Mohon tunggu...
Rahmat Thayib
Rahmat Thayib Mohon Tunggu... Penulis - Sekadar bersikap, berharap tuna silap.

Sekadar bersikap, berharap tuna silap. Kumpulan tulisan saya: http://rahmathayib.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami "This is My War" SBY Secara Cerdas

11 Februari 2018   22:42 Diperbarui: 12 Februari 2018   01:41 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi baiklah. Semua itu terjadi semasa SBY menjabat. Adalah wajar di negeri demokrasi, seorang Presiden mendapat tekanan dahsyat. Tapi, mengapa fitnah-fitnah ini masih mengejar saat kepemimpinan SBY telah selesai?

Perihal kerja keras pemerintahan era SBY yang diburamkan bahkan diklaim sepihak oleh penerusnya, belum separah pelbagai fitnah yang menimpa SBY sejak November 2016. SBY dituding sebagai dalang aksi 411 dan 211---faktanya, alumnus gerakan ini malah menyodorkan calon kepala daerah kepada koalisi Gerindra, PKS dan PAN.[2]

SBY difitnah hendak mengebom istana. Faktanya, hingga hari ini istana baik-baik saja. Ada sekelompok mahasiswa yang dikumpulkan di Cibubur, lalu bersepakat untuk unjukrasa ke DPR. Mendadak, tanpa koordinasi bus-bus pengantar massa malah berbelok ke Kuningan untuk mengeruduk kediaman SBY [3]. Pemilik Nissan Terano yang membawa logistik itu kabur tak tentu rimbanya---jika ia tak punya maksud jahat, mengapa harus kabur? Lalu ada insiden penyadapan ponselnya. Pencemaran nama baik oleh Antasari Azhar---yang sudah setahun berlalu tapi kasusnya tidak kunjung selesai. Lalu kesimpulan sesat FW atas "orang besar" di balik e-ktp ini.

Sudahlah! Jangan ajari SBY bagaimana laku bersabar. SBY jauh lebih juara ketimbang kita.

Advokat Machiavelli

Pahamkah Bung Mustain akan subtansi gugatan SBY? Yang digugat SBY adalah pernyataan Firman Wijaya (FW) di luar persidangan. Ini tak ada urusannya dengan proses persidangan.

FW diduga kuat telah menderaskan kesimpulan sesat, yang tragisnya dikutip media sekaliber kompas.com menulis : "Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya menilai, fakta persidangan berupa keterangan saksi telah mengungkap siapa sebenarnya aktor besar di balik proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono."[4]

Padahal Mirwan Amir, saksi yang dimaksud, tak pernah mengambil kesimpulan begitu. Mirwan Amir membantah bahwa kesaksiannya dimaksudkan untuk "untuk memojokkan pihak-pihak tertentu, termasuk SBY. Juga tidak ada tuduhan kepada SBY."[5] Jika saksinya saja membantah, apa landasan terbitnya kesimpulan menyesatkan FW?

Dugaan saya, FW sengaja demi keuntungan kliennya, Setya Novanto. Kita paham Setnov tengah berupaya jadi justice collaborator agar hukumannya bisa diperingan. Sesuai peraturan, syaratnya Setnov tidak boleh berstatus "otak utama" kasus mega korupsi e-KTP. [6]Alhasil, perlu dibentuk "sosok besar" di belakang mega korupsi e-KTP, dan pistol fitnah pun diarahkan ke SBY.

Salahkah bila SBY melawan? Apalagi perlawanannya secara konstitusional. Tidak sama sekali!

Dan lewat "This is My War", SBY menyerukan bahwa ini urusan SBY  dan FW. Ini urusan seorang warga negara dengan warga negara lainnya. Karena itu, SBY datang sendiri ke Bareskim. SBY duduk di kursi bilik penerimaan pengaduan masyarakat. Ia hanya ditemani sang istri dan pengacaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun