Mohon tunggu...
Roger Federer
Roger Federer Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 2 Cianjur

Pemenuhan Tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Novel "Harimau! Harimau!"

22 November 2020   19:17 Diperbarui: 22 November 2020   19:44 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel ini ditulis oleh Mochtar Lubis penulis angkatan 45 yang lahir di Padang pada tanggal 7 Maret 1922. Buku ini berisi 214 halaman, dimana isi buku ini bisa membuat pembaca merasa takut, bagaimana tidak Mochtar Lubis mengambarkan seekor harimau yang merasa lapar dengan begitu nyata. 

Mengambil latar tempat di belantara hutan pulau Sumatera, diawal saya membaca ini novel berbau romansa dan kehidupan di sebuah desa, dimana tokoh utama Buyung yang mencintai Zaintun, menceritakan setiap tokoh dan karakternya. Pencarian Damar yang dijadikan sebagai mata pencaharian warga Sumatera pada saat itu, dijadikan konflik yang sangat menegangkan serta berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat. 

Wak Hitam yang digambarkan sebagai sosok misterius dan mempunyai kekuatan ghaib menjadi pembuka konflik pertama,  mempunyai istri muda bernama  Siti Rubiyah yang cantik berkulit kuning layaknya gadis cantik Sumatera, malang nasibnya harus berkawin dengan pria tua. 

Wak Katok, Buyung, Pak Balam, Pak Haji, Sanip dan Talib bersiap untuk pulang ke kampung dengan perasaan yang gembira dengan membawa getah damar yang dirasa cukup banyak, Di setiap perjalanan mereka dipaksa untuk membuka topengnya, bau darah yang dibawa di setiap derap langkah mereka mengundang malapetaka. Membuka dan menelanjangi diri sendiri adalah hal yang sangat berat, kematian yang terus menhantui mereka. dan satu orang dari mereka memecahkan sebuah bom yang sedikit-sedikit menghancurkan mereka. 

Jika kalian melihat cover buku, kalian melihat seorang pria membawa senapan. Senapan disini menjadi sebuah simbol akan kekuasaan dan kekuataan. Senapan tersebut telah merenggut satu orang diantara mereka.  Novel ini juga bagi saya pribadi telah mampu menembak hati saya, tokoh-tokoh ditelanjangi di dalam perjalanan, Aum-an memaksa terus mereka untuk membuka bagian-bagian yang disembunyikan. 

membunuh atau terbunuh!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun