Gempa bumi berkekuatan 5,6 SR terjadi di Cianjur terjadi pada Senin, 21 November 2022 pukul 13.21. Dilansir dari Kompas.com tanggal 1 Desember 2022 pukul 19.18 WIB Herman Suherman, Bupati Cianjur, meng-up date kerusakan bangunan, kerugian materiil berupa rumah rusak yang sudah tervalidasi per pukul 13.00 WIB mencapai 24.102 rumah. Â "Sekolah 520 unit, tempat ibadah 190 unit, fasilitas kesehatan 14 unit, dan gedung kantor 17 unit," ujar Herman.
Ada yang datang dan tidak lama kembali ke asalnya, sekedar memberi bantuan logistik dan mempercayakan pada orang di tempat kejadian. Ada pula yang datang sebagai " turis bencana " untuk sebuah eksistensi dan ekspos belaka. Padahal seperti diketahui bersama bahwa keadaan krodit bisa mengacaukan suasana dan kacau berfikir.
16 tahun yang lalu, Gempa Bumi tektonik kuat mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi, 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05:55:03 WIB selama 57 detik. Gempa Bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. Sorenya di hari yang sama, saya dan istri bertolak ke kampung halaman, Bantul, dan tiba di tujuan keesokan harinya, tanggal 28 Mei 2006. Â
Kami lewat jalur selatan, karena kami terima kabar di perbatasan Jogja -- Purworejo jalur utama ada penutupan akses masuk ke Jogja. Ternyata kami juga menemui hal yang sama, setelah meyakinkan para petugas yang berjaga, bahwa orang tua kandung kami tinggal di Bantul, kami bisa meneruskan perjalanan.
Ternyata tidak hanya satu titik, di perbatasan kabupaten Kulonprogo- Bantul separuh jalan raya menuju jembatan sungai Progo ditutup dengan barikade bambu. Kami pun dihentikan dan ditanya identitas serta tujuannya. Â Beruntung istri masih lancar berbahasa Jawa dan dengan lancar menyebut nama perangkat desa dari kepala desa, kepala dusun sampai RT-RW tempat tinggal kelahirannya.
Memasuki perbatasan antar desa pun ada barikade, tepatnya portal ( buka-tutup ), yang dijaga oleh warga setempat. Kami pun mengulang ucapan yang tidak jauh berbeda dengan di barikade sebelumnya. Luar biasa jengkelnya. Kalutnya pikiran yang tiada menentu tentang bagaimana nasib orang tua dan sanak saudara bercampur dengan fokus pada keadaan yang sedang terjadi dihadapan.
Sesampainya di desa Gading Sari kecamatan Sanden kami masih menyaksikan betapa hebatnya gempa yang melanda wilayah itu. Berita-berita dampak gempa yang selama ini saya ketahui dari berita-berita, saat itu saya saksikan langsung dengan mata kepala sendiri. Jalan yang rusak, rumah-rumah yang runtuh, jerit tangis duka, pemadaman listrik, akses komunikasi/telpon mati. Kepanikan yang lambat mereda membuat banyak orang, terutama laki-laki meninggikan volume bicaranya untuk mempertegas maksud ucapannya.
Sepenggal kisah tentang bagaimana kesalnya dihadang dan dicecar banyak pertanyaan di perbatasan-perbatasan wilayah akhirnya terjawab. Saya tidak melihat sebuah surat edaran tapi cerita tentang masuknya orang dari luar daerah yang memanfaatkan keadaan memaksa adanya inisiatif warga setempat untuk melakukan penjagaan dan penyeleksian akses keluar-masuk orang serta pembentukan petugas ronda.
Di malam pertama kejadian gempa dikabarkan adanya segerombolan orang tidak dikenal yang menjarah rumah, toko, warung-warung warga yang ditinggal penghuninya ke tempat penampungan. Ini gila! Dan benar-benar saya dengar sendiri.
Orang yang tidak dikenal tersebut sengaja datang dengan kendaraan, bahkan dengan truk. Warga yang sebagian besar dalam keadaan panik tidak menggubris keberadaan orang lain, apalagi masih sesama orang yang berbahasa sama, bisa dimengerti. Para korban menurut saja saat diarahkan untuk meninggalkan rumah berkumpul di lapangan, di halaman rumah kepala dusun, di halaman kantor desa. Mereka tidak banyak memikirkan perabotan rumah, yang penting anggota keluarga lengkap langsung beranjak meski hanya dengan pakaian yang mereka kenakan.
Tentu saja berbeda, Yogyakarta dan Cianjur. Bisa dibayangkan, wilayah Cianjur yang tertimpa bencana merupakan daerah dataran yang tidak rata. Jalan-jalan penghubung antar pemukiman penduduk telah hancur akibat gempa, ditambah dengan hujan yang mengguyur menambah kian parah sisa-sisa jalan yang masih tampak.
 Dalam hal pendistribusian bantuan bisa jadi wilayah datar seperti kampung halaman istri saya lebih mudah daripada di Cianjur, tapi adanya sistem keamanan yang melibatkan warga terdampak bencana sepertinya bisa dilakukan hal yang sama di daerah manapun yang terkena bencana. Selain demi keamanan,  juga bisa berfungsi sebagai gerbang pusat bantuan di tiap wilayah terdampak bencana. Hal ini bisa lebih terkontrol daripada pengantar bantuan membagi langsung ke para korban.
Cara-cara mencapai pemukiman untuk mengirim bantuan juga dibutuhkan cara-cara inovatif. Tantangan di Cianjur dengan infrastruktur yang tidak memadai memang lebih membutuhkan alat bantu. Adanya helikopter dan dibutuhkannya pengendara motor yang handal beserta jenis motor trail untuk bisa melalui jalan yang rusak, yang terjal, dan pastinya penuh resiko, sudah dilakukan.
Selain itu, dikarenakan daerah yang berbukit-bukit tidak ada salahnya dicoba dengan alat seperti kereta gantung atau ala flying fox untuk menyiasati keadaan akses jalan yang kurang efektif. Tentu saja peran serta orang yang ahli di bidang ini sangat membantu.
Alat pengaman flying fox yang wajib dipersiapkan sebagai berikut:
1.Harness, ada 2 jenis harness, yaitu full body harness dan sit harness. Keduanya ini untuk dijadikan sabuk pengaman sekaligus ditempatkan di bagian paha sampai pinggang.
2.Carabiner, atau cincin kait berfungsi sebagai connector atau penghubung pada sabuk pengaman ke tali pengaman dari pulley. Material carabiner adalah material alloy, aluminium dan baja.
3.Webbing, berfungsi untuk mengamankan pengguna sebelum melakukan flying fox, bisa juga disebut sebagai alat pengaman sementara. Biasanya yang sering dipakai adalah webbing berbahan serat nylon yang mempunyai lebar sekitar 2,5 cm.
4.Pulley, alat pengaman flying fox pulley atau katrol yang digunakan sebagai alat bantu untuk meluncur di atas jalur cable. Biasanya pulley memakai sling baja yang bisa menahan beban dengan maksimum sebanyak 3 ton, terbuat dari material besi baja anti karat dan kuat.
5.Shackle Crosby, merupakan peralatan yang seringkali banyak diaplikasikan untuk menguatkan kabel gantungan tambahan pada lift dan flying fox. Alat pengaman flying fox ini juga dapat digunakan untuk menyangga berbagai macam barang yang beratnya cukup berat, bentuknya seperti tower.
6.Carmantel (Ropes) Static & Dynamic, yaitu tali dengan daya kelenturan hingga 39% dan mempunyai kekuatan beban sampai 2 ton. Sehingga cocok diaplikasikan untuk tali pengaman, atau repeling.
7.Sling Baja atau Wire rop pada permainan flying fox sebagai sebuah lintasan pengaman atau safety. Biasanya sling baja tahan korosi. Selain peralatan di atas, biasanya ada juga helm untuk melindungi kepala jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Bisa dibayangkan jika harus terus mengandalkan jalur darat yang membutuhkan kekuatan, ketrampilan serta stamina tubuh dan kendaraan dalam melewati jalan yang rusak, terlebih di musim penghujan seperti sekarang ini.
Alat ala flying fox bisa ditemui sebagai alat transportasi alternatif pada penyebrangan sungai, alat angkut pada pertambangan, dan lain sebagainya. Di daerah Bantul sebelah timur dan kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta, alat semacam flying fox ini banyak digunakan sebagai alat penyebrangan antar bukit, maupun ngarai. Juga bisa ditemukan di pantai-pantai berkarangnya. Semoga pendistribusian bantuan pada korban bencana di Cianjur dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan korban baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H