Sudah baca artikel Aku Ajak Ibu Berkeliling Istana Bogor? Tulisan dalam rangka menyambut hari ibu ini masih akan berkisah tentang petualangan yang aku lakukan berdua Mama. Kali ini kami berdua akan menempuh jarak ribuan Kilometer menyusuri Kota Jogjakarta, Solo dan Semarang lewat jalur darat dari Jakarta.
Setelah semua perlengkapan masuk ke bagasi mobil, kami mulai meninggalkan Cibubur, daerah tempat tinggal kami. Mendung menggantung menghiasi langit Jakarta pagi itu. Diawali menyusuri jalan tol Jagorawi lalu keluar Jalan Toll Jakarta Outer Ring Road (JORR), kemacetan panjang khas Ibukota langsung menyambut. Kami akan mengambil jalur Cikampek lalu masuk ke jalan Toll Cipali. Mama yang duduk disampingku terlihat excited. Ini kali pertama beliau akan mengunjungi 3 kota yang akan menjadi tujuan kami. Sebenarnya sudah lama mama ingin ke Jogja namun karena kesibukan pekerjaan aku belum sempat mewujudkan keinginan beliau. Akhirnya aku bela-belain mengambil cuti beberapa hari untuk mengunjungi Kota Gudeg, sekalian mengunjungi kota-kota di sekitarnya, Solo dan Semarang.
Kota demi kota terlewati mulai dari Indramayu, Brebes, Tegal, hingga Pekalongan. Sesekali aku bertanya apakah mama capek dan ingin mampir istirahat. Namun mama selalu menjawab, “Ndak, Mama ndak apa-apa”. Biasalah ya orang tua, terkadang menyembunyikan rasa yang sebenarnya karena tidak ingin menyusahkan anaknya.
Menjelang dhuhur kami mampir di salah satu masjid di daerah Pekalongan. Selain untuk shalat dhuhur, aku juga ingin memberikan kesempatan buat Mama beristirahat sejenak. Usai shalat, kami membuka bekal makan siang yang kami bawa di halaman masjid. Perjalanan kembali di lanjutkan setelahnya.
Mama terlihat mulai mengantuk. Aku menepikan mobil dan membaringkan kursi agar beliau bisa tidur. Mobil pun aku jalankan perlahan agar tak mengganggu tidur beliau. Ini salah satu hal yang harus diperhatikan jika traveling bersama orang tua apalagi di usia menjelang 80 tahun seperti mama. Mereka gampang lelah dan butuh istirahat. Untungnya semua keperluan beliau sudah aku siapkan di bagasi mobil.
Menjelang senja, kami tiba di Semarang dan langsung menuju hotel yang sudah aku booking secara online di kawasan Simpang Lima. Sebuah Hotel Apartemen yang memiliki pantry. Hal itu sengaja aku pilih untuk mengantisipasi andai mama tetap ingin memasak makanan yang beliau sukai. Tak ada agenda kami malam itu. Sebenarnya aku ingin membawa Mama melihat-lihat kota Semarang di malam hari namun melihat kondisi beliau yang sudah kelelahan, lebih baik membiarkan beliau istirahat.
Pagi hari, kami dijemput Bagas, salah seorang rekan yang dulu pernah umroh bareng. Bagas bermukim di Semarang. Bagas sudah menganggap mama seperti mamanya sendiri. Saat umroh dia ikut membantuku mengurus mama. Kami sudah seperti keluarga sendiri. Bagas membawa kami sarapan di sebuah warung yang menjual makanan khas semarang. Apalagi kalau bukan lumpia dan bandeng presto. Kami bertiga makan dengan lahapnya.
Kami kembali menyusuri jalan raya Kota Semarang menuju jalan tol Bawen untuk selanjutnya menuju ke Solo melewati Kota Salatiga. Mama terlihat segar dan kembali excited melihat pemandangan di kiri kanan jalan tol sembari asyik mendengarkan lagu-lagu india kesukaan beliau. Hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 jam saat kami mulai memasuki Kota Solo. Hujan rintik-rintik menyambut kedatangan kami di kota asal Pak Jokowi itu. Aku mampir sejenak di salah satu masjid untuk shalat jumat. Mama menunggu di mobil dan akan shalat setelah Jemaah shalat jumat keluar.
Sebuah hotel di daerah Kalittan yang terletak hanya beberapa meter dari kediaman mantan Presiden Soeharto dan Ibu Tien sudah aku booking untuk tempat menginap kami. Hotel bergaya etnik Jawa itu konon dimiliki oleh salah satu keluarga Cendana. Lokasi hotel juga tak jauh dari Keraton Mangkunegaran.
Malam harinya aku mengajak mama jalan-jalan menikmati Kota Solo yang sorenya habis diguyur hujan. Kami melewatkan makan malam di Omah Sinten, restoran favoritku jika berkunjung ke Solo. Restoran yang berada di seberang Istana Mangkunegaran itu aku suka karena bergaya ethnic dengan rumah joglo sebagai bangunan utamanya. Makanan yang disajikan juga khas Kota Solo. Dengan disinari cahaya lilin, kami berdua melewatkan makan malam yang sangat romantis. Mama terlihat melahap habis semua makanan yang kami pesan. “Enak !” hanya itu komentar mama. Usai makan malam, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Hujan rintik-rintik kembali menetes dari langit Kota bersejarah itu.
Usai sarapan kami langsung check out dari hotel di pagi harinya. Aku mengajak Mama mampir sejenak di Keraton Kasunanan Solo. Karena hari masih pagi, keraton belum buka. Kami hanya berfoto-foto di depannya dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Kota Gudeg, Jogja.
Usai memarkir mobil, kami mulai melewati tangga-tangga yang semakin lama semakin menanjak. Awalnya mama menolak untuk naik karena merasa tak kuat berjalan. Aku meyakinkan beliau bahwa tempatnya tak terlalu tinggi dan bisa beristirahat jika lelah. Mama menuruti dan aku menuntun tangan beliau. Jika lelah, kami mampir istirahat di bangku-bangku yang banyak tersedia di pinggir tangga.
Setelah berjuang dengan susah payah, akhirnya kami bisa tiba di pintu gerbang kawasan candi yang hingga sekarang masih menjadi misteri itu. Di beberapa catatan sejarah sudah dijelaskan bahwa candi yang ditemukan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790 itu adalah bekas keraton. Ada juga yang menyatakan bahwa Candi Ratu Boko adalah Candi Ratu Bilqis yang dipindahkan ke Baitul Maqdis di Palestina saat zaman Nabi Sulaiman. Entahlah, yang jelas pemandangan lokasi candi yang terbilang unik itu sangat indah. Tak heran jika tempat itu sering dijadikan tempat syuting film atau pemotretan.
Usai dari Candi Ratu Boko, kami kembali melanjutkan perjalan dengan tujuan Candi Borobudur di Magelang. Cuaca panas di Prambanan dan Ratu Boko mulai berganti mendung pertanda akan turun hujan. Mama yang terlihat kelelahan dan mengantuk kembali tertidur di mobil.
Hujan deras menyambut kedatangan kami di Jogja. Rencana untuk melewatkan malam di Malioboro pupus sudah. Aku juga melihat mama sudah sangat kelelahan. Aku segera menuju hotel yang terletak di dekat alun-alun keraton menembus derasnya hujan yang mengguyur. Malam itu kami beristirahat melepaskan lelah setelah mengunjungi 3 candi bersejarah di pusat Pulau Jawa.
Lelah berkeliling, kami menuju ke Pasar Beringharjo untuk berbelanja batik. Hujan kembali turun dengan derasnya. Akhirnya kami memilih salah satu toko Batik di depan pasar yang memiliki restoran di lantai atasnya. Mama membeli beberapa kain batik lalu selanjutnya naik ke lantai atas untuk makan siang. Terpancar kelelahan namun bahagia di raut wajah beliau. Usai makan siang, kami meninggalkan Kota Gudeg untuk kembali ke Jakarta. Sepanjang jalan mama hanya tertidur, beliau sangat kelelahan. Aku menjalankan mobil perlahan agar tidak mengganggu tidur beliau. Sesekali aku lirik wajah mama yang tertidur lelap karena kelelahan. Aku menyetir perlahan.
Berbeda dengan waktu berangkat, saat pulang aku memilih jalur tengah pulau Jawa. Meskipun ada rasa lelah menyusuri 3 kota di tengah Pulau Jawa dalam waktu singkat, namun rasa bahagia bisa menyenangkan mama berjalan-jalan menutupi semua rasa lelah itu. Tergumam rasa syukur karena diberi kesempatan dan waktu oleh-Nya untuk membahagiakan wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku. Lelah dan kasih beliau tak akan pernah bisa terbalas.
*Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H