[caption id="attachment_324111" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sunrise di TN Baluran"][/caption]
Perjalanan di hari ke 8 dilanjutkan kembali setelah menginap semalam di Ijen dan masih ditemani Gilang, rekanku di grup Jalan Kaki. Kali ini tujuan kami adalah Taman Nasional Baluran yang ada di perbatasan Banyuwangi dan Situbondo. Taman Nasional seluas 25.000 Ha ini terkenal juga sebagai Afrika-nya Indonesia karena tempat ini di dominasi oleh savanna yang sangat luas serta di huni oleh berbagai macam spesies flora dan fauna. Khususnya di musim kemarau, kondisi vegetasi dan padang yang berwarna coklat akan sangat mirip dengan apa yang ada di belahan bumi lain di Afrika.
[caption id="attachment_324112" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) TN Baluran Gate"]
Setelah melewati Kota Banyuwangi, akhirnya kami tiba di sebuah pintu gerbang bertuliskan ‘Selamat Datang Taman Nasional Baluran’. Kami masuk dan memarkir mobil di bawah sebuah baliho yang bertuliskan “Welcome to Baluran, Complete Your Adventure” membuatku semakin bersemangat karena rangkaian Tour De Java ini sudah memasuki hari-hari terakhir yang akan meng “complete” my adventure. Kami segera masuk ke dalam kantor pengelola dan di sana kami di terima oleh seorang petugas. Selain membeli tiket masuk, kami sekaligus bertanya mengenai kemungkinan kami menginap di dalam kawasan nasional. Harga tiketnya lumayan murah yakni Rp 2500 untuk orang dan Rp 6000 untuk kendaraan dan kami beruntung mendapatkan sebuah kamar untuk menginap di Pantai Bama dengan harga kamar 150 ribu.
[caption id="attachment_324113" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) TN Baluran"]
Kami mulai menyusuri jalanan di dalam kawasan yang ditetapkan pemerintah sebagai taman nasional di tahun 1980 setelah sebelumnya berstatus sebagai suaka margasatwa. Kami di sambut dengan banyaknya hewan berupa monyet dan beberapa jenis burung yang berada di tengah jalan dan hanya menyingkir saat kami membunyikan klakson.
[caption id="attachment_324114" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Rusa di TN Baluran"]
Kami tiba di Bekol yang merupakan salah satu pos pengamatan di dalam Baluran. Beberapa ekor monyet yang sedang bermain di sekitar home serta beberapa tengkorak kepala kerbau yang terpasang di pohon menyambut kami. Kami berhenti sejenak untuk mengambil beberapa foto lalu melanjutkan perjalanan. Hamparan padang rumput berwarna hijau dengan segerombolan rusa berlatar belakang Gunung Baluran terlihat sangat indah. Dengan mengemudi perlahan, kami menikmati pemandangan di sekeliling kami yang sangat indah.
Akhirnya kami tiba di Pantai Bama. Segera kami menuju homestay yang ada untuk check in. Sebuah kamar luas menghadap ke laut akan menjadi tempat menginap semalam di sini. Selain kami, ada beberapa rombongan lain yang sedang melakukan workshop photography juga ikut menginap di homestay bersama kami. Kami tak ada agenda khusus selama di sini selain menikmati pemandangan taman nasional dan pantai selat bali yang di sore hari itu di huni oleh ratusan kera abu-abu yang sedang mencari makan di pinggir pantai yang sedang surut.
[caption id="attachment_324115" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Kera di Pantai Bama, TN Baluran"]
Pemandangan itu juga di gunakan oleh peserta workshop untuk memotret kehidupan sore di Pantai di Selat Bali itu. Dari seberang tampak pulau Dewata. Aku dan Gilang memanfaatkan waktu sore itu untuk berjalan-jalan ke taman mangrove yang letaknya tidak jauh dari homestay. Sebuah jembatan yang dibuat khusus untuk menyusuri hutan mangrove kami susuri dan mengambil gambar. Aktifitas itu kami lakukan hingga malam menjelang.
[caption id="attachment_324116" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Hutan Mangrove di TN Baluran"]
Tak ada yang menarik di malam hari di tempat ini karena kondisi gelap di sekitar pantai. Aku, Gilang, dan beberapa pengunjung lain hanya menikmati malam sambil memandang air laut yang disinari bulan sepenggal. Malam semakin larut saat kami memutuskan untuk beristirahat.
[caption id="attachment_324118" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Bulan Di Pantai Bama"]
Aku terbangung jam 4.30 untuk shalat subuh dan bergegas untuk keluar menunggu sunrise. Konon sunrise di Pantai Bama ini sangat indah. Aku mengira aku yang paling duluan tiba di pantai saat jam masih menunjukkan pukul 4.50 pagi namun ternyata dugaan ku salah. Puluhan orang yang merupakan peserta workshop photography sudah stand by di posisi masing-masing menantikan matahari mengawali tugasnya di pagi hari itu. Aku pun men-set up tripod setelah menemukan posisi yang pas untuk mereka detik-detik menyambut pagi.
[caption id="attachment_324119" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sunrise di TN Baluran"]
Beberapa saat kemudian, muncullah sang surya dengan sinar kemerahan dan keemasan yang sangat indah. Aku tidak bisa berkomentar apa-apa mengenai keindahan pagi itu, silahkan lihat sendiri foto-fotonya.
[caption id="attachment_324120" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sunrise di TN Baluran"]
Jam menunjukkan pukul 7 saat aku dan Gilang bergegas meninggalkan Baluran. Hari itu aku akan berpisah dengan Gilang yang akan kembali ke kampungnya di Banyuwangi sementara aku akan melanjutkan perjalanan seorang diri kembali ke Jakarta namun terlebih dahulu akan mampir di kota Kudus dan menginap semalam di sana.
Di pintu gerbang, aku berpisah dengan Gilang dan kembali menyetir seorang diri menyusuri jalan-jalan di pantai utara Jawa atau yang lebih terkenal dengan istilah Pantura. Mengingat target hari ini lumayan panjang dan jauh dimana aku akan berhenti di tengah Pulau Jawa dari ujung timur, aku agak mempercepat laju mobil. Kemacetan khas Pantura dengan rangkaian truk gandeng yang mirip gerbong kereta api membuat perjalananku tak bisa secepat yang aku bayangkan.
Situbondo, Pasuruan, Surabaya, dan Gresik aku lewati, namun Kudus masih terasa sangat jauh, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam atau aku sudah menyetir seorang diri selama 12 jam. Rasa lelah dan bosan sudah kembali menerpaku dan berbagai cara sudah aku lakukan untuk mengusirnya. Jalan-jalan gelap di kota Gresik, Lamongan, dan Tuban semakin menambah rasa frustasi. GPS aku matikan karena waktu dan jarak tempuh tersisa yang tertera di layarnya semakin membuatku jadi stres karena merasa masih jauh dan lama. Juga di jalur Pantura aku tak merasa memerlukan GPS lagi karena selain sudah familiar dengan jalan ini karena sudah sering menyusurinya, papan petunjuk juga cukup banyak dibanding saat menyusuri kawasan Pantai Selatan.
Lasem dan Pati sudah terlewati dan akhirnya aku mulai memasuki daerah Kudus di sambut hujan deras. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Aku segera memutuskan untuk berhenti di hotel pertama yang aku temui. Rasa lapar yang menyerangku sudah tak tertahankan dan aku belum menemukan hotel. Akhirnya aku mampir di sebuah warung di pinggir jalan untuk makan malam sambil menanyakan lokasi hotel terdekat. Tak jauh dari warung itu akan ada sebuah hotel tapi masih cukup jauh dari lokasi kota yakni sekitar 5 km. Tak mengapalah, yang penting malam itu aku bisa segera beristirahat.
Selepas makan malam, aku melanjutkan perjalanan dan tak lama aku menemukan sebuah hotel. Aku lalu masuk dan memesan sebuah kamar untuk beristirahat saat jam menunjukkan pukul 1 dinihari. Jadi hari itu aku sudah menyetir selama hampir 18 jam!
Seusai shalat subuh, aku keluar hotel untuk mengunjungi 1 tempat yang merupakan icon atau land mark kota Kudus, Mesjid Menara. Tadinya aku berencana untuk shalat subuh di masjid yang di bangun oleh Sunan Kudus, namun kelelahan yang teramat sangat membuatku tak bisa melakukan rencana itu. Konon batu pertama pembangunan masjid ini berasal dari masjid Al Aqsha di Jerussalem Palestina, bahkan asal kata Kudus pun di ambil dari kata Al Quds, kata yang sama untuk nama kota di Mesjid Aqsha di Palestina.
[caption id="attachment_324121" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Pagi di Mesjid Menara Kudus"]
Aku tiba di pelataran masjid saat beberapa jamaah masjid sudah beranjak meninggalkan masjid, namun masih banyak juga yang masih berfoto-foto di depan masjid. Aku mengabadikan momen pagi itu dengan mengambil foto beberapa sudut masjid.
[caption id="attachment_324122" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Mesjid Menara"]
Selepas dari masjid menara, aku menuju ke alun-alun untuk mencari sarapan. Hari minggu yang cerah membuat alun-alun kota menjadi sangat ramai oleh masyarakat yang berolah raga pagi dan berjualan. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan moment itu untuk aku abadikan di kamera untuk menjadi kenangan perjalanan.
Aku kembali ke hotel dan berkemas untuk segera kembali ke Jakarta. Hari ini adalah hari ke 10 atau hari terakhir perjalananku. Tak ada lagi agenda khusus selain menyudahi perjalanan berkeliling Jawa selama 10 hari ini. Aku kembali kususuri jalan-jalan di Pantura mulai dari Kudus, Demak, Semarang hingga Pekalongan dan masuk ke Cirebon. Dari sana lanjut lagi ke arah Bandung hingga masuk ke tol Cipularang dan Cikampek. Jam menunjukkan pukul 11.30 malam saat aku tiba kembali di rumah dan angka di speedometer menunjukkan angka 3113 km! Itulah total kilometer yang telah aku tempuh selama perjalanan menyusuri pulau Jawa mulai dari Pantai Selatan hingga ke Pantai Utara dan kembali ke Jakarta. (Tamat)
[caption id="attachment_324123" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Tour De Java"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H