Siapa yang tidak kenal dengan sosok tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Mohammad Hatta,dan Sjahrir yang dianggap tokoh Indonesia paling penting bersama Soekarno dan Jenderal Soedirman dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Selain ketiga tokoh tersebut, masih ada lagi tokoh-tokoh terkenal lainnya seperti MohammadNatsir yang pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim sedunia dan perdana menteri Indonesia, Mohammad Yamin yang jadi pelopor Sumpah pemuda pada tahun 1928, juga H.Agus salim yang jadi diplomat ulung, bahkan seorang presiden yang di(ter)lupakan Assaat.
Di bidang agama sebut saja ulama-ulama besar seperti Akhmad Khatib Al-minangkabawi orang non Arab pertama yang jadi Imam Besar di Masjidil Haram Makkah dan Hamka yang dihormati dan dikagumi tidak hanya oleh umat muslim Indonesia tapi juga umat muslim di negara negara Asia Tenggara lainnya. Di bidang sastra juga lahir dua orang pionir yaitu Chairil Anwar pelopor angkatan '45 dan Sutan Takdir Alisjahbana pelopor pujangga baru, sementara Usmar Ismail dikemudian hari digelari Bapak Film Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya.http://id.wikipedia.org/wiki/Merantau
Tokoh-tokoh terkenal diatas, merupakan produk"perantauan" yang berasal dari Sumatera Barat yang lebih sering dikenal sebagai Minangkabau. Inilah sebab mengapa"Merantau" yang tidak bisa dipisahkan dari Minangkabau. Selain itu Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna : wilayah wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau, tempat awal mula peradaban Minangkabau periode terakhir sebelum zaman modern.
Sebenarnya tidak hanya suku minangkabau saja yang sukses dan berhasil ditanah rantau. Masih banyak lagi suku-suku dari daerah lainnya yang sukses dan berhasil juga didaerah rantau mereka masing-masing. Banyak entrepreneur yang sukses karena ia merantau. Orang Tegal sukses dengan warteg-nya di Jakarta. Begitu juga orang Wonogiri sukses menekuni usaha sebagai penjual bakso. Orang Wonosari sukses sebagai penjual bakmi dan minuman. Sementara orang Padang, sukses dengan bisnis masakan Padang-nya.
Bahkan, orang Cina pun banyak yang sukses ketika dia merantau keluar negeri. Dan, tak sedikit pula, orang Jawa yang sukses sebagai transmigran di Sumatera. Juga banyak orang dari luar Jawa yang sukses bisnisnya ketika merantau di Yogyakarta. Tapi banyak juga orang Yogya yang sukses menjadi pengusaha atau merintis kariernya, ketika merantau di Jakarta. Hal itu wajar terjadi, karena orang-orang tersebut memang punya keberanian merantau.
Akan tetapi tulisan ini sedikit mengacu ke perantau minangkabau mengingat kebanyakan narasumber yang lebih sering membahas daerah Minangkabau sebagai suku yang terkenal dengan perantaunya.Pada dasarnya filosofii dan tujuan "merantau" orang Minang berbeda dengan Imigrasi, urbanisasi, atau trasnmigrasi yang dilakukan kelompok lain. Selain itu tradisi merantau juga sering dilakukan oleh budaya-budaya lainnnya.
Terkadang sebagian orang bertanya “kenapa mereka harus merantau? Apakah di daerah mereka tidak bisa dalam mewujudkan cita-cita dan keinginan mereka?
Tanpa disadari pertanyaan seperti ini terkadang dapat menyudutkan posisi seorang perantau. Akan tetapi kebanyakan dari perantau menjadikan pertanyaan ini sebagai sebuah cambukan untuk menunjukan eksistensi mereka ditanah rantau. Sehingga tak heran jika kebanyakan dari perantau-perantau lebih sukses dibandingkan mereka memilih untuk berdiam diri didaerah mereka masing-masing. Selain sebuah cambukan motivasi tadi, perantau juga mendapat sebuah gambaran perbadingan antara daerah tempat tinggalnya dengan daerah rantaunya. Sehingga dengan adanya sebuah gambaran perbandingan, perantau akan mendapatkan pengalaman lebih. Selain itu perantau biasanya juga menjadikan gambaran perbandingan itu sebagai sebuah patokan untuk menelaah dan menjalin relasi dengan lingkugan sekitar.
Sehingga tak salah jika Antropolog Mochtar Naim berpendapat bahwa disamping merantau dan berdagang, pola hidup masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka berpikir dan menelaah. Kebiasaan positif tersebut pada akhirnya menghasilkan para pemikir dan tokoh tokoh berpengaruh di nusantara ini.
Para perantauan itu adalah manusia-manusia yang tak cepat berpuas diri, mereka akan menggapai apapun setinggi mungkin. Kemampuan dan keberanian menjelajah dunia lain yang berbeda dengan kampung halaman mereka telah menjadikan kaum itu sebagai perantau ulung yang tercatat dalam sejarah nusantara.
Kebanyakan perantauan memiliki motivasi tersendiri, akan tetapi kebanyakan dari perantauan, daerah rantau yang mereka tempati akan dijadikan sebagai guru pengalaman dan pebelajaran. Salah satu falsafah hidup perantauan yang paling penting yaitu “Alam Takambang Jadi Guru” ikut berperan dalam kemampuan mereka beradaptasi dengan daerah rantaunya.
Kebiasaan merantau juga berfungsi sebagai suatu perjalanan spiritual dan batu ujian bagi perantau itu sendiri. Daerah Minangkabau yang terkenal dengan perantaunya, biasanya membekali diri dengan pondasi agama yang kuat dan kebanyakan dari mereka dibekali ilmu bela diri atau lebih popular disebut dengan silat. Ini juga merupakan nilai tambah dari seorang perantau.
Terdapatnya nilai tambah bagi seorang perantau juga dapat dilihat dari keinginan mereka untuk menggeluti bidang mereka masing-masing. Misalkan pada kebanyakan orang minang yang ingin berniaga atau wiraswasta mereka memilih menjadi pedagang. Banyak bidang usaha yang bisa mereka geluti seperti berdagang di pasar, mengelola usaha angkutan, usaha percetakan, penjahit pakaian, usaha rumah makan atau restroran padang dan banyak lagi yang lain. Karena didorong olehjiwamerdeka sedikit di antara mereka yang merantau untuk mencari pekerjaan sebagai orang gajian. Bagi yang bertujuan menimba ilmu merekapun masuk sekolah-sekolah yang baik. Tak jarang mereka dijadikan pemimpin di komunitas perguruan tersebut. Sehingga tak heran jika mereka nantinya berhasil dibidang mereka masing-masing, seperti : Public relation, dokter, advertiser, konsultan komunikasi, perawat, direktur, dan lain-lain.
Selain itu para perantau juga akan menambah nilai plus mereka dengan cara berusaha untuk mampu menyesuaikan diri dengan adat istiadat serta kebudayaan daerah rantaunya, yang antara lain terlihat pada hampir tidak pernahnya terjadi konflik dengan masyarakat tempatan yang menjadi tuan rumahnya. Mungkin sekali hal ini disebabkan oleh pepatah bijak Minangkabau yang berbunyi: “Dima bumi dipijak, disitu langik dijunjuang” yang bermakna menghargai kultur dan budaya setempat tanpa harus kehilangan kultur dan budaya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H