Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tour De java #4 : Horornya Alas Purwo, Indahnya Ijen

13 September 2014   14:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:49 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_323780" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Aku dan Ijen"][/caption]

Ada 'sosok' aneh saat akan memasuki kawasan TN.Alas Purwo. Se- 'aneh'  apakah sosok di hutan angker di Timur Jawa itu? Bagaimana keindahan pagi di kawah ijen? Ikuti lanjutan kisahnya...

Selepas shalat subuh aku dan Gilang bersiap-siap meninggalkan papuma. Jam masih menunjukkan pukul 5 subuh saat kami meninggalkan homestay menuju bukit Siti Inggil untuk menyaksikan sunrise. Sayang sekali kondisi cuaca mendung dengan awan gelap menggelayut di langit timur membuat pagi itu kurang begitu indah. Kami hanya sekedar berfoto-foto lalu meninggalkan tempat itu.

Kali ini tujuan kami adalah Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di ujung timur Pulau Jawa tepatnya 65 km dari Banyuwangi. Kami mengambil jalur berbeda saat masuk kemarin yang melewati Desa Puger. Kali ini kami mengambil jalur Wuluhan, Ambulu serta Wonowiri dan sebelum masuk ke kota Jember kami belok kanan ke arah Mayang hingga desa Tegaldlimo. Kondisi jalan dari Ambulu ke Benculuk masih relative bagus namun begitu memasuki Tegaldlimo kondisi jalanan sudah rusak parah dengan banyaknya lubang di sana sini. Kondisi jalanan semakin parah saat kami mulai memasuki kawasan Rawa Bendo yang di kiri kanannya terdapat hutan jati. Kondisi jalan yang rusak dan jelek membuat kami hanya bisa memacu kendaraan hingga kecepatan 20-30 km/jam.Kondisi gelap, cuaca mendung dan hutan di kiri kanan semakin menambah seramnya suasana siang itu yang baru menunjukkan pukul 1 siang.

[caption id="attachment_323781" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Papan Petunjuk Alas Purwo"]

1410568473443595442
1410568473443595442
[/caption]

Rasa bosan menyetir di kondisi jalan rusak yang seakan tak berujung itu mulai menyerangku. Untungnya saat itu aku ditemani Gilang yang bisa diajak ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya kami tiba di sebuah papan petunjuk ke arah TN Alas Purwo.” Arghh..sudah dekat,”begitu pikirku. Namun ternyata dugaanku salah. Hingga menyetir sejauh 10 km, belum ada tanda-tanda kehidupan. Hutan jati yang masih saja gelap di kiri kanan cukup membuat bulu kuduk berdiri di Hutan Alas Purwo ini.

Tiba-tiba dari kejauhan samar-samaraku melihat sesosok bayangan yang semakin lama semakin jelas. Sosok itu seperti seseorang yang sedang duduk jongkok di pinggir jalan namun anehnya semakin lama dia semakin bergerak ke tengah jalan. Semakin kami mendekat, sosok bayangan itusemakin berada di tengah jalan. Wujudnya juga semakin jelas yang ternyata dia seorang laki-laki kurus dengan kumis dan jenggot yang cukup panajang, mata sayu dan maaf, dia sama sekali tak mengenakan sehelai benang pun alias telanjang bulat. Masih dalam kondisi jongkok, dia berhenti tepat di tengah jalan yang membuat aku tidak bisa bergerak maju. Mobil yang ku kendarai berhenti tepat di depannya. Gilang sudah mulai gelisah dan aku memintanya untuk tetap tenang dan memberikan kode jari di bibir agar tidak bersuara. Aku sempat melirik ke suasana sekeliling dan tak ada siapapun, hanya hutan jati yang berselimut gelap karena mendung. Aku bertatapan mata dengan sosok itu yang memandangku dengan tatapan sayu. Sesaat kemudian dia menggerakkan tangannya seperti seorang yang sedang minum. “Dia minta minum, ambil air di botol besar, “ aku berbisik ke Gilang yang segera mencari air mineral yang kami punya di bangku belakang dan memberikannya padaku. Aku lalu mengangkat botol itu untuk menunjukkan pada orang itu. Sejenak kami kembali bertatapan mata, aku menganggukkan kepala dan menggerak-gerakkan botol air di tanganku. Dia mulai beringsut ke pinggir jalan seakan memberiku kesempatan untuk maju. Aku memajukan mobil hingga dia berada di sisi kanan. Aku membuka kaca jendela dan mengulurkan air di botol ke orang itu. Lagi-lagi kami bertatapan mata dan aku tersenyum. Dia masih saja menatapku dengan tatapan kosong. Setelah dia memegang botol itu, aku mulai menggerakkan mobil dan melanjutkan perjalaanan. Suasana masih tetap sepi di kiri kanan, juga di dalam mobil. Aku dan Gilang tak bicara sama sekali. Setelah mobil bergerak sekitar 10 meter aku melihat, aku iseng melirik ke kaca spion tengah maupun samping dan….tak ada siapapun di sana! Aku menghentikan mobil dan melihat ke belakang, yahh..memang tak ada siapapun. Aku dan Gilang hanya saling berpandangan dan kembalimelanjutkan perjalanan. Lumayan horror tapi udahlah…. Menurut Gilang, di hutan Alas Purwo ini banyak sekali orang yang sering datang bertapa dengan berbagai maksud dan tujuan. Beberapa di antara mereka tak mendapatkan apa yang mereka inginkan hinggamenjadikan mereka gila bahkan hingga ada yang meninggal. Apakah sosok tadi adalah…. Ahh entahlah.. yang penting kami tetap selamat dan tidak di ganggu serta kami juga tidak mengganggunya. Kita semua sama-sama ciptaan Allah dan manusia adalah mahluk-Nya yang paling mulia.

[caption id="attachment_323782" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) TN Alas Purwo Gate"]

14105685352049955115
14105685352049955115
[/caption]

Beberapa saat berselang, kami tiba di sebuah pintu gerbang bertuliskan “ Selamat Datang di Taman Nasional Alas Purwo”.. Hufft akhirnya tiba juga. Aku turun untuk membayar tiket di Pos penjagaan dan melanjutkan perjalanan. Rencanaya disini kami akan mengunjungi Situs Kawitan, padang penggembalaan (Feeding Ground) Sadengan dan terakhir mengunjungi Pantai Trianggulasi. Aku berharap semoga bisa menyaksikan Rusa, macan Tutul dan Banteng yang menjadi icon taman nasional ini.

[caption id="attachment_323784" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Situs kawitan"]

1410568658271215987
1410568658271215987
[/caption]

Setelah menyetir sejauh 2 km dari pintu gerbang, kami tiba di situs kawitan dimana terdapat sebuah pura. Aku berhenti untuk berjalan masuk ke arah pura namun Gilang memilih tetap tinggal di mobil. Entah karena masih capek atau… hehehe.. Jadilah aku seorang diri yang mengunjungi pura di situs kawitan untuk mengambil foto. Persepsi yang tertanam di kepalaku bahwa Alas Purwo adalah tempat terangker di Pulau Jawa bahkan di Indonesia ini begitu melekat di kepalaku menjadikan suasana saat itu agak-agak sedikit ‘scary’.

[caption id="attachment_323783" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sadengan Feeding Ground"]

1410568588155031055
1410568588155031055
[/caption]

Kami bergerak menuju ke Sadengan dengan melewati jalan sempit yang hanya pas untuk 1 mobil. Cuaca mendung dan gelap dan berada di tengah-tengah hutan tanpa siapapun lumayan membuat bulu kuduk berdiri. Kami tiba di pos Sadengan dan memarkir mobil lalu menuju ke sebuah pos pengamatan. Tampak hamparan padang rumput yang ditumbuhi semak-semak dan beberapa rusa tampak sedang bergerombol. Baru saja kami tiba di pos pengamatan saat hujan deras tiba-tiba mengguyur. Pupuslah sudah harapan kami untuk menyaksikan macan tutul atau banteng di tempat ini. Kami hanya bisa duduk dan berharap agar hujan segera berhenti karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.Dari waktu yang ada tampaknya kami tak sempat berkunjung ke pantai Trianggulasi atau G-Land yang konon merupakan tempat terbaik untuk melakukan surfing karena ombaknya sangat cocok untuk melakukan aktifitas berseluncur di atas ombak itu. Yah..semoga lain kali masih diberi kesempatan untuk berkunjung ke sini lagi.

Sesaat setelah hujan berhenti, kami bergegas meninggalkan sadengan dan TN Alas Purwo. Kami kuatir akan di sini sampai malam dan tentunya suasana akan semakin ‘scary’ apalagi hari itu adalah hari kamis atau malam jumat. Perjalanan menyusuri jalan yang sama namun kali ini laju mobil lebih cepat karena kami rencana untuk menginap di kawasan BKSDA Paltuding di desa Licin Banyuwangi.

Kami tiba di paltuding saat jam 6 sore dan saat itu tak ada siapapun di sana. Hanya ada 1 warung yang buka karena memang saat itu kawasan Ijen sedang ditutup karena sedang dalam kondisi siaga. Kami beristirahat sejenak di warung sebelum mendirikan tenda di tanah kosong di samping warung. Kami meminta ibu dan bapak penjaga warung untuk menyiapkan makan malam untuk kami sambil bertanya tentang kondisi terakhri kawah ijen. Dijelaskan bahwa saat itu kawah ijen memang sedang ditutup karena sedang kondisi siaga 2 namun setiap hari tetap saja banyak wisatawan baik local maupun mancanegara berkunjung ke sana. Kami yang tadinya berencana untuk nanjak di tengah malam untuk melihat fenomena api biru oleh bapak penjaga warung itu tidak di sarankan. Lebih baik naiknya pagi hari untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti saran bapak itu dengan pertimbangan lain bahwa kami juga masih sangat lelah. Setelah menyelesaikan makan malam, kami masuk kedalam tenda untuk beristirahat dalam kondisi cuaca yang sangat dingin.

[caption id="attachment_323785" align="aligncenter" width="960" caption="(Doc.Pribadi) Kawasan Wisata Ijen"]

14105687511871923426
14105687511871923426
[/caption]

Kami terbangun di subuh hari dan ternyata sudah banyak mobil travel berkumpul di sekitar warung. Waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Aku dan Gilang segera bergegasmendaki Gunung Ijen untuk melihat kawasan kawahnya yang konon memiliki pemandangan yang sangat indah. Kami akan berjalan hingga ketinggian 2443 mdpl dengan jarak 3 km yang konon membutuhkan waktu 2 – 3 jam. Dengan bermodalkan headlamp kami mulai berjalan. Tak ada yang bisa kami lihat karena kondisi masih gelap di tambah kabut masih menyelimuti sepanjang jalan.

[caption id="attachment_323786" align="aligncenter" width="960" caption="(Doc.Pribadi) Pondok Penambang Belerang"]

141056882288694610
141056882288694610
[/caption]

Sebuah pondok tempat aktifitas para penambang belerang terlihat tutup dengan banyak keranjang-keranjang berisikan belerang yang masih di biarkan teronggok begitu saja. Tak ada siapapun di sana. Kami berhenti sejenak untuk beristirahat di teras pondok sambil mengambil foto. Perjalanan kami lanjutkan kembali dan selama perjalanan kami berpapasan dengan turis-turis bule yang baru saja dari atas.Matahari sudah mulai bersinar dengan cahaya warna kemerahan menandai pagi sudah datang di ranah ijen ini. Tak lupa kami berhenti untuk mengambil foto.

[caption id="attachment_323787" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Jalan ke Kawah Ijen"]

1410568878710827112
1410568878710827112
[/caption]

Setelah berjakan selama 2,5 jam, akhirnya kami tiba di bibir kaldera dengan air berwarna kehijauan di tambah kepulan asap yang berasal dari kawah. Bukan main, pemandangan sungguh indah luar biasa dari atas bibir kawah. Air kawah berwarna hijau berpadu dengan langit biru bnerlatar belakang barisan pegunungan menjadikan suasana pagi di ujung timur Tanah Jawa terasa sangat indah. Kami mengeluarkan peralatan masak dan air untuk memasak air dan membuat the dan kopi. Adakah yang lebih nikmat selain menikmati secangkir teh hangat dengan suguhan pemandangan indah kawah ijen yang terhampar di hadapan? Udahh, nggak usah envy…buruan bikin plan ke Ijen dan buatlah hidup kamu menjadi lebih hidup dengan pemandangan yang luar biasa…hehehe

[caption id="attachment_323788" align="aligncenter" width="299" caption="(Doc.Pribadi) Kawah Ijen"]

14105690121105795779
14105690121105795779
[/caption]

Matahari sudah semakin tinggi namun rasa enggan berpisah dengan pemandangan indah di tempat ini mejadikan kami sangat berat untuk meninggalkannya. Beberapa turis bule yang bersama kami juga merasakan hal yang sama. Dia sempat bilang bahwa ini adalah pemandangan terindah yang pernah dia lihat selama ini… Orang luar saja bisa mengatakan seperti itui tentang Indonesia, bagaimana dengan kita yang orang Indonesia?

[caption id="attachment_323789" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Jalan Kaki di Ijen"]

1410569064805611592
1410569064805611592
[/caption]

Langkah kaki menyeret kami untuk meninggalkan kawasan kawah ijen walaupun dengan berat hati namun kami harus melakukannya karena kami masih memiliki tujuan lain. Jam menunjukkan pukul 9 pagi saat kami tiba kembali di warung dan memesan sarapan. Sambil menunggu pesanan, kami melakukan packing dan menaikkan barang-barang ke mobil. Di hari ke 8 perjalanan keliling jawa ini, aku masih akan mengunjungi sebuah tempat yang digelari Afrika-nya Jawa, Taman Nasional Baluran! Nantikan indahnya sunrise di ujung timur pulau Jawa di Tour De Java bagian terakhir…

[caption id="attachment_323790" align="aligncenter" width="960" caption="(Doc.Pribadi) Langit Pagi di Gunung Ijen"]

1410569122649200777
1410569122649200777
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun