Dilansir dari media cnbcindonesia.com, gelombang panas menerpa sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa dekade. Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat akan dampaknya yang cukup signifikan dalam aspek sosial dan lingkungan.
Dwikorita Karnawati (6 Mei 2024) Â selaku kepala Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan saat ini gelombang panas (heatwave) sedang melanda di beberapa negara tetangga, seperti Thailand dengan suhu udara mencapai level maksimum 52C yang mengakibatkan sedikitnya 30 orang meninggal akibat serangan panas. Tidak hanya itu, dalam kurun waktu 170 tahun terakhir, Kamboja mencapai titik tertinggi yakni 43C. Serangan panas juga melanda negara lainnya seperti Myanmar, Filipina, Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Akan tetapi, Dwikora menerangkan suhu panas yang terjadi di Indonesia bukan karena gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya.
Data tersebut menunjukkan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Sekarang ini Asia menjadi satu wilayah yang paling terpukul oleh perubahan iklim, dengan suhu meningkat hampir dua kali lipat lebih cepat daripada rata-rata global sejak tahun 1961-1990. Suhu yang memanas ini mengakibatkan gangguan pada aktivitas sehari-hari dan bahkan menelan korban jiwa. Setidaknya tercatat sebanyak 45 orang terkena kasus penyakit kulit akibat cuaca panas terik di Malaysia. Selain itu, masyarakat didesak untuk hanya tinggal di rumah seharian, dan bahkan sekolah-sekolah mulai dialihkan menjadi daring (online).
Fenomena ini menjadi fokus tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat. Ditambah lagi banyak faktor yang menyebabkan udara semakin gerah. Di antaranya, mimimnya tingkat pertumbuhan awan pada siang hari, pengaruh penyinaran matahari yang relatif lebih intens, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, erupsi gunung berapi, deforestasi liar, dan eksploitasi sumber daya alam.
Sebenarnya masyarakat dapat melakukan langkah kecil dalam mengatasi permasalahan global ini. Masyarakat dapat melakukan reboisasi (penghijauan) agar dapat meningkatkan intensitas oksigen sehingga udara menjadi lebih lembab dan sejuk. Salah satu alternatif  reboisasi adalah menanam tanaman dengan menggunakan media  Cocopeat Block.
Media tanam Cocopeat Block
Cocopeat Block atau disebut juga sebagai Coir, merupakan serat alami yang diekstraksi dari sabut kelapa dan dibuat dalam bentuk kubus (ukuran normal 20x20x20 cm) dengan memanfaatkan teknologi pemadatan biomassa. Sabut kelapa ini kerap dimanfaatkan di dalam bidang hortikultura (budidaya tanaman kebun), pertanian, hingga absorben industri karena menjadi media tanam yang ramah lingkungan (eco-friendly) dan sifatnya yang efesien serta berkelanjutan.Â
Manfaat Menggunakan Cocopeat Block sebagai media tanam
Cocopeat Block umumnya memiliki kadar pH 5,8-6 (bersifat asam) sehingga perlu ditambahkan kompos atau pupuk organik, namun terlepas dari itu kadar pH tersebut sangat optimal di beberapa tanaman budidaya populer. Dari sisi biologis, media tanam ini memiliki unsur fungi (Trichoderma sp) yang fungsinya untuk membasmi patogen liar seperti Pythium sp. Selain itu, media tanam ini juga bersifat absorben yang baik karena mampu menyerap minyak pada lantai yang licin. Tidak hanya itu, fakta mengejutkan bahwasannya Cocopeat Block memiliki sifat hidrofilik atau retensi air (suka air) yang membuat bahannya memiliki daya serap hingga 8-9 kali dari beratnya sehingga sangat ideal untuk tanaman yang membutuhkan kelembapan secara konsisten. Media tanam ini mampu menahan hingga 73% dari air yang diserap dan dengan kemampuan drainase yang baik, media tanam ini juga mampu mengalirkan air sehingga mencegah risiko pembusukan akar.
Cara mempersiapkan penanaman dengan media Cocopeat BlockÂ
- Tahap pertama adalah menghidrasi Cocopeat block dengan merendamnya di dalam air hingga balok Cocopeat mengembang dan gembur. Hal ini dilakukan untuk memastikan kelembapan Cocopeat Block merata.
- Terkadang Cocopeat Block masih mengandung garam alami dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga berbahaya bagi tanaman. Untuk menghindari hal ini, Cocopeat Block perlu dibilas untuk kedua kalinya. Konduktivitas listrik (EC) yang tinggi mengindikasi tingginya kandungan garam di dalam Cocopeat Block.
- Tahap ketiga adalah mencampurnya dengan komponen lain seperti vermikulit, pupuk organik, atau perlit. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan kadar keasaman dan memastikan drainese dan retensi nurisi tanaman yang lebih baik.
- Memulai benih di Cocopeat Block merupakan langkah yang tepat untuk menumbuhkan bibit tanaman yang baik. Teksturnya yang halus mendorong perkecambahan biji dan perkembangan akar yang kuat. Untuk memulai penanaman, isi baki benih dengan campuran yang telah disiapkan. Jagalah agar Cocopeat Block tersebut tetap lembab untuk memastikan perkecambahan terbaik.
- Setelah bibit tanaman mempunyai sistem perakaran yang kuat, bibit tersebut dapat dipindahkan ke perkebunan kelapa gambut yang lebih besar.
- Saat melakukan transplantasi (proses pemindahan), tangani akar dengan hati-hati dan pastikan media tanam yang baru terhidrasi dengan baik.
Tips merawat tanaman Cocopeat untuk menopang pertumbuhan dan optimalisasi kesehatan tanamanÂ
- Menetapkan jadwal penyiraman yang konsisten. Frekuensi penyiraman juga tergantung pada iklim, jenis tanaman, dan ukuran penanam. Selalu periksa tingkat kelembapan tanah dan hidari penyiraman yang berlebih.
- Gunakan pupuk seimbang yang larut dalam air dan gunakan sesuai dosis yang tertera.
- Memantau tingkat pH dan EC (konduktivitas listrik) dalam kisaran optimal secara berkala.
- Penggunaan Cocopeat Block secara berkontinu dapat membuat siklus pertumbuhan tanaman meningkat.
Dengan menggunakan media tanam Cocopeat Block yang ramah lingkungan, setidaknya masyarakat telah memberikan kontribusi yang cukup terhadap pemerintah dalam penanganan udara panas di daerah sekitar.
"A nation that destroys its soils destroys itself. Forests are the lungs of our land, purifying the air and giving fresh strength to our people" -- Franklin D. Roosevelt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H