Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjelajah Joglo Semar Berdua Ibu

18 Desember 2015   07:29 Diperbarui: 18 Desember 2015   08:57 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah baca artikel Aku Ajak Ibu Berkeliling Istana Bogor? Tulisan dalam rangka menyambut hari ibu ini masih akan berkisah tentang petualangan yang aku lakukan berdua Mama. Kali ini kami berdua akan menempuh jarak ribuan Kilometer menyusuri Kota Jogjakarta, Solo dan Semarang lewat jalur darat dari Jakarta.

Setelah semua  perlengkapan masuk ke bagasi  mobil, kami mulai meninggalkan Cibubur, daerah tempat tinggal kami. Mendung menggantung menghiasi langit Jakarta pagi itu. Diawali menyusuri jalan tol Jagorawi lalu keluar Jalan Toll Jakarta Outer Ring Road (JORR), kemacetan panjang khas Ibukota langsung menyambut. Kami akan mengambil jalur Cikampek lalu masuk ke jalan Toll Cipali. Mama yang duduk disampingku terlihat excited. Ini kali pertama beliau akan mengunjungi 3 kota yang akan menjadi tujuan kami. Sebenarnya sudah lama mama ingin ke Jogja namun karena kesibukan pekerjaan aku belum sempat mewujudkan keinginan beliau. Akhirnya aku bela-belain mengambil cuti beberapa hari untuk mengunjungi Kota Gudeg, sekalian mengunjungi kota-kota di sekitarnya, Solo dan Semarang.

Kota demi kota terlewati mulai dari Indramayu, Brebes, Tegal, hingga Pekalongan. Sesekali aku bertanya apakah mama capek dan ingin mampir istirahat. Namun mama selalu menjawab, “Ndak, Mama ndak apa-apa”.  Biasalah ya orang tua, terkadang menyembunyikan rasa yang sebenarnya karena tidak ingin menyusahkan anaknya.

Menjelang dhuhur kami mampir di salah satu masjid di daerah Pekalongan. Selain untuk shalat dhuhur, aku juga ingin memberikan kesempatan buat Mama beristirahat sejenak. Usai shalat, kami membuka bekal makan siang yang kami bawa di halaman masjid. Perjalanan kembali di lanjutkan setelahnya.

Mama terlihat mulai mengantuk. Aku menepikan mobil dan membaringkan kursi agar beliau bisa tidur. Mobil pun aku jalankan perlahan agar tak mengganggu tidur beliau. Ini salah satu hal yang harus diperhatikan jika traveling bersama orang tua apalagi di usia menjelang 80 tahun seperti mama. Mereka gampang lelah dan butuh istirahat. Untungnya semua keperluan beliau sudah aku siapkan di bagasi mobil.

Menjelang senja, kami tiba di Semarang dan langsung menuju hotel yang sudah aku booking secara online di kawasan Simpang Lima. Sebuah Hotel Apartemen yang memiliki pantry. Hal itu sengaja aku pilih untuk mengantisipasi andai mama tetap ingin memasak makanan yang beliau sukai. Tak ada agenda kami malam itu. Sebenarnya aku ingin membawa Mama melihat-lihat kota Semarang di malam hari namun melihat kondisi beliau yang sudah kelelahan, lebih baik membiarkan beliau istirahat.

Setiba di hotel, aku mengatur sebuah makan malam di roof top hotel tempat kami menginap yang terletak di lantai 20. Sengaja tempat itu aku pilih agar kami tak perlu keluar hotel untuk makan malam. Usai shalat isya, aku mengajak mama ke restoran di roof top dan melewatkan makan malam di sana. Pemandangan malam kota Semarang dari ketinggian membuat mama terkagum-kagum. Kami melewatkan waktu dengan mengobrol banyak hal. "Ahhhh…indahnya malam itu…"

Pagi hari, kami dijemput Bagas, salah seorang rekan yang dulu pernah umroh bareng. Bagas bermukim di Semarang. Bagas sudah menganggap mama seperti mamanya sendiri. Saat umroh dia ikut membantuku mengurus mama. Kami sudah seperti keluarga sendiri.  Bagas membawa kami sarapan di sebuah warung yang menjual makanan khas semarang. Apalagi kalau bukan lumpia dan bandeng presto. Kami bertiga makan dengan lahapnya.

Usai sarapan, bagas membawa kami berjalan-jalan menuju Masjid Agung Jawa Tengah.  Masjid bergaya Jawa dan Romawi itu adalah salah satu kebanggan Kota Semarang dan Jawa Tengah. Masjid yang di resmikan tahun tahun 2006 oleh presiden SBY itu sangat unik. Bangunan utama masjid yang memiliki atap limas joglo khas jawa dengan kubah besar.Terdapat  4 buah menara yang sepintas mirip menara yang ada di Masjid Nabawi, demikian dengan payung yang terlipat, sama persis dengan payung yang ada di Kota Rasul itu. Yang unik adalah terdapatnya pilar-pilar yang mengelilingi halaman depan masjid yang mirip bangunan koloseum Romawi berhias kaligrafi. Sangat indah…

Kami berfoto di halaman masjid sambil bernostalgia dengan Bagas tanpa terasa  panas matahari mulai menyengat. Aku mengajak mama dan Bagas untuk beranjak agar mama tidak kepanasan. Kami lalu menuju ke area parkir mobil dan bergerak ke landmark kota Semarang, Lawang Sewu. Setelah membelah kemacetan Kota Lumpia itu, kami tiba di depan Lawang Sewu. Sayang sekali saat itu sedang ada event dan kami tak diizinkan untuk masuk ke dalam kecuali tamu undangan. Tak mengapa karena matahari mulai bersinar terik. Aku tetap menjaga agar mama tidak terlalu kelelahan akibat panas terik. Kami hanya berfoto di depannya dan meminta Bagas untuk kembali ke Hotel. Kami akan mengambil mobil dan akan segera bergerak menuju destinasi berikutnya, Kota Solo.

Kami kembali menyusuri jalan raya Kota Semarang menuju jalan tol Bawen untuk selanjutnya menuju ke Solo melewati Kota Salatiga. Mama terlihat segar dan kembali excited melihat pemandangan di kiri kanan jalan tol sembari asyik mendengarkan lagu-lagu india kesukaan beliau. Hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 jam saat kami mulai memasuki Kota Solo. Hujan rintik-rintik menyambut kedatangan kami di kota asal Pak Jokowi itu. Aku mampir sejenak di salah satu masjid untuk shalat jumat. Mama menunggu di mobil dan akan shalat setelah Jemaah shalat jumat keluar.

Sebuah hotel di daerah Kalittan yang terletak hanya beberapa meter dari kediaman mantan Presiden Soeharto dan Ibu Tien sudah aku booking untuk tempat menginap kami. Hotel bergaya etnik Jawa itu konon dimiliki oleh salah satu keluarga Cendana. Lokasi hotel juga tak jauh dari Keraton Mangkunegaran.

Usai check in dan menyimpan barang di kamar, aku mengajak mama untuk keluar jalan-jalan. Tujuan kami adalah Keraton Mangkunegaran. Karena hari jumat dan saat itu hujan rintik-rintik, tak banyak orang di dalam keraton. Sayang sekali hari itu Istana Mangkunegaran tutup untuk umum. Kami hanya bisa mengambil foto di halaman istana dan pendopo utama. Rintik hujan masih saja turun. Aku mengajak mama kembali ke hotel agar tak kehujanan sekalian memberikan kesempatan beliau untuk istirahat.

Malam harinya aku mengajak mama jalan-jalan menikmati Kota Solo yang sorenya habis diguyur hujan. Kami melewatkan makan malam di Omah Sinten, restoran favoritku jika berkunjung ke Solo. Restoran yang berada di seberang Istana Mangkunegaran itu aku suka karena bergaya ethnic dengan rumah joglo sebagai bangunan utamanya. Makanan yang disajikan juga khas Kota Solo. Dengan disinari cahaya lilin, kami berdua melewatkan makan malam yang sangat romantis. Mama terlihat melahap habis semua makanan yang kami pesan. “Enak !” hanya itu komentar mama. Usai makan malam, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Hujan rintik-rintik kembali menetes dari langit Kota bersejarah itu.

Usai sarapan kami langsung check out dari hotel di pagi harinya. Aku mengajak Mama mampir sejenak di Keraton Kasunanan Solo. Karena hari masih pagi, keraton belum buka. Kami hanya berfoto-foto di depannya dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Kota Gudeg, Jogja.

Sebelum ke Jogja, kami terlebih dahulu mampir ke Candi Prambanan di Klaten. Hari itu hari Sabtu dan cukup banyak pengunjung terlihat di kawasan Candi Roro Jongrang itu. Aku membawa mama berkeliling sambil mengambil foto beliau. Usai melihat-lihat dan berfoto disekitaran candi, kami bergerak kembali.  Kali ini tujuan kami adalah Candi Ratu Boko yang terletak 3 km dari Candi Prambanan. Kami sudah membeli tiket terusan di Candi Prambanan dan tak perlu membeli tiket lagi di Candi Ratu Boko. Perjalanan berkelok-kelok dan mendaki membuat mama bertanya, “Candinya di gunung?” yang aku jawab, “Nggak ma, hanya bukit kok, kita bisa parkir mobil dekat candi”

Usai memarkir mobil, kami mulai melewati tangga-tangga yang semakin lama semakin menanjak. Awalnya mama menolak untuk naik karena merasa tak kuat berjalan. Aku meyakinkan beliau bahwa tempatnya tak terlalu tinggi dan bisa beristirahat jika lelah. Mama menuruti dan aku menuntun tangan beliau. Jika lelah, kami mampir istirahat di bangku-bangku yang banyak tersedia di pinggir tangga.

Setelah berjuang dengan susah payah, akhirnya kami bisa tiba di pintu gerbang kawasan candi yang hingga sekarang masih menjadi misteri itu. Di beberapa catatan sejarah sudah dijelaskan bahwa candi yang ditemukan oleh  Van Boeckholzt pada tahun 1790 itu adalah bekas keraton. Ada juga yang menyatakan bahwa Candi Ratu Boko adalah Candi Ratu Bilqis yang dipindahkan ke Baitul Maqdis di Palestina saat zaman Nabi Sulaiman. Entahlah, yang jelas pemandangan lokasi candi yang terbilang unik itu sangat indah. Tak heran jika tempat itu sering dijadikan tempat syuting film atau pemotretan.

Aku lalu mengambil foto mama berlatar gerbang candi Ratu Boko. Setelah beristirahat sejenak, kami turun dan makan siang di restoran yang ada di dekat pintu keluar. Dari teras restoran, terlihat dengan jelas kompleks Candi Prambanan.

Usai dari Candi Ratu Boko, kami kembali melanjutkan perjalan dengan tujuan Candi Borobudur di Magelang. Cuaca panas di Prambanan dan Ratu Boko mulai berganti mendung pertanda akan turun hujan. Mama yang terlihat kelelahan dan mengantuk kembali tertidur di mobil.

Menjelang pukul 3 sore, kami tiba di Candi Borobudur. Banyak sekali pengunjung sore itu. Setelah membeli karcis masuk, aku menuntun mama memasuki kawasan Candi terbesar di dunia itu. Setelah melewati halaman yang ditumbuhi pepohonan, kami tiba di bawah anak tangga. Lagi-lagi mama menolak untuk naik ke atas karena merasa tak sanggup. Aku kembali meyakinkan beliau bahwa dengan berjalan pelan beliau bisa tiba di pelataran atas candi. Mama setuju dan aku kembali menuntun beliau. Meski dengan susah payah, akhirnya kami tiba di halaman Borobudur. Hujan rintik-rintik kembali turun. Kami berteduh di bawah tenda yang ada di sudut halaman candi. Mama sudah tak sanggup naik ke atas candi dan mempersilahkanku ke atas seorang diri untuk mengambil gambar. Saat hujan reda, aku naik ke atas untuk mengambil beberapa foto. Aku mengambil route dimana aku bisa tetap memonitor mama yang menungguku seorang diri di bawah. Setelah mengambil beberapa gambar stupa, aku turun menemui mama. Tak lupa memotret mama dengan Candi Borobudur sebagai background. Aku lalu mengajak beliau turun karena hari mulai gelap. Kami kembali menyusuri jalan raya menuju ke kota pemberhentian terakhir hari itu, Jogjakarta.

Hujan deras menyambut kedatangan kami di Jogja. Rencana untuk melewatkan malam di Malioboro pupus sudah. Aku juga melihat mama sudah sangat kelelahan. Aku segera menuju hotel yang terletak di dekat alun-alun keraton menembus derasnya hujan yang mengguyur. Malam itu kami beristirahat melepaskan lelah setelah mengunjungi 3 candi bersejarah di pusat Pulau Jawa.

Keesokan harinya, aku mengajak Mama jalan-jalan ke Keraton Jogja. Salah seorang keponakanku yang sedang menempuh pendidikannya di Kota Pelajar itu ikut bergabung. Bertiga kami memasuki Keraton, tempat yang sangat ingin mama kunjungi. Hari ini keinginan itu terkabul. Tak lupa aku mengambil foto beliau di beberapa sudut keraton.

Lelah berkeliling, kami menuju ke Pasar Beringharjo untuk berbelanja batik. Hujan kembali turun dengan derasnya. Akhirnya kami memilih salah satu toko Batik di depan pasar yang memiliki restoran di lantai atasnya. Mama membeli beberapa kain batik lalu selanjutnya naik ke lantai atas untuk makan siang. Terpancar kelelahan namun bahagia di raut wajah beliau. Usai makan siang, kami meninggalkan Kota Gudeg untuk kembali ke Jakarta. Sepanjang jalan mama hanya tertidur, beliau sangat kelelahan. Aku menjalankan mobil perlahan agar tidak mengganggu tidur beliau. Sesekali aku lirik wajah mama yang tertidur lelap karena kelelahan. Aku menyetir perlahan.

Berbeda dengan waktu berangkat, saat pulang aku memilih jalur tengah pulau Jawa. Meskipun ada rasa lelah menyusuri 3 kota di tengah Pulau Jawa dalam waktu singkat, namun rasa bahagia bisa menyenangkan mama berjalan-jalan menutupi semua rasa lelah itu. Tergumam rasa syukur karena diberi kesempatan dan waktu oleh-Nya untuk membahagiakan wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku. Lelah dan kasih beliau tak akan pernah bisa terbalas.

 

 *Sumber Foto : Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun