Mohon tunggu...
Surahmat Hadi
Surahmat Hadi Mohon Tunggu... -

Telah menikah dan punya 3 orang anak. Bekerja sebagai petani dan diberi tugas tambahan sebagai pendeta di jemaat GKSBS Sumberhadi. Aktif dalam memperjuangkan pemajuan pertanian organik di Lampung Timur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BERTANI YANG SELARAS DENGAN ALAM DAN BERKELANJUTAN

4 Oktober 2012   14:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Pohon keramat dan keasrian lingkungan pemukiman.

Adanya pohon-pohon besar yang tidak boleh ditebang atau dikeramatkan merupakan ciri khas perdesaan tradisional. Pada Pohon keramat itu diyakini ada sejenis makhluk halus yang tidak kelihatan yang bermukim di situ dan tidak boleh diganggu. Kalau pohon keramat itu ditebang, maka akan berdampak buruk bagi warga desa sekitar pohon tersebut. Ternyata adanya pohon-pohon besar yang dikeramatkan itu ada hubungannya dengan pengelolaan sumber air dan peresapan air tanah serta untuk penyangga stabilitas musim. Pohon-pohon keramat itu dipakai oleh para petani leluhur kita untuk memastikan hujan dan kemarau tidak salah musim. Sehingga rencana kegiatan pertanian tanaman semusim, padi dan palawija bisa dilaksanakan secara teratur dan menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat.

Sekarang pohon-pohon besar itu sudah ditebang, musim menjadi tidak terkendali, hantu-hantu bergentayangan tidak jelas pemukimannya lagi. Kegiatan bercocok-tanam menjadi kacau, ketahanan pangan menjadi rentan dan badai gampang menyerang rumah-rumah dan tanaman.

Bertani yang selaras alam memerlukan penanaman pohon-pohon keramat di tiap-tiap desa. Adanya hutan desa di tiap-tiap sudut pemukiman yang direncanakan untuk penyangga iklim dan tata air tanah sangat mutlak diperlukan. Perkampungan yang asri bahkan berkesan keramat, justru menjadi ciri khas dari masyarakat petani yang bermartabat yang dihargai dan disegani oleh banyak pihak.

6. Gaya hidup yang mengikuti irama alam semesta.

Kaum tani tradisional membangun budaya masyarakat-tani yang dihubungkan dengan irama alam semesta. Mereka mencoba menghubungkan perubahan posisi bulan dan bintang-bintang dengan nasib sial maupun keberuntungan. Mereka menciptakan ritus-ritus keagamaan yang dihubungkan dengan daya-daya kekuatan alam serta perubahan musim. Mereka membuat berbagai jenis aksi bersama yang diyakini bisa menjaga keseimbangan tatanan alam semesta.

Para sesepuh kaum tani tradisional itu melihat ada hubungan sebab akibat yang secara ajaib terjadi antara alam pikiran manusia dan tatanan alam semesta. Segala hal yang dilakukan manusia yang terlalu melampaui kelaziman, perbuatan yang keterlaluan, yang tidak wajar atau berlebihan dianggap membahayakan tatanan kehidupan.

Gaya hidup yang bersahaja, jujur apa adanya menjadi sangat dianjurkan dan menjadi ciri khas masyarakat-tani. Sikap rendah hati , sopan dan menghargai sesama dipandang sebagai budi pekerti yang luhur. Sementara itu kesombongan dan suka pamer dan bertindak gegabah/sembrono dipandang sebagai prilaku yang buruk. Motto yang digunakan dalam menata ekonomi adalah hemat, cermat dan bersahaja. Dengan demikian kehidupan masyarakat berlangsung rukun – damai dan berkecukupan, ada semangat berbagi yang terus berlangsung. Usaha menumpuk kekayaan bagi diri sendiri dipandang buruk dan dibenci semua orang.

Ringan sama-sama dijinjing dan berat sama-sama dipikul. Pahit sama-sama mencicip dan manis sama-sama menikmati. Gotong royong dalam menanggung beban dan berbagi dalam menikmati hidup merupakan gaya hidup bermasyarakat kaum tani leluhur kita. Seperti itulah gaya hidup masyarakat-tani yang selaras alam dan bisa berkelanjutan.

7. Bertani adalah ibadah kepada Tuhan semesta alam.

Cara bertani yang selaras alam dan berkelanjutan itu merupakan cara kita mengabdi atau beribadah kepada Tuhan semesta alam. Jika pertanian tidak kita lihat sebagai bisnis tetapi sebagai ibadah, maka sikap-sikap kita terhadap alam, hewan ternak dan tumbuh-tumbuhan akan berubah. Demikian juga sikap kita terhadap sesama. Karena keseluruhan sikap itu kita maknai sebagai ekspresi sembah dan hormat kita kepada Sang Khalik, Pencipta alam semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun