi, Air, Hutan, dan Alam lingkungan.

9. Pembacaan doa selamat oleh Kiyai Adat, doa-doa khusus dinyanyikan dan diucapkan untuk memohon kelimpahan hasil bumi, perlindungan dari bencana, dan kesejahteraan masyarakat. Seluruh peserta upacara memberikan penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur mereka. Setelah semua tahapan upacara selesai, masyarakat berkumpul untuk makan bersama dengan makanan yang telah dipersiapkan, termasuk daging kerbau, ayam panggang, dan hidangan lainnya. Ini juga menjadi saat untuk berbagi kebersamaan dan merayakan kesuksesan upacara Ngayu-ayu.

 Sumber foto: Facebook BPPD Lombok Timur
 Sumber foto: Facebook BPPD Lombok Timur

Melalui proses inilah masyarakat Sembalun menunjukkan rasa syukur kepada Allah swt, selain itu ritual Ngayu-Ayu juga dianggap sebagai sebuah hubungan horizontal antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam semesta yang wujud dari itu semua ialah terciptanya kelestarian alam sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan konsep Tri Hita karana yakni bagaimana menjaga hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitar agar tercipta hidup yang harmonis. Dapat disimpulkan bahwasanya dimanapun dan berasal dari manapun kita, menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, manusia, dan alam sekitar tentu akan menghasilkan dampak yang luar biasa baiknya untuk keberlangsungan hidup, hidup akan terasa damai, aman dan nyaman.

Di era modern saat ini, masyarakat Sembalun memiliki komitmen tinggi untuk menjaga adat istiadat leluhur. Khasanah kekayaan adatnya tidak lekang dengan kemajuan zaman. Di aspek lain tradisi mulia ini bisa berdampak positif terhadap sektor pariwisata. Keragaman tradisi dan budaya ini bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Sembalun, disamping pesona alamnya yang dikenal indah. Dengan demikian kita berharap tradisi ini bisa menjadi benteng penjaga keseimbangan di kawasan geopark.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun