Mohon tunggu...
Rahmat Owu
Rahmat Owu Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni Fakultas Hukum Universitas Pattimura.

"Hanya Masyarakat sipil biasa yang suka menulis."

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontrasnya Kehidupan dan Gaji Sang Pengadil di Indonesia

4 Oktober 2024   14:28 Diperbarui: 4 Oktober 2024   14:36 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumbet Foto : Pribadi

Kenapa demikian, dikarenakan secara sederhana jika dengan konsekuensi sebesar itu namun di gaji kecil, maka potensi suap menyuap hakim akan lebih mudah karena rayuan harta yang di berikan para mafia yang ingin bebas dari segala tuntutan hukum.

Berbeda dengan Hakim pusat atau dalam hal ini Hakim pada tingkat Mahkamah Agung. Kendati demikian mendapat gaji, tunjangan, dan insentif yang besar, sejumlah hakim agung tetap tak tahan dengan godaan korupsi. 

Contohnya Gazalba Saleh, Hakim Agung yang dinonaktifkan setelah terjerat dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang penanganan perkara di Mahkamah Agung. Pada Kamis, 5 September 2024, Gazalba Saleh dituntut jaksa penuntut umum dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 6 bulan. 

Bayangkan Oknum Hakim pusat dengan gaji dan intensif besar saja bisa tergiur oleh gratifikasi, apalagi mereka yang mempunyai gaji kecil di daerah, sangat memungkinkan mereka bisa berpotensi melakukan hal serupa. Kontrasnya hal tersebut membuat Hakim seakan tidak diperlakukan layak oleh negara.

Sebagai pemegang kunci sistem peradilan, Hakim mengemban tugas yang sangat berat, oleh sebab itu sudah sepatutnya Hakim diperlakukan dengan tepat oleh negara. Konsep "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" yang termuat dalam Pancasila sudah seharusnya di implementasikan dan tidak dianggap hanya sebagai permainan kata, akan menjadi ironi tersendiri jika Hakim tidak diperhatikan dengan benar oleh negara.

Kontrasnya gaji Hakim tersebut selain menjadi ironi dengan besarnya tanggung jawab yang diemban, dan kewenangan dalam memutuskan perkara, hakim tidak boleh terganggu, dengan pikiran-pikiran yang justru akan membuat distraksi yang kemudian berdampak pada putusan yang akan ditetapkannya.

Dengan kewenangan serta tanggung jawab yang besar itulah, sudah seharusnya Hakim di berikan kesejahteraan oleh negara, tak hanya kesejahteraan secara finansial, berupa gaji pokok, dan intensif yang besar, akan tetapi dari segi keamanan dan kenyamanan harus di prioritaskan agar mereka dapat melaksanakan tugas secara profesional, jujur, independen, dan berlaku adil, karena mengabaikan kesejahteraan Hakim sama saja membuat negara dalam keadaan darurat. 

Besaran gaji Hakim sendiri regulasinya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Namun setelahnya tidak ada lagi upaya-upaya dari pemerintah untuk menyeimbangkan gaji Hakim dengan kondisi perekonomian saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun