Lebih dilematis lagi adalah faktor “ketidaksadaran” structural kader PDIP, terutama di tingkat DPD, dan khususnya lagi di tingkat DPC yang ikut larut dalam arus fenomena Jokowi. Mereka kader dari daerah yang secara lantang ikut bersuara dalam Rakernas di Ancol September 2013 lalu dan mendukung agar Jokowi segera ditetapkan sebagai capres tentu tidak mau ribet dengan pertimbangan-pertimbangan yang “njlimet”. Pada umumnya mereka hanya bisa mengatakan bahwa kader atau arus di bawah menginginkan Jokowi sebagai capres.
Dalam kondisi partai yang besar karena faktor ideologi, yang bisa bersatu dengan faktor Mega sebagai trah Bung Karno yang sekaligus diyakini mewarisi konsistensi ideologisnya, tentu dilematis ketika kadernya larut dalam fenomena politik yang mengedepankan selera pasar. Para kader dari daerah tentu dalam perkembangannya ke depan, jika memang Jokowi ditetapkan sebagai capres, dan menang, mereka akan dengan mudah juga terbawa arus politik ketika ada tekanan dari opini public melalui survey-survei, agar Jokowi diusung menjadi ketua umum PDIP. Tanpa harus mempertimbangkan apakah Jokowi mampu memimpin dan menjadi pemerasu di PDIP atau tidak, yang penting sedang suka dengan sosok kefigurannya.
Mengacu pada dinamika sebagaimana terlihat dalam Rakernas lalu, juga komentar beberapa kader PDIP soal pencapresan Jokowi, yang cenderung argumennya larut dalam fenomena, tentu dilemma yang sangat mungkin sedang dikhawatirkan itu akan terjadi, jika PDIP pada akhirnya mengusung Jokowi sebagai capres, dan menang, kemudian ada yang mendorong sebagai ketua umum PDIP ke depan.
Dan jika itu yang terjadi, pembaca akan percaya atau tidak, penulis meyakini di situlah akan berakhir era keb-besar-an PDIP sebagai partai ideologis, yang dalam sillsilahnya adalah penerus dari PNI yang didirikan oleh Bung Karno, juga yang sampai sekarang ini masih punya pengikut kuat, dan yang percaya bahwa hanya trah Bung Karno lah yang bisa menjadi pemersatu memimpin PDIP, ke depan.
Jadi, calonkanlah Jokowi, kalau memang benar-benar sudah dipercaya. Bisa dipercaya bisa memimpin Indonesia ke depan, dan dipercaya tetap menjadi bagian dari aktor pengejawantahan ideologi partai, bukan sebaliknya. Jika memang hingga mendekati waktunya kepercayaan itu belum juga meyakinkan keselamatan ideologi, sebaiknya juga untuk tak ragu tidak mencalonkannya meskipun akan mendapatkan hukuman sesaat dari pemilih. Karena kalau memang Jokowi adalah kader yang mengejawantahkan ideology perjuangan partai tentu sinar kemutiaraannya juga tak akan luntur jangankan hanya hingga 2019 mendadtang. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H