Mohon tunggu...
Rahmaty El-basqy
Rahmaty El-basqy Mohon Tunggu... -

Lampung

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Paradigma Salah

27 November 2012   12:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:35 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu, Timnas indonesia maen pertama kalinya di piala AFF tahun 2012. Dengan permainan yang masih jauh dari ekspektasi publik, Setelah sempat tertinggal, akhirnya Indonesia mampu menahan Laos 2-2. Indonesia sebenarnya ada kesematan unggul pada detik-detik akhir permainan, tapi gagal dimaksimalkan. Itulah akhir cerita pertandingan pertama Timnas Indonesia di Piala AFF.

Sejak peluit wasit di tiup sebagai tanda berakhirnya permainan Indonesia dan laos, Hujatan, makian dan sejenisnya mudah kita baca dan dengar dimanapun. Bagi mereka, hal yang sangat mustahil atau mengecewakan apa yang didapatkan oleh Timnas Indonesia. Bagaimanapun dalam sejarah bangsa Indonesia, Timnas kita selalu menang selama 7 kali pertemuan (mohon dikoreksi), dan 5 kali pertemuan Indonesia selalu menang besar, termasuk pada tahun 2010 saat piala AFF. Atas nama pecinta sepakbola, mereka menghujat PSSI, pelatih, pemain atau pemain naturalisasi.

Bagi siapapun, dengan hasil tersebut tentu sangat mengecewakan. Perasaan kita masih belum bisa menerima kenyataan tersebut, dan menyakitkan karena catatan  kemenangan 100% saat melawan Laos menjadi ternoda. Tapi apakah lantas kita memvonis pemain yang sudah berbuat dengan susah payah dengan segala kemampuan yang dimiliki. Hal itu terbukti, semangat juang itu dengan tetap berusaha semaksimal mungkin sehingga Indonesia menahan imbang, disaat para pendukung sudah mulai pesimis dengan hasil akhir.

Kembali kesuporter yang tidak mau tahu dengan usaha pemain, menurut saya paradigma menyalahkan unsur-unsur bola yang ada di negri ini adalah salah. Dengan paradigma yang salah, hal itu akan membuat kesimpulan yang salah juga, meski niat mereka baik dan atas nama cinta tanah air.kenapa demikian? Penulis mempunyai ibarat seperti ini.

Kisruh sepakbola di Indonesia ibarat kisruh yang terjadi dalam sebuah rumah tangga antara suami dan istri. Disaat PSSI sebagai suami dan KPSI sebagai istri sibuk dengan kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki, membuat anak yang punya potensi menjadi tidak bermanfaat bagi lingkungan. Padahal, lingkungannya sangat membutuhkan sebagai harga diri dan hiburan bangsa.

Anehnya!!, saat KPSI melarang anaknya membantu PSSI untuk memuaskan harapan lingkungannya, dan hasil pertandingan yang diharapkan mengecewakan mereka, pemain dan PSSI menjadi pelampiasan kesimpulan dari paradigma yang salah. Padahal, secara umum, bukannya yang salah adalah yang menahan pemain ( terbaik dan paling profesional : katanya) untuk di panggil timnas. Kenapa harus menyalahkan PSSI dan Pemain, apalagi pemain naturalisasi??

Suatu hal yang salah jika kita memvonis para pemain-pemain negara ini tidak bermutu atau lebam dalam berjuang, karena mereka adalah serdadu-serdadu Indonesia yang lebih penting dari pada PSSI atau KPSI, atau pimpinan negara ini. Itu terbukti, mereka lebih banya berbuat daripada beropini di depan media.

Paradigma mereka menurut saya kurang pas. Seharusnya pola pikir mereka diperjelas sehingga kesimpulannya pun lebih baik. Jika kualitas pemain indonesia saat ini terutama dalam pengalaman diturnamen saya sepakat tapi masalahnya adalah karena ditahannya pemain oleh KPSI, bukan karena PSSI tidak memanggil. Artinya PSSI telah berusaha mengumpulkan pemain terbaik di negeri ini untuk mewakili Timnas di piala AFF, soal mereka tidak mau datang atau dilarang oleh klubnya, itu urusan lain, karena mereka memiliki kepentingan yang lebih( setidaknya menurut mereka).

Saya tidak mengatakan KPSI, PSSI atau pemain yang tidak mau dipanggil Timnas adalah salah, bukan!. Saya ingin mengajak para pendukung timnas untuk merubah paradigma sehingga tidak mudah menyalahkan hanya karena pengetahuan yang kabur dan tidak jelas. Menghina hanya karena memuja tokoh yang mungkin kita tidak mengetahui sejarahnya. Menurut saya, Patriotisme, Nasionalisme terhadap negara adalah subyektifitas individual tetapi untuk obyektifitas negara untuk negara lain, dan pemain Timnas sudah berbuat itu.

“ Jika berangkat dari terminal yang salah maka peluang turun di terminal yang salah adalah lebih besar”

“ Aku lebih senang menjadi pendukung Timnas Indonesia daripada menghujatnya dan tak bisa berbuat apa-apa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun