Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menggantung Nyawa di Gua Keraton

5 September 2016   13:50 Diperbarui: 5 September 2016   15:03 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ascending di Gua Keraton (Photo by Hadi)

Bagaimana rasanya menggantungkan nyawa di seutas tali dalam keadaan gelap gulita? Benarkah ada suara anak kecil tertawa dari dasar gua saat jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari? Hayuk ikut jalan-jalan masuk ke dalam perut bumi di Gua Keraton.

Berawal dari latihan Single Rope Technique (SRT) di rumah, terbersit ide untuk mempraktekkannya di lapangan dengan melakukan caving. Johan, rekan yang mengajari dan melatihku saat itu mengusulkan untuk melakukannya di Gua Ciduren. Gua yang konon (hanya) berkedalaman sekitar 17 meter. Malam itu juga, Johan segera menghubungi rekannya yang bermukim di Tajur. Sebagai seseorang yang expert di bidang Rope Access, tak sulit baginya untuk mendapatkan informasi. Basa basi sedikit, langsung ke tujuan dan kesepakatan tercapai. Deal! Kami berdua akan ke Gua Ciduren.

Alat segera di kumpulkan (baca : dipinjam.. hehehe) dari berbagai pihak. Johan mengusulkan untuk mengajak salah seorang rekan dari Indonesia Climbing Expedition (ICE) karena akan meminjam 2 set alatnya, aku setuju. Kami hanya punya waktu 2 hari untuk mengumpulkan alat. Jaya, rekan Johan yang bermukim di Tajur bersedia meminjamkan 1 set alatnya. Jadilah kami bertiga akan memiliki 4 set alat, termasuk alat rescue dan evakuasi yang di siapkan Johan.

Sekedar share saja bahwa faktor kelengkapan alat adalah hal mutlak dan wajib dilengkapi sebelum keberangkatan. Penelusuran gua adalah aktifitas yang sangat beresiko tinggi dan segala sesuatunya harus diperhitungkan. Stamina yang fit, peralatan lengkap, pengetahuan tentang medan gua yang akan di telusuri serta skill yang memadai adalah wajib hukumnya.

Kami bertiga, aku, Johan dan salah seorang kerabatnya tiba di Base Camp Linggih Alam yang terletak di Kampung Pekapuran Tajur sekitar jam 3 sore. Ncek, rekan dari ICE akan menyusul karena masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan di Jakarta. Di Linggih Alam kami bertemu Jaya, rekan yang akan mengantar kami menelusuri Gua Ciduren.

Setelah mengobrol cukup lama, terungkap bahwa Gua Ciduren terletak tak jauh dari Gua Keraton. Gua yang dulu pernah aku dan rekan-rekan di Ragunan Climbing Club (RCC) pernah akan kunjungi namun selalu batal karena berbagai penyebab. Aku cukup surprise saat Johan bertanya, “Bagaimana, kita putar haluan ke Gua Keraton?” Pertanyaan itu langsung aku jawab dengan antusias, “Kalau memungkinkan, kenapa tidak?” 

Ibarat sedang berlayar, koordinat tujuan langsung kami rubah haluan menuju Gua Keraton! Gua vertikal legendaris berkedalaman sekitar 85 meter. Jaya dan rekan-rekan Linggih Alam langsung bergerak membuat surat perijinan dan mengontak Karang Taruna Leuwi Karet. Beruntung, malam itu tak ada team yang akan masuk ke Gua Keraton. Sekedar berbagi bahwa untuk menelusuri Gua Keraton, diperlukan ijin dari pengelola setempat dalam hal ini Karang Taruna Leuwi Karet. Ijin itu harus diurus jauh-jauh hari sebelumnya, bisa langsung atau dengan bantuan rekan-rekan di Linggih Alam. Hal itu bertujuan untuk menghindari adanya penumpukan team di hari yang sama saat melakukan penelusuran, mengingat keterbatasan area beraktifitas di dalam gua.  

Ijin sudah dikantongi, sisa menunggu Ncek tiba dari Jakarta saat sebuah kendala baru timbul. Alat yang rencananya akan dipinjam dari rekan-rekan Linggih Alam ternyata tak bisa digunakan. Di saat yang bersamaan, rekan-rekan Linggih Alam juga akan melakukan pelatihan pemanjatan di Tebing Jeger, tak jauh dari lokasi basecamp. The show must go on, rencana tetap harus dilanjutkan. Setidaknya kami masih memiliki 3 set alat lengkap.

Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam saat kami bergerak meninggalkan basecamp. Kami terlebih dahulu mampir ke tempat Pak Eman untuk membayar biaya registrasi ke Karang Taruna Leuwi Karet. Setelah semuanya beres, kami bergerak melewati rumah-rumah penduduk yang sepertinya sudah terbang kea lam mimpi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam.

Malam yang dingin meski angin seperti tak berhembus, hanya ditemani suara jangkrik dan derap langkah sepatu bot yang kami kenakan menyusuri jalan beton menanjak. Dikomandani Jaya dan Bandot, rekan dari Linggih Alam yang mendampingi di susul Johan dan kerabatnya Eko, Ncek dan Aku berjalan paling terakhir menikmati kesenyapan alam tanah Sunda yang baru saja diguyur hujan lebat. Meski malam terasa dingin, keringat tetap mengucur dengan derasnya karena selain trek yang menanjak, di bahu kami juga terdapat beban peralatan yang cukup berat. Tali sepanjang 150 meter, puluhan carabiner, ascender dan descender, foot loop, wear pack, harness, helm dan peralatan lainnya. Aku sendiri harus memanggul carrier yang lumayan berat berisi peralatan…konsumsi! Hehehe

Persiapan Penelusuran Gua Keraton (Photo by Hadi)
Persiapan Penelusuran Gua Keraton (Photo by Hadi)
Setelah menelusuri rimbunan pepohonan mahoni, akhirnya kami tiba di Gua Keraton. Stalactite dan stalagmite yang cukup rendah menyambut kami. Dengan bantuan cahaya headlamp dan lilin, kami bisa menerangi kegelapan gua.  Semua peralatan dibuka. Johan, Eko dan Ncek segera menggantung hammock, sementara aku menyiapkan logistik. Rencananya kami akan beristirahat sejenak di dalam gua yang menjadi titik awal penelusuran. Penelusuran akan kami mulai jam 1 pagi setelah semua peralatan di setting. Johan, Jaya dan Ncek bertugas mempersiapkan Anchor Y sementara aku bertugas men-support mereka dengan menyiapkan kopi, snack dan tentunya doa agar mereka bisa cepat menyelesaikan tugasnya. Karena keterbatasan alat, akhirnya kami sepakat bahwa hanya 3 orang yang akan turun ke dasar gua. Jaya, Ncek dan Aku. Awalnya Johan juga akan ikut turun namun kami harus melakukan transfer alat yang tentunya akan cukup memakan waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun