Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Membangkitkan Diksi Lama Diksi yang Jarang Digunakan

31 Oktober 2022   04:33 Diperbarui: 8 Desember 2022   20:50 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi Kompasianer merupakan pengalaman baru bagi saya, walau begitu saya berusaha mengejar ketertinggalan saya dari para pendahulu. Menariknya, sebagai newbie saya patut bersyukur karena Kompasiana memberikan peluang dan arahan untuk bisa mencapai apa yang sudah digopay, ups! Maksudnya yang sudah digapai para senior.

 

Di usia Kompasiana yang ke-14 tahun, saya sebagai Kompasianer mencoba turut serta memeriahkannya dengan puisi-puisi saya yang memakai diksi-diksi lama, diksi yang jarang digunakan akhir-akhir ini oleh para pecinta puisi.  Saya rasa ini penting sebagai penyeimbang perkembangan bahasa pergaulan dan bahasa serapan dari bahasa asing, yang pada gilirannya menjadi faktor bertambahnya perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia.

 

Bulan Bahasa 2022 menjadi momentum untuk kembali membangkitkan diksi-diksi lama, diksi-diksi yang jarang digunakan, diksi yang berakar dari budaya luhur bangsa. Kita tahu bahwasanya banyak kata yang berasal dari setidaknya tujuh ratusan bahasa daerah di negara kita Indonesia yang enak diucapkan, enak terdengar, dan sarat makna. 

 

Selanjutnya, silahkan menikmati puisi berikut.

Baca juga: Quo Vadis Seniman

 

TEYAN ( Andai Boleh Aku Menghina )

Pada wajah-wajah cendala

Berkalang debu dan tak tahu malu

Malang melintang mengoyak arunika, 

Menghina swastamita


Kumal, tertatih menadah

Mangkus meraup rupiah

Bercaping, bertongkat, mengesot

Sangkil menangguk iba para sahaya


Mengapit kertas berlipat, melenguh salam 

Melabrak norma

Berdalih wadah pahala

Berlakon suhada


Teyan di jalan

Pada pintu yang terbuka

Di keramaian

Jalang buduk!

  

Teyan sudra, semenjana dan kiwari

Sama-sama meminta

Menangkup untung

Penipu Tuhan


Andai boleh ku menghina

Teyan cendala kiwari

Pendekar sawala

Biadab

Bekasi, 2022

 

Demikian puisi ini saya persembahkan, semoga berkenan. Sampai jumpa lagi di puisi saya berikutnya dengan diksi yang jarang digunakan.

Sekian dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun