Mohon tunggu...
Rahmatul Umaroh
Rahmatul Umaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kadaluwarsa

1 Januari 2022   17:28 Diperbarui: 1 Januari 2022   17:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak dua puluh menit lalu, dia duduk di hadapanku, memakan ice cream secara perlahan, terdiam, tanpa ada keinginan untuk memulai percakapan. Mata kami saling bertemu, namun kami langsung mengalihkan pandangan satu sama lain. Kacau, sangat kacau. Aku bingung memulai percakapan dari mana. Tapi, setelah dipikir-pikir, membuang waktu untuk hari terakhir rasanya sangat disayangkan.

Aku menghela nafas, mencoba membuka percakapan ringan sebelum membahas masalah kami ditelepon kemarin. "Kemaren bisa tidur?" tanyaku basa-basi.

"Emmm...bisa sih" jawabnya membuatku terpaku. Apakah hanya aku yang memikirkan hubungan kami? Setidak penting itukah aku? Pikiranku mulai kemana-mana, aku merasa aku adalah pasangan yang mencintai sepihak.

"Kalau kamu? Bisa tidur?" tanyanya singkat. Aku tahu dia tanya seperti ini karena menghargai usahaku membuka percakapan kami.

Aku tersenyum, namun tak bisa dimungkiri, raut wajahku tetaplah sedih. "Bisa kok." Ya, aku memang berbohong. Aku tak mau terlihat sesedih itu di hadapannya. Untuk apa terlihat sedih bagi seseorang yang sama sekali sudah tidak mengharapkanku?

"Gimana kalau kita sahabatan lagi aja?" Mendengar perkataan ini, bibirku kelu. Tubuhku terasa beku, isi kepalaku masih mencerna maksud dari kalimat yang barusan dilontarkannya. Aku menahan air mata yang membendung sedari tadi, air mata yang meronta-ronta memaksa keluar terjun bebas ke pipi. Setelah empat tahun, yang dia ingin menjadi sahabat kembali? Seperti sebelum pacaran? Lalu di kemanakan rencana masa depan kita? Kita berencana wisuda bersama, mencari pekerjaan bersama, bahkan kita memiliki masa depan untuk menikah dan memiliki keluarga. Kita memiliki tujuan yang sama sebelumnya. Lalu? Mengapa tiba-tiba tidak menaruh 'aku' pada rencana masa depannya?

"Okey, kalau menurut kamu memang itu yang terbaik untuk saat ini, aku bisa apa? Sudah cukup lama aku menahan kamu tetap disini sama aku, tapi kalau di pikir-pikir, apakah baik aku menahan seseorang yang tidak sama sekali mengharapkanku lagi?" terlambat, air mataku sudah jatuh menetes ke pipi.

Mata kami saling menatap. Dia duduk di seberang sana dengan mata berkaca-kaca, menghentikan makan ice cream dan mengeluarkan sapu tangan berwarna merah dengan sulaman tangan bertuliskan 'still be my partner' di pojok kiri bawah. Itu adalah hasil sulaman tanganku. Aku memberinya sapu tangan itu sebagai hadiah saat dia ulang tahun di umur delapan belas. Ku kira sapu tangan itu untuk menyeka air matanya yang hendak membasahi pipi, ternyata tidak.

Tangan kanannya mengulurkan sapu tangan kepadaku. "Pake aja gapapa."

Aku meraihnya dan berterimakasih. Ku usap air mataku yang tidak berhenti sedari tadi. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Mencoba tersenyum sembari menggenggam sapu tangan miliknya. "Kamu masih pakai sapu tangan ini?" tanyaku dengan sedikit tersenyum.

"Iya, it's a special thing from a special person." ucapnya singkat. Matanya tetap berkaca-kaca. Membuatku semakin bingung, apa yang harus aku lakukan di situasi seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun