Mohon tunggu...
Rahmat Oca
Rahmat Oca Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia yang Merugi

Terus bersyukur atas segala hal yang diberikan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ikhtiar Mencapai Ketenangan Hati

7 September 2021   22:00 Diperbarui: 7 September 2021   21:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan menjadi tanda tanya yang jawabannya berbeda bagi setiap orang. Para pekerja akan menganggap bahwa bahagia adalah mendapatkan gaji tertinggi sehingga bisa memenuhi keinginannya. Orang -- orang agamis akan menganggap bahwa bahagia identik dengan ketenangan hati dan cara untuk meraihnya dengan memperbanyak ibadah. Bagi mereka yang ingin terkenal, kebahagiaan adalah ketika mendapatkan popularitas yang tinggi, disanjung orang banyak, atau namanya disebut dan ditulis banyak media.

Dalam terminologi lain, kebahagiaan seringkali diidentikan dengan kesenangan. Ketika memperoleh sesuatu, maka dirinya menjadi senang. Ada pula orang yang menganggap bahwa bahagia adalah ketenangan hati. Hidupnya tidak untuk memikirkan masalah yang menimbulkan kerisauan atau kegelisahan. Biasanya orang seperti ini cenderung sebagai orang yang bijak dalam mengarungi kehidupan sehari -- hari.

Kerisauan dan kegelisahan yang mengusik ketenangan hati muncul dari bermacam -- macam sumber. Sumber yang paling banyak menghasilkan kegelisahan adalah hasrat memiliki yang dimiliki oleh setiap manusia. Hasrat ini bagaikan lingkaran yang tidak akan pernah ditemui ujungnya. 

Hasrat memiliki yang penulis maksud adalah keinginan manusia untuk selalu mendapatkan lebih dari apa yang dimilliki saat ini. Jika dalam konteks yang baik seperti ilmu, hasrat memiliki sangat penting, tetapi bila hasrat memiliki untuk sesuatu yang tidak kita butuhkan, maka hasrat tersebut takkan pernah ada habisnya. Konsekuensinya adalah kehilangan rasa syukur sehingga melahirkan kegelisahan yang tak bertepi.

Dikehidupan sekarang, orang -- orang lebih sibuk mencitrakan diri agar dipandang mewah bagi orang lain. Dalam sedikit kasus, orang -- orang cenderung ingin dipandang baik atau berwibawa. Kita semua memang ingin dipandang baik bagi orang lain, tapi keinginan tersebut sedikit demi sedikit akan memicu kegelisahan hati. 

Sebagai contoh, kita ingin dipandang trendi dengan memiliki baju yang mewah dan berbeda dari orang lain. Kita ingin memiliki HP yang berbeda dan lebih mahal dari orang lain. 

Padahal secara lahiriah kita tidak mampu memilikinya sehingga merasa berkekurangan dan meremehkan segala sesuatu yang kita miliki saat ini. Rasa berkekurangan inilah yang membuat hati menjadi gelisah terutama merasa kurang atas materi yang dimiliki.

Terdapat konsep penting dalam islam yang mengajarkan manusia agar terhindar dari sikap selalu merasa berkekurangan. Islam mengajarkan umatnya untuk memandang orang dibawah dan melarang orang memandang diatas dalam hal materi. 

Konsep ini sesuai dengan kondisi manusia zaman sekarang yang sering kali merasa berkekurangan atas apa yang dimilikinya. Manusia selalu ingin mendapatkan lebih sehingga cenderung bersifat tamak terutama dalam harta. Akibatnya, keinginan -- keinginan tersebut seringkali menciptakan kegelisahan hati sehingga hati menjadi tidak tenang.

Ketika merasa kurang atas harta yang kita miliki saat ini, keluarlah dari sangkar keinginan yang mengurung diri sehingga tidak bahagia. Lihatlah kondisi diluar dimana hiruk pikuk kehidupan sedang terjadi. Tidak sedikit manusia yang harus hidup dijalanan dengan penghasilan seadanya. Mencari penghasilan pun hanya mampu untuk makan satu hari itu saja.

Ketika merasa berkekurangan karena tak mampu membeli hp yang kekinian, coba lihatlah banyaknya anak-anak yang harus bekerja untuk membeli hp bekas agar bisa mengikuti proses belajar online. Jika tak menemukannya, lihatlah betapa banyak anak-anak yang hidup dijalanan mencari pundi -- pundi kehidupan. Mereka tidak bersekolah sebab harus membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Dengan melihat orang yang kemampuan materinya dibawah kita, maka kita akan sadar bahwa sebenarnya Allah sudah memberikan yang terbaik. Apa yang kita miliki sesungguhnya sudah cukup tanpa perlu menambah keinginan lain karena tuntutan pencitraan orang banyak.

Walaupun rasa berkekurangan harus kita hilangkan dari kehidupan sehari -- hari, bukan berarti kita tidak boleh  mencari kekayaan. Dalam konteks lain, kekayaan adalah salah satu langkah untuk mendekatkan diri kepada ilahi.

Wallahu a'lam bishawab

            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun