Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi dengan Diksi yang Jarang Digunakan

1 November 2022   07:22 Diperbarui: 8 Desember 2022   20:54 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Instagram @olanations

Di Bulan Bahasa dan Sastra 2022 dan masih dalam semangat Sumpah Pemuda, yang juga sebagai tahun Kompasiana ke-14. Sebagai kompasianer mari kita ramaikan dengan karya-karya yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Di kesempatan ini tentu saja saya mencoba turut serta melalui puisi dengan diksi yang jarang digunakan. 

Puisi masih menyisakan beda pendapat di antara para ahli. Ada yang mengatakan seperti kerangka karangan. Ada yang bersikukuh yang penting singkat, padat, meski bersifat prosa. Ada yang bilang puisi ya puisi, bukan cerpen apalagi novel, dan lain sebagainya. Tapi yang pasti puisi selalu memberi kesan berpikir, tetap mengedepankan pemilihan diksi. 

 

Diksi dalam puisi akan berbeda-beda pada tiap penulis. Secara umum ada yang mudah dipahami dan ada pula yang butuh keterangan tertentu. Sebagai penikmat awam, kita tidak memerlukan banyak pertimbangan. Tidak perlu harus mengerti benar tentang matahari baru kemudian menikmati sinarnya, begitu kira-kira.

 

Namun begitu, bila para ahli mengkategorikan sinar matahari dan menggali lebih dalam manfaat dan seluk-beluknya, kita cukup tahu bahwa diksi yang baik cukup selaras dengan keinginan kita. Persis seperti arunika dan swastamita, sinar matahari pagi dan senja saja cukup sudah. Tentang bagus, tepat atau tidak, biarkan pembaca dan waktu yang menentukan. Intinya bikin saja sebaik yang kita bisa. Dan tentunya, kita menikmati tanpa terkekang penilaian-penilaian atau pendapat yang bisa mematahkan semangat berkarya.

 

Tetap berkarya dan terus berkarya.  Selamat menikmati puisi berikut ini.

Aksara Penyelamat


Aksara dirgantara terserak, berantakan 

Huruf-huruf memadati kepala tanpa makna

Angka-angka yang mendesak, menyeruak minta diingat

Retak terasa merata, berderak 

Penat yang kian bertambah banyak

Minda bergelayut

Vaca vada sirna belaka 

Kerenyit pintu tak lagi mengusik 

Ledak ancala pun terdengar sepi

Budek! Ramai dari dalam diri 

Atma bergeming, netra mengawan

Sibuk dengan nyamuk dan bayu menderu

Makan enggan sebisa mungkin tidur dan diam

Sedia kala kresnapaksa

Sayup terdengar aksara bersenandung 

Seluruh anggota badan menyambut

Persis seperti dua telinga yang menikmati

Alunan huruf yang mengalahkan angka-angka

Suara aksara yang lembut 

Begitu merasuk, menyelusup

Membelai cipta cita 

Ngajab asa nawasena

Suara aksara penyelamat

Menarik minat begitu nikmat

Bukan dari luar, sama sekali bukan

Suara aksara yang pernah aku ingat

Bekasi, 2022

Demikian kali ini puisi dengan diksi yang jarang digunakan. Semoga berkenan

Sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun