Jika kita sudah memegang prinsip sampaikanlah, maka sampaikan tanpa kekhawatiran pada efeknya. Dan tentu saja sampaikan dengan cara yang baik.
Â
Berawal dari coretan yang disadari atau tidak, manusia mewujudkan gagasan yang kemudian dibaca sebagai berita. Berawal dari catatan harian kemudian jadi berita harian, sumber pengetahuan.
Kita menulis sejatinya untuk menghibur diri. Puas dengan tulisan sendiri sudah menjadi tujuan terdekat ketika kita menyelesaikannya, selanjutnya tulisan memiliki mekanisme kerja tersendiri.Â
Â
Berita sebagai info/gagasan yang disebarkan yang dulunya dengan media batu, dinding, daun, tulang hingga kertas, gelombang radio, dan multimedia sekarang ini menjadikan semua orang punya hak kesempatan sebagai jurnalis.
Dalam hitungan menit, detik bahkan live bisa dijadikan berita. Namun "media" yang menjadikan berbeda antara jurnalis secara umum dengan jurnalis profesional.
Media yang lahir dari revolusi industri menampung, menyebarkan hingga menyiarkan berita secara massal menjangkau luas wilayah, yang lahir dengan acuan penyebaran ide, gagasan, konsep berfikir.
Â
Pada perkembangannya justru melahirkan dual produk dengan produk lainnya yaitu periklanan. Jika anda menyebarkan berita di media tertentu,dan tidak mengundang iklan ( sebagai income ) maka anda adalah basic jurnalis. Jika mendatangkan income maka anda jurnalis profesional.
Meski keduanya tetap mendorong pada pengelompokan gagasan, namun jurnalis profesional yang mendatangkan periklanan tidak selalu mengacu pada gagasan, ini tergantung pada "pemilik" media. Â Biasanya mempertimbangkan bobot bahasa yang bisa diterima banyak pembaca. Sementara jurnalis umum/citizen jurnalis memakai media dan bahasa bebas menurut kemauan diri/ idenya.
Media sebagai wadah profesional ( kumpulan gagasan ) bisa mempengaruhi banyak orang hingga membentuk satu ide, bahwa media ini mengacu pada gagasan tertentu, sementara media lainnya dengan ide tertentu lainnya.
Sekarang ini dan entah kedepannya sampai kapan, populasi jurnalis kian banyak namun jumlah media kian mengerucut, hingga terjadi penyempitan, pengelompokan gagasan.
Â
Anda harus memilih sebagai Citizen media A atau citizen media B, anda netizen pihak penggagas C atau penggagas D. Atau anda tidak sebagai pihak manapun, hingga anda disebut penggagas E. Yang menjadikan bahwa keberpihakan dan pengelompokan tidak bisa dihindari.
Gagasan semakin terkebiri dengan lahirnya istilah plagiat, hak intelektual, hak cipta, ataupun istilah sejenis semakna. Jika demikian adanya maka jurnalistik yang profesional hanya memperhatikan gagasan sebagai produk komersil matrialis yang hanya mengacu pada regulasi penguasa, sebagai mitra pengusaha media. Yang tidak bisa tidak justru mengingkari hak ber-ide, bergagas, berpendapat.
Hegemoni media pun menghasilkan hegemoni politik, ekonomi, ideologi. Anda akan berpaling, atau diliput oleh media tertentu yang sepemahaman dengan gagasan yang mereka usung.
Bisa jadi tak ada istilah kebetulan, tak disangka, ujug-ujug ada, kenyamanan membuat kita untuk menuliskan sesuatu yang pada gilirannya sampai pada orang lain juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H