Mohon tunggu...
Rahma Wardah K
Rahma Wardah K Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate student of Public Health at Universitas Indonesia.

An undergraduate student of Public Health at University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Remaja Putri Lebih Berisiko Alami Anemia, Simak Cara Mencegahnya!

12 November 2021   00:00 Diperbarui: 21 November 2021   21:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang banyak dialami remaja, terutama remaja putri. Anemia terjadi ketika kondisi tubuh mengalami kekurangan sel darah merah atau kadar hemoglobin lebih rendah daripada kadar normal yang dibutuhkan tubuh. Hal ini berakibat pada berkurangnya jumlah oksigen yang didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga tubuh akan merasa lelah.

Anemia masih menjadi masalah kesehatan bagi remaja putri di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi anemia pada remaja mencapai 32%, artinya 3-4 dari 10 remaja di Indonesia mengalami anemia. Proporsi anemia pada perempuan pun lebih tinggi yakni mencapai 27,2% dibandingkan prevalensi pada laki-laki yaitu sebesar 20,3%. 

Jika dilihat dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, di mana prevalensi anemia pada remaja putri usia 13-18 tahun sebesar 22,7% dan remaja putra, dengan usia yang sama, adalah sebesar 12,5%, maka remaja putri lebih berisiko mengalami anemia dengan prevalensi yang kian meningkat.

Umumnya anemia diakibatkan oleh kekurangan zat gizi, terutama zat besi (WHO, 2020). Remaja putri dapat mengalami anemia karena kehilangan darah dalam jumlah banyak ketika mereka menstruasi setiap bulannya sehingga tubuh kehilangan cukup banyak zat besi. Padahal, zat besi dalam tubuh dibutuhkan untuk membantu pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang. 

Sebaliknya, apabila tubuh kekurangan zat besi dan asupan zat besi yang dikonsumsi rendah, maka dapat mengganggu keseimbangan besi dalam tubuh. Akibatnya, kadar hemoglobin berkurang sehingga remaja putri akan mengalami anemia gizi besi. 

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (2012), remaja putri yang mengalami anemia akan mengalami berbagai gejala berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu:

  1. Pada tingkat anemia ringan, remaja putri mungkin tidak merasakan gejala;

  2. Ketika anemia mulai berkembang, maka beberapa gejala akan muncul seperti rasa lelah, lemah, dan kulit terlihat pucat atau kekuningan;

  3. Pada tingkat anemia parah, remaja putri akan mengalami pusing, rasa haus meningkat, dan bahkan pingsan;

  4. Selanjutnya pada tingkat anemia berat, remaja putri akan merasakan kram pada tungkai bawah saat berolahraga dan terjadi kerusakan neurologis (otak).

Anemia pada remaja putri akan mengakibatkan gangguan fisik dan gangguan kognitif (Apriyanti, 2019). Gangguan fisik yang akan dirasakan antara lain rasa pusing, mata berkunang, bibir dan telapak tangan pucat, tubuh menjadi lemah. 

Lebih lanjut, remaja putri akan mengalami gangguan kognitif seperti menurunnya produktivitas dan prestasi akademik karena mereka kesulitan berkonsentrasi. 

Tidak hanya itu, anemia pada remaja putri juga memiliki dampak jangka panjang. Ketika remaja putri tersebut hamil, maka kebutuhan zat gizi bagi tubuh dan janinnya tidak terpenuhi. Hal ini dapat meningkatkan angka komplikasi saat hamil, yaitu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi lahir secara prematur, meningkatkan risiko kematian neonatal (bayi) dan maternal (ibu) (Priyanto, 2018).

Lantas bagaimana cara mencegah anemia pada remaja putri? Remaja putri dapat mencegah anemia dengan menerapkan beberapa cara berikut:

  1. Meningkatkan asupan makanan yang mengandung zat besi

Remaja putri perlu meningkatkan konsumsi pangan hewani kaya akan zat besi seperti daging, ikan, dan hati. Selain itu, remaja putri juga perlu meningkatkan konsumsi pangan nabati kaya zat besi, meskipun penyerapannya lebih rendah dibandingkan sumber pangan hewani. Contohnya adalah sayuran berwarna hijau (seperti bayam), dan kacang-kacangan. Penyerapan zat besi dari sumber pangan nabati dapat ditingkatkan melalui konsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk dan jambu.

  1. Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)

Ketika menstruasi, remaja putri kehilangan cukup banyak zat besi. Oleh karena itu, mereka perlu mendapat suplementasi zat besi melalui suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD). TTD dapat dikonsumsi secara rutin setiap satu kali seminggu dalam jangka waktu tertentu. Suplementasi TTD dapat membantu tubuh untuk memiliki cadangan zat besi dan meningkatkan kadar hemoglobin.

Upaya pencegahan anemia pada remaja putri dapat berjalan lancar apabila semua pihak terlibat dengan menjalankan tugas masing-masing. Sebagai contoh, agar pengetahuan remaja putri tentang pola konsumsi asupan zat gizi meningkat, maka diperlukan upaya promosi kesehatan berupa penyuluhan secara daring (online), mengingat masih adanya pandemi COVID-19. Promosi kesehatan diselenggarakan oleh puskesmas/kader kesehatan yang bekerja sama dengan pihak sekolah dan RT/RW setempat. Dalam kegiatan tersebut, remaja putri beserta orang tua/walinya diberikan pemahaman mengenai pola makan yang baik, terutama asupan makanan yang mengandung zat besi. Dengan harapan, terjadi peningkatan pengetahuan dan kesadaran pada remaja putri beserta orang tua/wali mengenai pentingnya mengonsumsi asupan makanan bergizi.

Selain itu, organisasi masyarakat yang berfokus pada penanganan masalah gizi di Indonesia pun berperan penting. Perannya ialah membantu puskesmas/kader kesehatan/pihak sekolah dalam menyebarkan informasi tentang asupan gizi kepada remaja putri beserta orang tua/walinya. Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui media sosial seperti WhatsApp dan Instagram. 

Upaya lain yang bisa dilakukan untuk mencegah anemia adalah melalui konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD). Oleh karena itu, perlu ada sosialisasi dari puskesmas/kader kesehatan mengenai pentingnya mengonsumsi TTD secara rutin kepada remaja putri beserta orang tuanya. Selain itu, pihak puskesmas juga berperan dalam penyaluran TTD kepada remaja putri. Namun, adanya pandemi COVID-19 menjadi penghambat pemberian TTD, yang semula diberikan secara langsung oleh puskesmas melalui sekolah kepada remaja putri. Alternatif yang dapat dilakukan adalah puskesmas bekerja sama dengan RT/RW dalam menyalurkan TTD kepada remaja putri sehingga suplementasi TTD tetap terlaksana meskipun sekolah ditutup selama pandemi COVID-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun