Persoalan fundamental yang memerlukan kerja keras dari kalangan pemikir,mungkin salah satunya ialah , mengenai persoalan zaman yang dinamis,seiring proses berjalannnya waktu,maka perubahan zamanpun ikut di dalamnya.Â
Penting untuk melakukan pemecahan mengenai persoalan ini,karena menyangkut keyakinan manusia,jika tidak ada sebuah sikap hidup dan cara pandangan yang objektif , maka manusia akan mengalami keguncangan dalam mengarungi bahtra kehidupan.
Apa pun ajaran yang diyakininya,jika ajaran tersebut tidak mempu menjawab zaman yang berubah ini,maka bisa dipastikan bahwa,apakah mereka ikut dalam arus zaman ini dengan total,dan meninggalkan keyakinannya,atau kah lari dari zaman ini dan tetap mempertahankan keyakinan mereka,namun bagaimanakah keyakinan tersebut bisa bertahan dengan keniscayaan zaman yang dinamis ini?.
Ini lah yang menguras pemikiran para cendekiawan muslim dalam merumuskan persoalan ini, dalam garis sejarah keindonesiaan kita. Dua tokoh cendekiawan yang akan kita kaji pemirannya yang masih relevan dalam konteks kita saat ini, dan mungkin untuk mengembangkannya,karena salah satu factor kemajuan zaman ialah ilmu pengetahuan dan masyarakat yang andil dalam perekambangan kemajuan zaman. Dua tokoh tersebut ialah NurcholishÂ
Madjid (Cak Nur" dengan "Pembaharuan Pemikiran Islam Dan Masalah Integrasi Umat" dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan "Pribumisasi Islam".
Kerangka epistemologi yang kami gunakan dalam hal ini ialah pembaharuan pemikiran Cak Nur yang diangkat dalam makalanya pada tahun 1970-an, dengan kerangka epistemologi ini,kami akan melihat kontekstualisasi nilai-nilai keislaman dalam kebudayaan tradisional kita,dalam gagasan Gus Dur "pribumisasi islam".Â
Untuk melihat prospek keislaman dalam keindonesiaan kita dalam keragka epistemologi yang berelasi dengan kebudyaan yang memang ciri khas nusantara kita.Â
Terkait dengan ide pembaharuan pemikiran Cak Nur, dalam poin liberalisasinya yang memuat tiga aspek: sekularisasi,kebebasan berpikir (intellectual freedom),idea of progress dan sikap terbuka. Kemuncul ide ini dapat kita lihat dalam pandangan Cak Nur bahwa umat islam lebih menekankan kuantitas dari pada kualitas,padahal dalam subtansi keislaman lebih ditekankan dalam kualitas "pengetahuan".Â
Mungkin kita bisa melihat cara pandnagan Cak Nur melihat umat malah sebaliknya lebih menekankan kuantitas yang menjadi factor utama dari pada kualitas,yang mungkin akan menimbulkan polemic yang berekapanjangan sebab transformasi dalam memajukan peradaban umat islam dibutuhkan suatu kualitas yang akan melihat masa depan,kualitas tersebut ialah kerangka epistemologi yang akan kami bahasa dalam poin kedua.
Oleh karena itu Cak Nur menjelaskan bahwa hal ini mengharuskan adanya pembaharuan ide-ide,disinilah dibutuhkan sebuah liberalisasi. Poin pertama ialah sekularisasi,sekularisasi kata Cak Nur tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme,sebab sekularisme adalah nama sebuah ideologi, suatu pandangan tertutup yang yang fungsinya sangat mirip dengan sbuah agama baru.Â
Sekularisasi tidaklah dimaksudkan untuk menerapkan sekularisme dan mengubah kaum muslim menjadi sekularis,namun yang dimaksdud adalah menduniawikan hal-hal yang duniawi yang memang menjadi nilai nilai keduniawian atau sifat duniawi.Â