Ada pertanyaan yang mungkin tabu, yaitu kenapa saya masih  menganut agama islam?. Pertanyaan ini layak di tanyakan kepada diri sendiri, mana kala diri sendiri merasa bahwa pengalaman bertahun-tahun berislam belum menghasilkan apa apa. Apakah itu penambahan ilmu  ataupun penambahan iman yang semakin kuat ataukah  justru sebaliknya.
Sebagai manusia dewasa yang di berikan akal seharusnya kita tidak lagi menjalankan islam secara doktrin, sebagaimana saat kecil dulu belajar islam dari guru orang tua dan lain sebagainya. Jika menggunakan acara yang sama dalam berislam maka pastilah tidak ada nya penambahan ilmu apalagi iman.Â
Maka biasanya jawaban  pertanyaan alasan kenapa tetap dalam berislam adalah  karena keyakinan, yang memang di tanamkan sejak kecil. jawaban seperti ini bukanlah salah tetapi sangat mudah di patahkan bersamaan dengan hadirnya doktrin baru ditanamkan orang lain.Â
Karena belum terikat dengan sebuah pemahaman akal sehat. Maka pantas banyak muslim dengan mudah berpindah keyakinan dengan berbagai macam alasan mulai dari factor ekonomi , pernikahan dan lain sebagainya.Â
Mudahnya berpindah keyakinan di sebabkan keyakinan yang di tanamkan tidak diikat dengan pemahaman ilmu yang berfungsi mengikat doktrin dengan akal sehat. Padahal banyak ayat ayat dalam al quran yang menuntut hambanya untuk berfikir dan menggunakan akal.
Berfikir dan menggunakan akal dalam berislam itu sangatlah strategis demi terikatnya keyakinan kepada ikatan yang lebih rasional dukungan akal sehat. Sebagai sebuah realita, banyak para mualaf (non muslim masuk islam) tertarik masuk islam di awali dari proses berfikir kemudian mencari kebenaran yang rasional. dan karena di mulai dari proses berfikir sehingga mampu menghasilkan sebuah keyakinan yang kuat, iman yg semakin kokoh serta ibadah yg semakin sempurna.Â
Bisa di bandingkan dengan muslim lain yang di lahirkan secara islam tanpa melakukan proses berfikir untuk memahami sebuah keyakinan yang telah lama ada. Agama islam memiliki beberapa karakter yang mampu membedakan dengan agama lain.
Pertama islam adalah agama yang di turunkan Oleh Allah SWT, Tuhan yang sama dengan tuhan yang menciptakan manusia. Sehingga tidak ada sedikitpun konflik kepentingan atau bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dengan kehadiran islam semakin menonjolkan sisi sisi kefitrahan manusia.
Ambil contoh dengan fitrah kebutuhan manusia, Kebutuhan fisik manusia sebagai mahluk biologis diantaranya adalah kebutuhan makan, kebutuhan  minum istirahat serta kebutuhan pasangan. Islam menjadikan ragam kebutuhan ini sebagai perhatian utama dalam syariat.Â
Misalnya: salah satu tujuan Maqhosidu syariah (tujuan di syariatkannya syariah ) adalah mempertahankan jiwa (nyawa) , bentuk menjaganya adalah pemenuhan makan dan minum. Seseorang yang dengan sengaja menghindarkan diri dari makan dan minum tanpa sebab hukumnya haram karena dengan sengaja mengancam jiwa.Â
Dan dengan tujuan yang sama (yaitu menyelamatkan jiwa) hukum memakan daging babi yang haram pun menjadi halal jika dalam keadaan terdesak tidak ada lagi makanan yang di dapat selain daging babi. Begitulah hadirnya syariat (ajaran) islam justru menonjolkan kefitrahan manusia sehingga mustahil jika Islam di ciptakan dari zat yang berbeda dengan zat yang menciptakan manusia.