"Andai serpihan surga jatuh ke bumi, mungkin jatuhnya di Kashmir". Begitu bunyi ungkapan yang pernah aku baca dan ungkapan sepotong kalimat itulah yang terekam di dalam hati dan pikiranku dan menjadikannya sebuah tujuan perjalananku selanjutnya.
Sesaat sebelum pesawat yang aku tumpangi touch down, aku sudah bersemangat melongok ke bawah melalui jendela pesawat dengan perasaan tak menentu. Betapa tidak, aku akan menginjakkan kaki di sebuah tempat yang konon ibarat surga dunia. Kalau di dunia saja surganya sudah indah, bagaimana nanti surga di akhirat. Dari atas pesawat sesekali tampak barisan Pegunungan Himalaya yang puncak-puncaknya diselimuti salju dari kejauhan, hamparan padang rumput, serta kotak-kotak warna merah bata yang pastinya adalah rumah penduduk. Dengan tak sabar, aku seperti ingin segera mendaratkan pesawat yang aku tumpangi agar bisa segera menyentuh dan menyapa surga dunia dan penghuninya.
Sesaat setelah tiba di Srinagar International Airport, satu-satunya airport yang ada di Kashmir aku disambut dengan sebuah kejutan di mana di depan pintu keluar garbarata, banyak sekali tentara (atau polisi?) bersenjata laras panjang dengan wajah tanpa senyum. Wah, surga dunia ini pasti berharga dan bernilai sekali karena airport-nya saja dijaga oleh tentara bersenjata lengkap, tapi kenapa dia tidak tersenyum ya, bukankah orang di surga itu harusnya banyak tersenyum?
Setelah mengambil bagasi di conveyor belt, dan berjalan meninggalkan terminal kedatangan, lagi-lagi aku disambut oleh para 'penghuni surga' yang menawarkan tumpangan taxi menuju ke Danau Dal tempat houseboat-ku berada. Karena saat itu aku akan dijemput rekanku yang sudah tiba duluan, tentu saja aku menolak dengan halus. Sesaat setelah aku bertemu dengan rekanku dan berjalan ke parkiran mobil, seorang yang mengaku "Tourist Police" dan meminta kami menunjukkan mobil yang akan kami tumpangi. Polisi tadi mengawal kami ke tempat parkiran mobil untuk membuktikan bahwa mobil yang menjemput kami adalah mobil yang boleh beroperasi di airport. Setelah tiba di mobil yang rekanku rental, akhirnya polisi itu 'berbicara keras' ke sopir dan dia memberi tahu kami bahwa mobil itu tidak memiliki ijin untuk beroperasi di airport. Dia baru berlalu setelah sang sopir menyelipkan selembar 100 rupees ke kantongnya. Ah... sebuah sambutan yang sangat indah dari salah satu penghuni surga.
Kami lalu meninggalkan airport menuju Danau Dal, di mana aku akan tinggal selama di Kashmir. Sama seperti saat pertama turun dari pesawat, sepanjang jalan menuju ke area Danau Dal pun dijaga ketat oleh banyak polisi dan tentara India yang nongkrong di pinggir jalan dan bersenjata lengkap. Sayang sekali aku tidak bisa mengambil gambar mereka karena jika ketahuan akan membuat masalah.
Di sepanjang jalan aku mencoba meyakinkan diriku bahwa aku sedang berada di 'surga' walaupun itu sangat sulit aku lakukan. Betapa tidak, pemandangan sepanjang jalan sangat kontras untuk aku sebut sebuah surga. Lalu lintas yang semrawut, rumah-rumah yang tak beraturan, cuaca panas dan debu beterbangan ibarat sebuah welcome dance yang tersajikan ke hadapanku. Apalagi saat mobil sudah mendekati wilayah kota. Banyak sekali bangunan tua dan kuno yang tidak terawat, serta carut-marut pedagang kaki lima dan satu hal yang mengganggu... suara klakson!Sepertinya para pengendara di 'surga' ini banyak yang tidak sabaran.
Aku baru sedikit terhibur saat tiba di sisi Danau Dal. Bentangan danau serta jejeran house boat begitu juga shikara (perahu khas kashmir yang berhias) parkir di pinggir danau menjadi pemandangan yang bisa aku kategorikan 'surga kecil'. Tariq, pemilik Retreet Houseboat yang sudah aku booking ternyata sudah menungguku di tepi Gate 7 untuk selanjutnya membawa kami 'check in'. Dengan menumpang sebuah perahu kecil, Tariq mendayung melewati sela-sela houseboat lainnya. Houseboat kami terletak agak di tengah Danau Dal. Beberapa tanaman liar, eceng gondok, serta sampah plastik mengapung di atas air danau yang berwarna hijau, menjadi sedikit goresan mengganggu keindahan lukisan surga ini.
Retreet House Boat tempat aku akan menginap selama 3 hari di Kashmir berbentuk sebuah perahu dengan tatanan sebuah rumah di atasnya. Sebuah ruang tamu berkarpet tebal dengan lampu kristal dan sebuah TV, jendela berhias gordyn warna-warni serta ornamen-ornamen berukir yang cantik mirip ukiran khas Jepara dan Bali di Indonesia menjadi pemandangan yang cukup menenangkan mengingat tempat ini akan jadi 'istanaku' sementara di surga dunia ini. Ruang tidur dilengkapi dengan bath tub dengan hot and cold water sepertinya memang disiapkan pemilik houseboat agar para tamu betah di surga dunia ini.
Setelah menyimpan barang dan beristirahat sejenak, aku lalu mengajak Tariq untuk berkeliling ke area di sekitar danau untuk sight seeing. Tariq lalu mengajak kami ke pasar dan nantinya akan menanti bedug buka puasa di restoran salah seorang teman yang aku kenal di Facebook. Perjalanan berkeliling pasar itu akan aku ceritakan di artikel lain yaa.
Malam harinya aku mengajak Tariq dan sepupunya untuk menyusuri danau dan mereka setuju. Kami lalu mendayung bergantian menikmati pemandangan malam sekitar danau yang memang sangat indah dah syahdu. Cahaya warna-warni yang berasal dari houseboat membuat danau ini menjadi sangat indah. Kami beranjak kembali ke houseboat karena malam sudah semakin larut dan kami masih harus bangun pagi untuk sahur, walaupun di Indonesia malam itu adalah malam lebaran. Yah, kami di Kashmir berlebaran lebih telat 1 hari di banding India dan Indonesia.
Aku juga harus beristirahat karena selain masih terasa sangat capek setelah menempuh perjalanan selama 22 jam dari Jakarta, aku juga masih harus mempersiapkan fisik untuk mengeksplor Gulmarg untuk menaiki Gondola tertinggi di Asia di hari terakhir puasa (to be continued)..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H