Islam adalah din waqi'iy yakni agama yang sangat menghormati realitas obyektif dan realitas kongkrit yang terdapat di sekitar dan dalam diri manusia. Baik-buruk, kebenaran-kebatilan telah ada tapi bukan berarti bercampur aduk hingga menutupi yang benar, menyamarkan yang haram.
Kaledioskop menyajikan artikel kejadian yang menjadi sorotan publik. Sebuah acara yang selayaknya patut diterima sebagai cara untuk instropeksi diri ( muhasabah ), baik secara individu maupun institusi organisasi atau bentuk jamak lainnya.
Â
Instropeksi, seperti juga alat kaledioskop yang berisi banyak cermin hingga  melibatkan banyak cabang ilmu, kita akan sulit memetakan yang terjadi hanya dengan satu ilmu.
Â
Kita tidak cukup bicara muhasabah, diperlukan cabang lainnya agar diketahui bahwa instropeksi ( pengamatan mendalam terhadap diri sendiri ) ini menjadi jelas obyek-obyeknya.
Â
Kita perlu melihat mu'ahadah ( mengingat perjanjian konkrit ) di mana sering kita menyerahkan banyak urusan pada Allah  namun seberapa banyak kita mengabaikan-Nya dengan kata "sanggup", karna bisa, mampu dengan dalih usaha sendiri.
Â
Kita perlu bicara mujahadah ( kesungguhan ibadah dan berkarya demi AllaH semata ), sudahkah benar-benar meluruskan niat hingga apapun hasil yang didapat di dunia hanya sebatas bonus dan ridho Allah yang dituju?
Â
Kita juga butuh membahas murokobah ( merasa diawasi ) hingga semua perilaku, karya dengan semua ilmu yang mendasarinya bisa menyadarkan kita pada manfaat, atau merusak?
 Juga perlu mu'aqobah (memberi sangsi pada diri ) untuk bisa melakukan lebih baik selanjutnya.
Â
Sebagian umat islam melaksanakan ritual majusi, nasrani dan yahudi sekaligus dalam satu waktu. Tepat pukul 00.00 tiap akhir tahun masehi, dengan terompet, dan percikan api. Ini sulit dihindari, hingga perlu sikap yang berani dan bijak.
Â
Bisa jadi kaleidoskop merupakan acara yang  dipakai untuk mengingat perjalanan hidup diri masyarakat bangsa negara dan dunia. Namun demikian cermin-cermin instrospeksi diri untuk melakukan hal yang lebih baik idealnya menjadi acuan.
Â
Sulit dipungkiri penanggalan menjadikan catatan sejarah diketahui oleh generasi ke generasi berikutnya. Dari berbagai macam budaya di dunia tidak hanya satu atau dua jenis penanggalan, tapi penanggalan Masehi menunjukkan dominasinya.
Â
Maka tak berlebihan jika umat Islam menjadikan tahun Hijriah sebagai landasan dasar dengan menjadikan Masehi landasan operasional. Mengingat masehi yang berlaku sekarang baru ditetapkan pada masa Gregorian.
Â
Kaleidoskop islamiah yang disematkan dalam hitungan Masehi tidak merubah esensi dan substansi kejadian. Hitam-Putih, kegelapan-pencerahan, dan perjalanan Islam yang mendunia tetap menunjukkan kisah-kisah akhirat dengan detilnya.
Mari! Instropeksi diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H