Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat Djati
Rahmat Hidayat Djati Mohon Tunggu... wiraswasta -

peminat sejarah dan pelaku budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkades Cermin Politik Democrazy Indonesia

23 Februari 2015   06:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:41 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikabupaten karawang jawa barat, baru saja usai pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di 117 desa dari total 309 desa/kelurahan yang ada dikabupaten ini. dari informasi yang dihimpun hampir dapat dipastikan pemilu ditingkat lokal desa ini benar-benar menjadi pesta rakyat. ya pesta menerima uang politik dari hampir semua calon kepala desa yang ikut berkompetisi di desa nya masing-masing.

dalam pilkades, dapat dipastikan baik calon yang akhirnya kalah apalagi yang terbukti menang semua mengeluarkan uang yang dibagikan kepada masyarakat pemilih. calon kepala desa sudah tidak lagi berkompetisi atas nama visi-misi atau program kerja semua beradu strategi menabur uang dan sembako agar dapat meraih simpati dan dukungan dari rakyat sebagai pemilik hak pilih.

begitupun nampaknya dikalangan rakyat, yang terdidik justeru menjadi operator politik sementara rakyat kebanyakan menjadi sasaran operasi, tak ada ruang untuk menempatkan cara memilih dari penilaian komitmen dan integritas calon kepala desa, hanya uang politik lah yang jadi pertimbangan.

dari kaca pilkades yang terang benderang ini kita dapat bercermin tidakkah keadaan seperti ini yang selalu berlaku dan terjadi pada konteks pemilu legislatif , pemilihan presiden , bupati dan gubernur dalam kerangka pemilihan langsung? tidak cukupkah bukti bahwa liberalisme politik dengan aturan one man one vote :setiap orang dewasa mempunyai satu suara yang sama tanpa pertimbangan pendidikan hanyalah lahan subur bagi tumbuhnya para bandar politik yang menabur uang demi kekuasaan? yang kemudian akan berusaha membayar ongkos dengan menggunakan kekuasaan yang telah diemban? dengan cara apa kalo tidak korupsi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun