Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tour De Java # 1:Antara Anyer - Puncak Habibie dan Antrian Hotel

10 September 2014   05:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:08 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_323087" align="aligncenter" width="640" caption="( Doc.Pribadi) Mercusuar Anyer"][/caption]

Mengelilingi Pulau jawa adalah obsesi lama yang telah terpendam sekian lama saat aku masih menetap di Makassar. Saat itu aku baru saja menyelesaikan perjalanan panjang seorang diri mengelilingi Sulawesi Selatan mulai dari Makassar, Tana Toraja hingga ke Luwuk yang merupakan perbatasan antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, saat itu provinsi Sulawesi Barat belum terbentuk.

Setelah tinggal dan bekerja di Jakarta, obsesi itu kembali menguak yang akhirnya melahirkan sebuah rencana.Saat segala persiapan sudah rampung dimulailah perjalanan mengelilingi Pulau Jawa yang rencananya akan mengambil route dari Jakarta ke arah Banten dan berputar menyusuri Pantai Selatan Jawa hingga ke Banyuwangi dan selanjutnya berputar menyusuri Pantai Utara Jawa hingga kembali ke Jakarta. Perjalanan ini akan memakan waktu 10 hari sesuai ijin cuti yang sudah aku dapat.

Pagi-pagi sekali aku sudah bergerak meninggalkan rumah yang terletak di kawasan Cibubur dan selanjutnya menyusuri tol Jagorawi, Tol Dalam Kota hingga Tol Tangerang dan Merak. Tak ada yang layak di ceritakan di awal perjalanan selain kemacetan Jakarta yang memang sudah menjadi ‘sarapan pagi’ setiap hari. Menjelang ujung tol merak, aku berbelok ke kiri tepatnya di Gerbang Tol Cilegon Timur menuju ke Jalan Raya Anyer. Jalan mulus sepanjang jalan tol mulai tergantikan dengan jalan jalan rusak dan berlubang yang di penuhi dengan debu dan asap hitam dari knalpot truk- truk besar yang melintas hingga akhirnya aku tiba ke sebuah bangunan yang menjulang tinggi berwarna putih. Mertjusuar Anjer 1885, begitu tulisan yang tertera di atas pintu gerbang masuk. Tempat yang juga merupakan gedung instalasi Remote Monitoring and Control System (RMCS) milik Dirjen Perhubungan Laut itu terletak di desa Cikoneng, 38 km dari kota Serang. Bangunan mercusuar dengan tinggi 75.5 meter dan terdiri dari 18 lantai dibangun oleh pemerintah Belanda di tahun 1885. Konon tempat ini juga merupakan titik nol pembangunan jalan Anyer-Panarukan sepanjang 1000 km yang dibuat oleh pemerintah Belanda di bawah instruksi Jenderal Daendels pada tahun 1825 yang menjadi cikal bakal jalur yang menghubungkan pesisir utara pantai jawa atau sekarang lebih dikenal dengan nama Pantura.

[caption id="attachment_323088" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Mertjusuar Anyer"]

1410275848669657250
1410275848669657250
[/caption]

Setelah mengambil beberapa foto, aku melanjutkan perjalanan dan mampir sejenak di pantai Karang Bolong yang letaknya sekitar 16 km sebelum pantai Carita. Selepas makan siang, aku menikmati siang hari nan terik itu dengan kembali mengambil foto di kawasan wisata Karang Bolong. Selepas pantai Carita aku mulai memasuki daerah Labuan dan Panimbang. Awalnya aku berencana menginap di Panimbang namun mengingat saat itu masih jam 4 sore dan di sana  tidak menemukan ada penginapan, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan akan berhenti saat malam tiba dan  menemukan hotel atau penginapan. Berdasasrkan GPS, aku bisa tiba di Pantai Bayah dalam 2 jam.

Selepas Panimbang , aku berbelok kiri ke arah Cigeulis.Walau waktu masih menunjukkan pukul 5 lewat namun suasana mulai gelap. Daerah Cigeulis adalah area yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Hutan kiri kanan jalan semakin menambah ‘kelam’nya suasana apalagi tak ada rumah ataupun orang yang melintas. Aku mulai di hinggapi rasa was-was. Hari sudah benar-benar gelap saat  tiba di pertigaan di Cibaliung menuju ke daerah Sumur dan Cikawung, Ujung Kulon. Kondisi jalan yangrusak parah membuat aku tak bisa melajukan mobil. Saat melirik handphone, tak ada signal sama sekali dan di kiri kanan gelap gulita karena tempat itu adalah hutan TN Ujung Kulon. Aku senantiasa berdoa agar diberi kekuatan dan keselamatan di tengah hutan nan gelap gulita serta hanya seorang diri.

Selepas daerah Cikeusik dan Muarabinangun, kondisi jalan berangsur-angsur mulai membaik hingga aku tiba di Malingping selanjutnya tiba di Bayah dimana aku menemukan sebuah hotel yang sepertinya berada di pinggir pantai. Itu aku tandai dengan bunyi deburan ombak yang terdengar dengan jelas saat  memasuki halaman hotel. Ternyata dugaanku benar, hotel itu berada di bibir Tanjung Karangtaraje, salah satu pantai di pesisir selatan Jawa. Setelah mandi dan makan malamsaat jam menunjukkan pukul 9 malam, aku segera beristirahat setelah seharian menyetir selama 12 jam dan melewati hutan yang dihuni oleh Badak bercula satu, Ujung Kulon.

Jam 4.30 pagi, alarm HP berbunyi dan aku segera bangun dan kembali membereskan barang-barang. Aku berencana menunggu sunrise dan akan langsung berjalan kembali. Seusai shalat subuh aku berjalan kearah pantai sambil mengambil beberapa foto di bawah keremangan cahaya pagi yang secara perlahan mulai muncul. Setelah hari terang dan jam menunjukkan pukul 6 pagi, aku bergegas meninggalkan hotel yang tidak menyiapkan sarapan dan aku berencana mencari sarapan di jalan. Semua urusan administrasi dan pembayaran sudah dibereskan semalam jadi aku bisa langsung berangkat.

[caption id="attachment_323089" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Pantai Bayah"]

1410275969800005215
1410275969800005215
[/caption]

Sesaat setelah meninggalkan Hotel di Bayah, aku langsung di sambut dengan jalanan berkelok dan mendaki serta hutan di kiri kanan jalan. Kondisi jalan cukup bagus. Setiba di Cisolok, aku mampir ke sebuah warung di pinggir jalan untuk sarapan.Warung itu menghadap ke sebuah pantai dan saat aku melongok ke bawah…wahhh sebuah pemandangan pantai dengan puluhan perahu nelayan bersandar menjadi teman sarapan pagi itu. Menurut penjaga warung, tempat itu bernama Puncak Habibie. Aku penasaran dan bertanya kenapa diberi nama yang sama dengan nama mantan presiden Indonesia itu namun dia tidak bisa memberikan jawaban. Sambil menunggu pesanan sarapan berupa mie goring instant dan teh manis, aku mengambil foto dari arah puncak Habibie seperti foto berikut ini, indah bukan?

[caption id="attachment_323090" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) View dari Puncak Habibie"]

14102760821395101568
14102760821395101568
[/caption]

Selepas sarapan aku kembali menyusuri jalan-jalan di pesisir selatan pantai Jawa. Berturut-turut aku melewati Pelabuhan Ratu, Jampang Kulon dan Surade hingga aku tiba di curug Cikaso untuk makan siang. Tempat ini sudah pernah aku kunjungi bersama dengan rekan-rekan dari komunitas Jalan Kaki di Facebook, jadi aku cukup familiar dengan suasananya.Selanjutnya aku menyusuri jalan yang rusak parah di daerah Tegal Buleud sehingga aku hanya bisa menyetir dengan kecepatan 20 km/jam. Sebenarnya targetku di hari ke 2 itu adalah mencapai Cilacap dan aku akan menginap di sana namun dengan kondisi jalan seperti itu sepertinya hal itu sulit aku lakukan. Lagi-lagi aku bertemu dengan jalan rusak dan tak ada rumah dan siapapun di sepanjang jalan sementara waktu sudah menunjukkan jam 8 malam.Kondisi badan yang sudah kelelahan membuat aku harus membuat keputusan untuk berhenti di hotel atau tempat penginapan pertama yang aku temui. Sesaat kemudian aku tiba di sebuah tempat bernama Sindang Barang. Tempatnya seperti sebuah kota kecil dan aku berharap bisa menemukan sebuah penginapan di sana.Alhamdulillah, akhirnya aku menemukan sebuah papan petunjuk sebuah hotel yang letaknya agak di dalam. Aku lalu memasukkan mobil menyusuri jalan setapak yang hanya bisa untuk 1 mobil hingga aku tiba di sebuah halaman parker yang cukup luas. Setelah memarkir mobil, aku berjalan menuju ke pintu utama. Suara gonggongan anjing menyambutku dan tak lama kemudian keluar seorang wanita muda dengan pakaian yang agak ‘minimalis’. “Masih ada kamar kosong, mbak?” tanyaku. “Sebentar ya mas, aku Tanya Mami dulu, “ Jawabnya seraya kembali ke dalam. “Mami?” Begitu pikirku tapi sudahlah, aku sudah sangat kelelahan. Tak lama si mbak minimalis keluar lagi dan memintaku untuk mengikutinya untuk melihat kamar sambil menunggu ‘sang Mami’. Dia menjelaskan bahwa rumah itu tadinya adalah rumah biasa dan oleh pemiliknya yakni si ‘mami ‘ dan suaminya yang orang bule merubahnya menjadi sebuah hotel yang lengkap dengan café serta live music hingga pukul 2 pagi. Tak lupa si mbak juga bertanya tujuanku mau kemana dan aku jawab aku mau ke Cilacap. Aku tidak perlu menjelaskan tujuanku yang sebenarnya mengenai perjalananku karena menurutku tak penting untuk menceritakan hal itu. Dia malah menawarkan diri untuk menemaniku hingga Cilacap karena dia juga punya keluarga di sana, tentu saja jika si ‘Mami’ mengijinkan.

Setelah melihat kondisi kamar yang terletak di samping café, aku iseng bertanya apakah orang yang menginap cukup banyak, jawaban si mbak membuatku terperangah, “ saat ini lagi kosong namun sebentar malam pastinya akan ramai. Tadi malam saja beberapa orang sampai antri!”Jawab si mbak. What?? Kamar hotel sampai antri? Artinya …. Sudahlah, dengan alasan bahwa aku membutuhkan tempat yang tenang untuk istirahat aku memutuskan untuk mencari hotel lain. Aku tak menggubris tawaran si mbak untuk menunggu si mami keluar dan segera aku bergegas aku kembali ke parkiran untuk pergi mencari hotel lain. Untungnya tak jauh dari situ aku menemukan sebuah losmen yang biasa ditempati oleh para mobil sales atau istilahnya mobil kanvas untuk menginap, dan aku segera menyetujuinya. Dengan tariff kamar sebesar 150 ribu rupiah semalam, kamar yang terletak di luar sudah cukup buat aku untuk istirahat dengan tenang walaupun tidak di iringi live music dan tentunya ….antrian!!

[caption id="attachment_323091" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Pantai Bayah"]

1410276178184700401
1410276178184700401
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun