Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kampung Komodo, Derita di Balik Keindahan Pulau Komodo

19 November 2015   15:15 Diperbarui: 19 November 2015   19:01 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keindahan Pulau Komodo di Flores pasti sudah tak diragukan lagi. Rentetan pegunungan eksotis kecoklatan berpadu dengan gradasi air laut dari biru hingga kehijauan sungguh mempesona. Bentangan pantai berpasir putih hingga pink melengkapi keindahan lukisan alam di sana. Keindahan bawah lautnya laksana magnet yang selalu memanggil para penyelam.  Tentunya pesona magic dari sang primadona yang masuk dalam the 7 wonder of the world tetap tak terkalahkan, Komodo (Varanus komodoensis).

Namun tahukah anda bahwa dibalik keindahan dan pesona pulau itu ternyata ada sekelompok masyarakat negeri ini yang hidupnya terancam oleh kehadiran sang naga raksasa? Bukan hanya terancam namun tingkat dan taraf kehidupan sebagian dari mereka masih boleh dikatakan memprihatinkan. Merekalah masyarakat yang tinggal di perkampungan nelayan Pulau Komodo yang lebih dikenal dengan nama Kampung Komodo.

Saat menikmati keindahan dan pesona Pulau Komodo beberapa waktu lalu, aku menyempatkan diri singgah dan melihat-lihat kondisi masyarakat nelayan yang ada di sana. Sejak menginjakkan kaki di dermaga sederhana dan disambut oleh puluhan anak-anak kecil, nuansa ‘kesederhanaan’ sudah aku rasakan. Anak-anak itu datang ke dermaga tanpa alas kaki dan baju yang mereka kenakan pun terlihat sobek di beberapa bagian.

Saat melangkah kaki menyusuri jalan-jalan di tengah-tengah perkampungan, kondisi memprihatinkan terlihat dengan jelas. Rumah-rumah yang didominasi rumah panggung, dinding penuh tambalan dan beberapa rumah terlihat hampir roboh.

Aku ditemani Anak Buah Kapal (ABK) yang mengantarku berkeliling kampung. Kami melewati sela-sela rumah panggung menyaksikan aktifitas di minggu pagi nan cerah itu. Beberapa masyarakat menyapaku dengan senyum ramah dan hangat khas pedesaan. Ada rasa haru menyelinap dalam sanubari menyaksikan kehidupan di perkampungan ini. Sejujurnya aku tak pernah menyangka bahwa di balik pesona keindahan Pulau Komodo yang tersiar ke seantero jagad ini menyimpan sepenggal kehidupan masyarakat nelayan yang memprihatinkan.

Tak ada listrik di kampung ini, yang ada hanya generator yang digunakan mulai dari sore hingga jam 10 malam. Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah nelayan. Sebagian menggunakan keahlian mereka dalam mengukir untuk membuat souvenir berupa patung komodo. Hasil kerajinan itu akan dijual di souvenir shop yang ada di Labuan Bajo atau yang ada di dua shelter untuk melihat Komodo yakni di Loh Liang (Pulau Komodo) dan Loh Buaya (Pulau Rinca). Meskipun berdasarkan sebuah survey menyebutkan bahwa 60% wisatawan yang berkunjung ke Komodo tidak membeli souvenir.

 

Ada satu informasi yang membuatku terhenyak dibalik semua hal yang aku lihat pagi itu di sampaikan oleh ABK yang mendampingiku. Beberapa orang di kampung ini pernah menjadi korban atau mangsa komodo. Kebanyakan dari mereka adalah anak kecil dan orang tua. Tak heran karena meskipun terlihat pelan dan lamban dalam bergerak namun komodo dapat berlari hingga 20 km/jam. Cakar dan ekor yang tajam juga dapat membuat mangsanya tak berkutik jika tertangkap. Ditambah lagi dengan air liurnya yang mengandung puluhan bakteri mematikan.

Kami juga sempat menyambangi sekolah yang ada di perkampungan itu. Selain sekolah, fasilitas ibadah berupa masjid juga tersedia di sana. Sebelum mengakhiri kunjungan ke kampung nan sederhana itu, aku menyempatkan diri untuk mampir menyaksikan proses pembuatan patung Komodo yang dibuat oleh salah seorang masyarakat di sana.
Matahari sudah meninggi saat kami berjalan kembali ke dermaga untuk kembali mengeksplor keindahan perairan pulau di timur Nusantara ini. Sebuah janji terbersit untuk kembali lagi ke sini suatu hari nanti dengan melakukan sesuatu yang bisa membantu masyarakat di Kampung Komodo. Setidaknya dengan membeli  souvenir hasil kerajinan tangan masyarakat. Hal itu akan sangat membantu mereka khususnya di musim dimana nelayan tidak melaut karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Jadi kalau suatu saat berwisata ke Pulau Komodo, ingat untuk membeli souvenir ya?

*Sumber Foto : Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun