Seringkali seseorang di hadapkan pada suasana kesal, karena apa yang terjadi tidak sesuai harapan atau kondisi dimana ia harus marah akibat respon suatu kejadian. Sebetulnya dalam hal merespon suatu kejadian adalah bagian dari fitrah manusia, atau sesuatu yang lumrah terjadi, karena manusia di berikan akal untuk memproses kejadian dalam bentuk respon.Â
Tetapi dalam kenyataanya banyak orang yang menjadi korban emosi karena salah dalam mensikapi respon sehingga tidak mampu mengelola emosi dan harus menyesali di kemudian hari, bahkan menjadi pesakitan. Sebenarnya bagaimana islam mengajarkan kita mengelola emosi marah. Sebelum membahas lebih lanjut ada baiknya kita faham dulu apa sih emosi itu dalam ilmu psikology.
Pengertian emosi dalam ilmu psikologi adalah pola reaksi kompleks yang melibatkan pengalaman, perilaku, dan fisiologis (hormone, tekanan darah), yang digunakan untuk menangani masalah atau peristiwa penting yang dialami individu. Â Singkatnya, emosi adalah respons terhadap kejadian yang menimpa seseorang. Mencakup Emosi senang, sedih maupun marah. Â
Respon terhadap kejadian harus di manage dengan baik agar tidak terjebak pada suasana yang menjadikan hati manusia menjadi keras dan memperburuk keadaan.Â
Dan marah adalah bagian dari respon emosi yang harus di kelola dengan baik. Memproses emosi menjadi sangat penting bagi diri dalam menghadapi masalah, karena dalam menghadapi masalah harus dengan emosi yang sepenuhnya terkendali. managemen emosi adalah upaya memproses emosi diri  dalam merespond (menghadapi) suatu kejadian (masalah).Â
Seseorang yang berhasil mengelola emosinya dengan baik telah memiliki kecerdesan emosi. kecerdasan emosi yaitu Kemampuan diri dalam mengungkap dan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, juga mengelola dan memotivasi diri dengan baik serta membina hubungan baik dengan orang lain.Â
Dalam islam cakupan kecerdasan emosi lebih luas lagi yaitu mencakup kecerdasan spiritual.Â
Menurut al-Ghazali seseorang dapat mencapai tahap yang tinggi dalam kecerdasan emosi apabila mampu memandu hatinya (imannya) mengenal diri, mengenal Allah, mengenal akhirat dan mengenal alam. Hati yang dimaksudkan oleh al-Ghazali ialah hati yang sentiasa mengikat dirinya dengan peraturan dan tuntutan agama bukan hati yang dikawal setia oleh nafsu yang merusakkan.Â
Hati orang yang beriman mempunyai ikatan dan hubungan yang kukuh dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Hati yang baik dalam islam adalah hati yang sentiasa ingat kebesaran Allah SWT, melakukan yang halal, meninggalkan yang haram dan menjauhi yang syubhah, takut jatuh kepada yang haram.Â
Sedangkan hati yang rusak dalam islam adalah hati yang mudah dipengaruhi nafsu dan hasutan syaitan sehingga mudah melakukan maksiat kepada Allah SWT dan meninggalkan perintahNya.
Konsep ketenangan hati al-Ghozali