Maraknya ritel-ritel modern menjadi ancaman serius, meminjam istilah KH. Ubaidillah, Rais Suriah PWNU Jawa Tengah, usaha ritel tersebut bisa menimbulkan dharar(bahaya), dalam jangka waktu pendek, menengah maupun dalam jangka waktu yang panjang, karena keberadaan pasar-pasar modern tersebut dalam pandangan beliau, mengakibatkan terjadinya monopoli ekonomi oleh kaum borjuasi.
Pendapat yang disampaikan dalam Forum Bahtsul Masail, yang dihadiri Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) dan pondok pesantren  se-Jawa Tengah yang berlangsung di Pondok Pesantren Al Asnawi Kabupaten Magelang, tanggal 5 Desember tahun lalu, diputuskan haram hukumnya bagi pemerintah memberi izin usaha-usaha ritel, toko berjejaring dan modern, menemukan relevansinya dengan spirit maulid.
Fatwa para kyai dalam Forum Bahtsul Masail tersebut layak diapresiasi sebagai sikap keagamaan yang transformatif dan revolusioner, yang menunjukkan spirit kekuatan ideologi populistik yang mampu membebaskan manusia dari belenggu-belenggu penindasan. Sebagai kekuatan ideologis yang transformatif, Islam memang sudah seharusnya menjadi kekuatan transformatif dan solutif dalam menjawab problematika sosial di tengah masyarakat kita.
Dalam konteks ini, Islam haruslah menjadi gerakan pemberdayaan dan perlawanan masyarakat (empowerment) terhadap segala kebijakan yang dzalim dan berpihak kepada pemodal, sehingga Islam mampu menjadi kekuatan pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan sosial.
Banyaknya problem sosial yang hanya menjadi tontonan, mulai dari kemiskinan, tergusurnya para PKL secara tak manusiawi, kebodohan, pemberangusan hak buruh dan lain sebagainya, selama ini belum menjadi atensi dan perhatian lembaga dan ormas keagamaan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga yang kerap mengklaim sebagai refresentasi para ulama dan popular doyan mengeluarkan fatwa, selama ini juga terkesan diam membisu melihat penindasan yang terjadi di tengah masyarakat.
Maka, pemberian fatwa haram pemberian izin usaha ritel oleh Forum Bahtsul Masail PWNU Jawa Tengah, adalah langkah kongkrit untuk mengadvokasi kepentingan rakyat dalam hal kemandirian ekonomi berbasis maslahah, sebagaimana yang telah diamanatkan Pancasila dan UUD 45. Apalagi, keberadaan toko-toko modern yang menggunakan konsep waralaba atau franchisetelah terbukti banyak merugikan perekonomian warga, dengan tutupnya banyak warung di sekitar toko-toko ritel modern tersebut.
Sebagaimana diakui oleh KH. Hudallah Ridwan, dalam konteks menegakkan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang senyawa dengan semangat Islam, mestinya pemerintah dalam memberikan keputusan selalu berpijak kepada kepentingan rakyat, tasharruful imam manuthun bil mashlahatir ra'iyyah.
Jika pemberian izin berdampak pada kerugian yang dialami oleh pedagang-pedagang kecil maka izin tidak boleh dikeluarkan. Para pedang kecil ini menempati jumlah mayoritas, apabila izin usaha sudah terlanjur dikeluarkan pemerintah, maka harus ditinjau ulang. Apabila jelas berdampak pada kerugian para pedagang kecil, maka izin itu harus dicabut, adldlarar yuzalu (bahaya harus dihilangkan).
Untuk itu, momentum maulid kali ini harus menjadi ruang rekflektif dan evaluatif tentang pola keagamaan yang selama ini kita praktikkan, jangan sampai sholawat berkumandang dengan suara merdu di penjuru daerah namun di situ juga banyak probem sosial dan penindasan yang hanya menjadi tontonan.
Selamat Ulang Tahun Ya Nabi, semangat dan keteladananmu selalu kami kenang dan amalkan.