Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Eloknya Kota Warisan Dunia di Melaka Malaysia

2 Desember 2015   15:02 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:15 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru saja berjalan beberapa langkah saat mataku menangkap sebuah benda yang terasa unik berada di sini, kincir angin.  Benda asal Negeri Belanda itu berdiri dengan gagahnya dan masih bisa berputar saat dihembus angin. Seharusnya tak perlu heran karena tanah yang aku pijak itu pernah menjadi jajahan Belanda di tahun 1641 silam.  Kembali aku terkagum-kagum dengan negeri  jiran ini dalam memelihara peninggalan masa lalu. Tak heran jika UNESCO menetapkannya sebagai The World Heritage City di tahun 2008.

Di dekat kincir angin itulah terletak gereja Katolik yang dibangun pada zaman penjajahan Portugis tahun 1641. Bangunan yang masih berdiri tegak dan kokoh itu kerap menjadi landmark atau icon Kota Melaka. Sebuah taman dengan fountain  di depannya semakin mempercantik bangunan gereja tertua di Malaysia itu. Bukan hanya gereja, sebuah menara yang modelnya mirip menara masjid di Kudus berdiri dengan anggun. Itulah Menara Tang Beng Swee yang dibangun di tahun 1886. Di sampingnya berdiri pula Melaka Art Gallery atau Balai Seni lukis Melaka yang dibangun tahun 1931. Uniknya, ketiga bangunan bersejarah ini memiliki warna yang sama, merah bata. Aku berhenti  sejenak mengambil beberapa foto. Aku beristirahat sejenak di bangku di tepi sungai dengan pemandangan langsung menghadap Hard Rock Café.

Matahari sudah mulai tinggi saat jam menunjukkan pukul 9 pagi. Aku memutuskan kembali ke hotel untuk mandi lalu kembali mengeksplor keindahan dan keunikan kota Melaka yang sarat sejarah. Sudah tahukah bahwa negeri Melaka yang menjadi cikal bakal Malaysia di bangun oleh salah seorang raja asal Indonesia? Nanti aja bahas sejarahnya ya, cukup panjang…

Aku baru berjalan meninggalkan hotel tepatnya di depan menara Taming Sari, mataku tertuju pada sebuah benda unik di jalan raya, mobil bebek. Yah, mobilnya berbentuk bebek. Terdorong rasa penasaran, aku mendekati petugas yang tampak sedang mengarahkan penumpang untuk naik ke atas mobil. Itulah mobil Duck Tour, mobil amphibi yang bisa berjalan di daratan dan lautan. Sebelum naik aku di arahkan ke counter penjualan tiket untuk bisa mengikuti tour si bebek. Tak pakai lama, tiket seharga RM 45 (sekitar 150 ribu rupiah) sudah ditangan. Harga itu khusus untuk turis sedangkan untuk penduduk lokal hanya membayar RM 38 atau 130 ribu rupiah.

Setelah semua penumpang duduk di nomor kursi masing-masing, si bebek mulai bergerak menyusuri jalan-jalan kota. Penjelasan tentang area yang dilewati terdengar dari sebuah pengeras suara yang diputar dari sebuah CD player. Si bebek jalan perlahan membelah lalu lintas kota di pagi menjelang siang nan sejuk itu. Mall dan pusat perbelanjaan mendominasi kota. Berselang 5 menit, mobil berbelok kanan menuju selat Melaka. Saat tiba di pinggir laut, si bebek berhenti beberapa saat. Ternyata terjadi pergantian supir dan selanjutnya…byurrrr….si bebek mulai ‘berenang’ di atas laut. Di sebelah kanan berdiri masjid terapung, Mesjid Selat Melaka. Design dan strukturnya mengingatkanku pada masjid terapung yang ada di Kota  Makassar dan Kota Jeddah di Arab Saudi.  Dari kejauhan terlihat gedung-gedung hotel dan apartement  serta Menara Taming Sari.

Bebek terus melaju mengarungi lautan Selat Melaka selama 10 menit hingga putar haluan kembali menuju masjid terapung. Sebelum kembali ke daratan terlebih dahulu sang bebek harus di bilas dengan air yang menyemprot ke dua sisinya dan kembali ‘melenggang’ dengan santainya menyusuri jalan raya. Kami kembali ke tempat awal di depan Menara Taming Sari. Usailah sudah petualangan 30 menit bersama Duck Tour, mobil amphibi yang dikhususkan untuk membawa pelancong berkeliling di dua alam, daratan dan lautan Selat Melaka.

Setelah turun dari si bebek, aku segera menuju tiket counter untuk naik dan melihat panorama Melaka dari ketinggian, Menara Taming Sari. Nama Taming Sari sendiri diambil dari nama keris sakti yang diperebutkan oleh Hang Tuah dan Hang Jebat, sahabat yang akhirnya saling bunuh karena… ahh nanti saja bahas sejarahnya… kita jalan-jalan ke puncak menara dulu yuk….

Usai mendapat tiket seharga RM 20 (sekitar 65 ribu rupiah) kami mendapat sebotol air dan kue dalam paper box. Tak ada perbedaan harga tiket untuk turis dan penduduk lokal. Aku lalu ikut antrian yang sudah lumayan panjang. Setelah kapsul kaca itu turun, kami dipersilahkan masuk setelah semua penumpang sebelumnya keluar. Kami dipersilahkan memilih kursi yang masing-masing dilengkapi teropong.  Sesaat kemudian kapsul kaca mulai bergerak perlahan ke atas sambil memutar. Anak-anak yang ikut dalam rombonganku terdengar tertawa kegirangan sambil menunjuk benda atau bangunan yang mereka anggap lucu. Sementara aku? Tiada lain pasti motret lah…

Sungguh indah pemandangan dari ketinggian 80 meter di Menara Taming Sari ini. Bisa berputar 360 derajat dan menyajikan panorama kota dan selat Melaka yang sangat spektakuler. Museum samudera, Sungai Melaka dengan air yang kehijauan berada di bawah . Mungkin agak bingung karena pagi tadi aku melihat air sungai berwarna kecoklatan dan siang ini aku melihatnya berwarna hijau. Benar kan? Penasaran? Jawabannya nanti yaa…terus saja baca…

Setelah berputar perlahan di puncak menara, kapsul kaca mulai berputar turun. Terasa putaran saat turun lebih cepat dan kami pun tiba kembali di shelter bawah. Usailah sudah perjalanan ‘mendaki’ puncak menara dalam waktu 7 menit. Sebuah pengalaman yang luar biasa.

Aku kembali berjalan menyusuri jalan raya di sisi Museum Samudera. Dibelakangnya mengalir sungai Melaka dengan air berwarna hijau. Jika pagi tadi airnya berwarna kecoklatan, hal itu disebabkan karena sinar matahari belum muncul. Setelah agak siang dan matahari mulai bersinar dengan terik, saat itulah ganggang dan alga yang ada di dalam sungai mulai beraktifitas di permukaan sungai. Ganggang dan alga yang berwarna hijau itulah yang terpancar dan menimbulkan efek warna kehijauan di permukaan sungai. Menarik bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun