Purge artinya membersihkan, begitu arti dasarnya. Namun teknisnya bisa saja berarti menghapus, menyingkirkan, bahkan membasmi.
Mengacu pada film-film bertemakan purge, Â bisa saja kita berpendapat bahwa hal itu bisa terjadi. Apa yang tidak memungkinkan dalam pandangan demokrasi, komunis. Atau keduanya, yang bisa berpandangan sama dalam perspektif kapitalisasi?
Di rumah saja. Begitu perintah dan anjuran yang sama di gaungkan dalam film tersebut. Persis seperti yang sekarang kerap dikampanyekan, setidaknya sejak awal tahun 2020 sampai saat ini aturan PPKM belum dicabut seutuhnya.
Dalam film purge dibatasi hanya 12 jam, dalam perkembangannya semakin bertambah, bahkan di film terbarunya, the forever purge, berlangsung selamanya. Dalam jangka tersebut orang-orang yang tinggal di suatu wilayah dilegalkan untuk melakukan hal-hal yang dilarang hukum.
 Ada yang melancarkan serangan sebagai wujud balas dendam, melakukan kriminalitas untuk kesenangan belaka maupun reaksi kekecewaan. Dan ada yang memilih untuk bertahan. Tentu saja dalam menyerang maupun bertahan dilegalkan dengan cara apapun sampai waktunya selesai.
 Bisa jadi film ini masuk dalam fiksi belaka, tapi tidak menutup kemungkinan seperti film fiksi lainnya yang dikaitkan dengan istilah ilmiah, hal itu jadi masuk akal. Meski tidak seluruhnya, bisa jadi idenya bisa terwujud.
 Slogan cinta negeri, pribumi, kembali ke kultur, budaya, bentuk indentitas dan identifikasi ras, kelompok, menjadi latarbelakang dilegalkan aturan purge dalam film dalam rangka pengelolaan pengendalian populasi.
 Tentu saja purge di film tidak memungkinkan, atau belum? Hingga perlu alternatif ide pembersihan dengan cara lainnya.
 Tidak berlebihan misalnya ketika ada kemiripan alasan-alasan purge dalam film dengan kenyataan bahwa jenis penyakit mematikan kian bertambah terkait pengendalian populasi.
 Kehidupan berawal dari alam kognisi, dan kian terbukti. Fiksi bisa berwujud, bagaimana mewujudkannya tergantung penguasa, tergantung saintis, dan pendukungnya. Sementara sains yang mencari bumi kedua belum juga menemukan jawaban.
Yah! Bumi sampai saat ini masih menjadi satu-satunya tempat untuk bisa hidup. Orbit-orbit yang diciptakan masih menjadi tempat sementara, yang menjadi teritori astronot sekarang ditawarkan menjadi obyek wisata. Mungkin saja stasiun satelit-satelit di angkasa luar akan dibentuk seperti planet agar bisa untuk tempat tinggal lebih lama.
 Yang pasti, bumi sudah memasuki tingkat kritis sebagai tempat hidup. Populasi manusia yang terus meningkat tidak diimbangi dengan penanaman pohon. Yang menonjol justru pembasmian pepohonan dengan dalih tempat tinggal. Padahal pepohonan sangat membantu menjaga atmosfer bumi ini.
 Jika saja populasi manusia mempermasalahkan tingkat kelahiran sebagai faktor utama, sepertinya ini akan terbentur pada pola pikir. Pandangan banyak anak banyak rejeki tidak dikonfrontasi dengan dalil berpuasa misalnya, atau dengan pandangan yang semakna dengan puasa. Pada gilirannya, pengendalian populasi idealnya adalah pengendalian diri.
Perang sering diidentikkan dengan perseteruan antar mahluk, padahal ada perseteruan dalam diri masing-masing individu yang jika bisa dikuasai maka perang sesungguhnya tidak akan terjadi. Semoga purge hanya sebatas film fiksi belaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI