Sebagai satu kesatuan dari mara rantai kehidupan itulah diperlukan cara pikir dan cara tindak yang bijak dengan tidak saling menegasikan orang lain. Egoisme dan sikap hidup individualistik, selain merugikan orang lain akan berdampak pula pada kerugian diri sendiri.
Barangkali kita adalah bagian dari kelompok yang berkecukupan, mapan secara penghasilan dan tetap mendapat income meski harus bekerja di rumah. Namun, kemapanan yang menjamin tercukupinya segala kebutuhan tersebut tak lantas harus membuat abai dengan kehidupan orang lain, karena kita masih butuh beras dan kebutuhan pokok lainnya, butuh orang yang menjual dan mengantarnya hingga sampai ke rumah.
Bayangkan saja, bila kita berpikir egois dan individualistik. Saat kita disiplin untuk menjaga jarak, memakai masker, rajin cuci tangan dengan sabun atau handsanitizer dan tetap di rumah saja, di saat yang sama ada ribuan orang yang terdampak, pekerja di sektor informal yang tetap harus bertaruh hidup mencari makan di tengah virus yang merajalela, dan mereka menjadi bagian dari yang terlibat dalam menyuplai stok makanan kita?
Apa yang kira-kira terjadi, ketika mereka bekerja tak sesuai protokol kesehatan, tak menggunakan masker, tak mencuci tangan, tak disiplin menjaga jarak dan terus berkeliaran tak memperhatikan zona? Terlebih saat mereka berputus asa karena berhadapan dengan dilema, antara terpapar virus corona dan jerit anggota keluarga yang kelaparan?
Menjadi tak peduli dengan kehidupan orang lain di era pandemi ini menjadi langkah yang tak bijak. Virus corona ini justru mendorong menyadarkan kita bahwa untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini bukan dengan jalan pembatasan sosial yang memutus hubungan sosial, tetapi adalah dengan cara tetap gotong-royong dan bekerja sama, berperan sesuai posisi dan porsi masing- masing.
Secara garis besar, dalam kesunyatan di rumah saja, saya mencatat tiga hal yang bisa kita lakukan untuk memenangkan krisis akibat pandemi ini, yakni: berhemat, berbagi dan kerja kreatif sebagai bentuk perilaku cerdas di era ketidakpastian ini.
Hemat: Bijak Bergaya dengan Mengurangi Belanja
Membeli barang atau makanan secara berlebihan bukan hanya perilaku boros yang bisa menguras isi kantong, melainkan juga menjadi gaya hidup yang tidak sehat. Membeli barang dalam jumlah banyak berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan terlebih ketika barang-barang tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, memborong makanan seperti cemilan atau makanan kecil lainnya, berpotensi menambah bobot badan di saat tubuh justru lebih banyak rebahan di rumah.
Di masa pandemi Covid-19 ini, kita setidaknya bisa belajar untuk mengendalikan kebiasaan tersebut dengan berusaha membuat daftar belanja yang benar-benar menjadi kebutuhan. Terlebih, saat kebijakan #dirumahaja tidak terlalu menuntut kita untuk 'banyak bergaya'.
Membeli kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Berdiam diri di rumah menjadikan pemasukan lebih sedikit dan tentu menuntut kita untuk memperketat pengeluaran. Maka, kebutuhan terhadap fashion harus bisa ditekan, seperti membeli baju baru saat lebaran, hang out bersama teman-teman dan hal-hal sejenis lainnya. Menabunglah.