Tentu saja itu suatu kelemahan dalam pelayanan, tapi pemilik warung yang juga terkenal ramah tetap mempekerjakannya. "Walah, dapet tenaga tambahan  koyo ngene rupane!" Selorohnya diiringi tawa dalam dialek Jawa timuran. Mau tak mau ia yang turun tangan membuat rujak buah untuk istriku.
Aku pun turut tertawa mendengar cerita istriku. Sekalipun menggelitik, ternyata fructophobia sudah lama jadi istilah dalam psikologi. Tidak banyak yang bisa digali dari ketakutan seperti ini, tapi seperti pada umumnya istilah "ketakutan" atau penyakit psikologi lainnya yang kesembuhan bisa didapatkan melalui terapi dan memberikan pengertian kepada penderitanya seputar apa yang ia takutkan adalah salah.
Ketakutan yang tidak perlu dan tidak pada tempatnya bisa merugikan diri sendiri. Fructophobia jelas membuat tubuh kekurangan nutrisi dan zat lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari buah-buahan. Meskipun tidak tampak pada ibu pekerja warung itu tanda kekurangan akibat ia tidak mengkonsumsi buah, tapi ketakutan itu sendiri membuatnya tersiksa.
Kehadiran pekerja baru wanita paruh baya tersebut menjadi daya tarik tersendiri untuk warung makan itu. Rasa penasaran dari pembeli maupun warga setempat menambah ramai yang sekaligus menambah omsetnya. Walaupun ada saja yang iseng, seperti yang dilakukan oleh pemilik warung. Ia melemparkan buah mangga ke pangkuan wanita itu ketika sedang merajang sayuran.
Sekalipun tampak ketakutan yang nyata, dan mengundang tawa orang yang melihatnya, tapi pekerja wanita itu tetap kembali melakukan kegiatan rutinnya seolah tidak terjadi hal apa-apa.Â
"Biar kamu gak takut lagi," kata sang bos yang kerap menggoda. Â
"Ah! Sudah biasa," jawab wanita itu yang diiringi jeritan karena tiba-tiba kulit buah mangga mendarat di tangannya.
"Aaah ... tolong!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H