Latar belakang atau cerita olahraga tradisional
Awal mula kerapan sapi dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk
lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya
sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk
bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.
Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran
Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang
bambu yang dikenal dengan masyarakat Madura dengan sebutan "nanggala" atau
"salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi
adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura
memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan
ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi
kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan
Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan
dengan diiringi musik saronen
Bentuk permainan
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu: babak pertama, seluruh sapi
diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan
kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat
bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.
Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan
dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan
pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding
kembali kecuali beberapa pasang sapi yang menempati kemenangan urutan teratas di
masing-masing kelompok.
Babak ke tiga atau semifinal. Pada babak ini masing-masing sapi yang menang pada
masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang
dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk
menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah
Karapan Sapi Secara tidak langsung tersirat beberapa nilai-nilai moral yang terkandung
diantaranya.
* Nilai kerja keras
tercermin dalam proses pemilihan dan pelatihan sapi sehingga menjadikan sapi
kerrap itu kuat dan tangkas. Untuk menjadikan seekor sapi seperti itu tentunya
diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerja keras agar bisa menjadi juara.
* Nilai kerja sama
Tercermin dalam proses permainan atau perlombaan karapan itu sendiri. Yang
mana semua elemen baik pemilik sapi, dan beberapa anggota lainnya saling
bekerja sama agar tercipta sebuah keharmonisan antara sapi, joki dan anggota
lainnya.
* Nilai persaingan
Tercermin dalam proses selama dalam arena karapan sapi. Persaingan menurut
Koentjaranigrat (2003: 187) adalah usaha-usaha yang bertujuan utnuk melebihi
usaha orang lain. Dalam konteks ini para peserta permainan karapan sapi berusaha
sedemikian rupa agar sapi kerrap-nya bisa berlari cepat dan mengalahkan lainnya.
 Nilai ketertiban
Tercermin dalam proses permainan karapa sapi itu sendiri. Permainan apa saja
termasuk karapan sapi ketertiban sangat diperlukan oleh seluruh peserta dan
dengan sabar untuk menunggu giliran sapi-sapinya untuk diperlagakan. Begitupun
dengan penonton juga mematuhi aturan-aturan yang berlaku agar perlombaan
berjalan lancar dan aman.
* Nilai Sportivitas
tercermin tidak hany dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat
berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang
dada.
Sumber :
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5517586/mengenal-karapan-sapi-tradisi-khas-masyarakat-maduraÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H