Mohon tunggu...
Rahmat Aulia
Rahmat Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Aceh || Santri Dayah || Freelance Writer ||

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Orang Tua Adalah Segalanya

23 April 2016   17:51 Diperbarui: 23 April 2016   18:06 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pernahkah kalian menjaga seorang anak yang belum bisa jalan seorang diri? Kalau pernah maka anda perlu belajar dan merenungi bagaimana lelahnya merawat seorang anak yang masih dalam gendongan, satu jam masih oke, dua jam, tiga jam atau sehari, wah bisa membuat anda kelimpungan.

Saya pernah menjaga ponakan selama setengah hari, mulai jam delapan pagi sampai jam dua siang, rasanya mau pingsan saja saya hari itu. Waktu itu kakak saya yang merupakan ibuk atau mamak dari sang anak ini masuk dinas pagi di tempatnya bekerja, berhubung dirumah tidak ada orang satupun, maka saya lah yang harus mengorbankan diri untuk menjaga sang ponakan.

Saya pribadi termasuk malas menjaga seorang anak yang belum bisa berjalan atau masih dibawah 2 tahun, karena sangat merepotkan. Apalagi saya seorang laki-laki yang nggak terbiasa dengan hal jaga menjaga seperti itu, maklum umur saya baru 20 tahun, masih terpaut jauh untuk memiliki jiwa seorang ayah.

Kala itu jadilah saya menjaga ponakan, dari jam delapan sampai jam 10 masih betah menjaganya, mengejarnya ketika merangkak entah kemana, atau mengontrol setiap benda yang akan dimasukkan ke dalam mulut. Pengawasan ekstra saya kerahkan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

Jadilah saya setengah hari tersebut layaknya seorang Baby Sitter, lelah, jenuh, bosan dan mengantuk mengiringi perjalanan mengurus sang keponakan. Untung dari jam 10 sampai setengah dua ponakan saya ini tertidur, jadi tidak terlalu secapek ketika ia terjaga.

Tiba-tiba saya merenungi, ini baru setengah hari saya menjaga sang anak. Nah, bayangkan seorang ibu yang harus menjaga sang bayi dari mulai dalam kandungan atau bayangkan saja ibu atau mamak kita yang telah melahirkan dan membesarkan kita sampai kita besar seperti ini.

Kalkulasi sederhananya seperti ini, ketika seorang wanita/perempuan akan hamil biasanya gejalanya adalah mual-mual, disini sebetulnya ibuk kita sudah mulai menderita, belum apa-apa kita sudah menjadi beban saja. Dilanjutkan dengan usia kehamilan sampai sembilan bulan (normalnya), melewati waktu sembilan bulan dengan perut membesar bukan suatu hal yang mudah atau gampang kawan.

Dengan fisik yaitu ukuran perut yang membesar tentu begitu menyulitkannya untuk melakukan berbagai aktifitas, tapi pernahkah kita mendengar seorang ibuk mengeluh dengan mengatakan “Alah udah bosan mengandung, berat kali, kemana-mana harus bawa, mau siampan dulu bentar ah”, pernahkah seorang ibuk yang sedang mengandung mengatakan hal sedemikian rupa??

Ia begitu sabar mengandung sang buah hati yang tidak begitu lama lagi akan menatap indahya dunia, sembilan bulan baginya bukanlah waktu yang lama. Sembilan bulan dengan perut yang besar dan tentunya dengan beban yang luar biasa tidaklah berarti apa-apa baginya, karena rasa cinta, ketulusan dan kesabaran menanti sang buah hati telah mengalahkan beban itu semua.

Setelah lahir apakah beban itu akan hilang begitu saja? Tentu tidak, beliau harus bersabar lagi mengurus sang buah hati menapaki usianya yang begitu lama untuk bisa mandiri, normalnya umur dua tahun seorang anak sudah bisa berjalan dengan sempurna dan sudah bisa berbicara. Tapi hal-hal lain masih butuh pengawasan sang Bunda, dari mulai makan sampai pupup. Padahal beliau telah mengorbankan dua tahun waktunya untuk mengurus sang buah hati, ketika pagi melihat kulit kita kemerahan karena di gigit nyamuk beliau begitu menyesal, menyesali diri yang tidak bisa ekstra mengawasi kita.

Dan saya begitu kecewa, sangat kecewa, ketika beberapa waktu lalu membaca sebuah postingan di Kaskus tentang kelakuan remaja sekarang ini. di media sosial mereka menghina, menghujat, bahkan sampai mengutuk orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai tega mengatakan orang tuanya seorang “babu”, apakah anak ini sudah tidak mempunyai lagi akal yang waras? Apakah ia seorang yang mengidap penyakit gila, tapi orang gila tidak mungkin bisa update status di media sosial. Kita doakan supaya mereka cepat tersadar dari kesalahannya.

Dan saya juga kecewa ketika mendengar penuturan dari salah seorang kawan, ceritanya jadi kawan saya ini kost sama dua orang kawannya yang juga satu kampus dengannya. Jadi suatu hari salah seorang kawannya kedatangan orangtuanya dari kampung, sudah jadi satu kebiasaan bagi anak kost kedatangan orang tua dari kampung untuk menjenguk sang buah hati di perantauan.

Coba tebak apa yang terjadi?? Ia tidak memarahi atau tidak mengakui orang tuanya, tapi yang ia lakukan adalah ketika ibuknya berniat membelikannya nasi bungkus untuk mereka sarapan dan ketika sang ibuk ini hendak memasukkan motor ke tempat kost mereka, tiba-tiba motor sang anak ini nggak sengaja dijatuhkan oleh orang tuanya, dan bagian bodinya lecet sedikit. Tiba-tiba saja bagai disambar petir sang anak dengan begitu mudah memarahi mamaknya, “ mamak kok nggak hati-hati, lihat udah lecet ini” ujarnya dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk bagian yang lecet. Akhirnya hari itu juga orang tuanya langsung mengganti bagian yang lecet.

Namun mamaknya tidak pernah sedikitpun menunjukkan rasa marah kepada sang anak, malah ia merasa dia lah yang bersalah dan harus bertanggung jawab. Beginikah pembalasan seorang anak terhadap orang tuanya yang telah membesarkannya sampai sudah bisa kuliah??

Dimana letak hati nurani sang anak tersebut? Mungkin ia sudah tidak mempunyai lagi yang namanya hati nurani. Ketika itu saya betul-betul terkejut ketika kawan saya ini bercerita seperti itu, ingin rasanya mengutuk anak yang tidak tau diri ini (Hana Geu The Droe).

Saya pribadi pun tidak luput dari kesalahan, tidak menutup kemungkinan ketika candaan kita malah membuat hati orang tua kita sakit. Tapi saya berkomitmen dalam diri saya pribadi ketika saya tidak mampu membalas jasa orang tua yang telah membesarkan saya sampai saat ini, paling tidak saya tidak akan menyakiti hati mereka. Mengingat perjuangan mereka membesarkan kita saja rasanya sungguh luar biasa.

Rasulullah bersabda; " Ada tiga dosa yg akan disegerakan siksanya didunia ini, juga tdk akan ditangguhkan hingga hari akhirat, yakni; Durhaka kepada orang tua, berbuat zalim kpd manusia, dan tdk berterimakasih kpd kebaikan orang lain ".

Momentum Ramadhan ini semoga bisa menjadi titik balik bagi kita untuk merenungi ini semua dan segera meminta maaf atas segala kesalahan yang telah kita perbuat. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan azab dikarenakan kedurhakaan kita kepada orang tua. Mari kita menyenangkan hati orang tua kita selagi masih diberi kesempatan untuk menghirup udara dunia oleh-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun