Tak ada yang menarik di malam hari di tempat ini karena kondisi gelap di sekitar pantai. Aku, Gilang, dan beberapa pengunjung lain hanya menikmati malam sambil memandang air laut yang disinari bulan sepenggal. Malam semakin larut saat kami memutuskan untuk beristirahat.
[caption id="attachment_324118" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Bulan Di Pantai Bama"]
Aku terbangung jam 4.30 untuk shalat subuh dan bergegas untuk keluar menunggu sunrise. Konon sunrise di Pantai Bama ini sangat indah. Aku mengira aku yang paling duluan tiba di pantai saat jam masih menunjukkan pukul 4.50 pagi namun ternyata dugaan ku salah. Puluhan orang yang merupakan peserta workshop photography sudah stand by di posisi masing-masing menantikan matahari mengawali tugasnya di pagi hari itu. Aku pun men-set up tripod setelah menemukan posisi yang pas untuk mereka detik-detik menyambut pagi.
[caption id="attachment_324119" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sunrise di TN Baluran"]
Beberapa saat kemudian, muncullah sang surya dengan sinar kemerahan dan keemasan yang sangat indah. Â Aku tidak bisa berkomentar apa-apa mengenai keindahan pagi itu, silahkan lihat sendiri foto-fotonya.
[caption id="attachment_324120" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Sunrise di TN Baluran"]
Jam menunjukkan pukul 7 saat aku dan Gilang bergegas meninggalkan Baluran. Hari itu aku akan berpisah dengan Gilang yang akan kembali ke kampungnya di Banyuwangi sementara aku akan melanjutkan perjalanan seorang diri kembali ke Jakarta namun terlebih dahulu akan mampir di kota Kudus dan menginap semalam di sana.
Di pintu gerbang, aku berpisah dengan Gilang dan kembali menyetir seorang diri menyusuri jalan-jalan di pantai utara Jawa atau yang lebih terkenal dengan istilah Pantura. Â Mengingat target hari ini lumayan panjang dan jauh dimana aku akan berhenti di tengah Pulau Jawa dari ujung timur, aku agak mempercepat laju mobil. Kemacetan khas Pantura dengan rangkaian truk gandeng yang mirip gerbong kereta api membuat perjalananku tak bisa secepat yang aku bayangkan.
Situbondo, Pasuruan, Surabaya, dan Gresik aku lewati, namun Kudus masih terasa sangat jauh, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam atau aku sudah menyetir seorang diri selama 12 jam. Rasa lelah dan bosan sudah kembali menerpaku dan berbagai cara sudah aku lakukan untuk mengusirnya. Jalan-jalan gelap di kota Gresik, Lamongan, dan Tuban semakin menambah rasa frustasi. GPS aku matikan karena waktu dan jarak tempuh tersisa yang tertera di layarnya semakin membuatku jadi stres karena merasa masih jauh dan lama. Juga di jalur Pantura aku tak merasa memerlukan GPS lagi karena selain sudah familiar dengan jalan ini karena sudah sering menyusurinya, papan petunjuk juga cukup banyak dibanding saat menyusuri kawasan Pantai Selatan.
Lasem dan Pati sudah terlewati dan akhirnya aku mulai memasuki daerah Kudus di sambut hujan deras. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Aku segera memutuskan untuk berhenti di hotel pertama yang aku temui. Rasa lapar yang menyerangku sudah tak tertahankan dan aku belum menemukan hotel. Akhirnya aku mampir di sebuah warung di pinggir jalan untuk makan malam sambil menanyakan lokasi hotel terdekat. Tak jauh dari warung itu akan ada sebuah hotel tapi masih cukup jauh dari lokasi kota yakni sekitar 5 km. Tak mengapalah, yang penting malam itu aku bisa segera beristirahat.
Selepas makan malam, aku melanjutkan perjalanan dan tak lama aku menemukan sebuah hotel. Aku lalu masuk dan memesan sebuah kamar untuk beristirahat saat jam menunjukkan pukul 1 dinihari. Jadi hari itu aku sudah menyetir selama hampir 18 jam!
Seusai shalat subuh, aku keluar hotel untuk mengunjungi 1 tempat yang merupakan icon atau land mark kota Kudus, Mesjid Menara. Tadinya aku berencana untuk shalat subuh di masjid yang di bangun oleh Sunan Kudus, namun kelelahan yang teramat sangat membuatku tak bisa melakukan rencana itu.  Konon batu pertama pembangunan masjid ini berasal dari masjid Al Aqsha di Jerussalem Palestina, bahkan asal kata Kudus pun di ambil dari kata Al Quds, kata yang sama untuk nama kota di Mesjid  Aqsha di Palestina.
[caption id="attachment_324121" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Pagi di Mesjid Menara Kudus"]
Aku tiba di pelataran masjid saat beberapa jamaah masjid sudah beranjak meninggalkan masjid, namun masih banyak juga yang masih berfoto-foto di depan masjid. Aku mengabadikan momen pagi itu dengan mengambil foto beberapa sudut masjid.
[caption id="attachment_324122" align="aligncenter" width="427" caption="(Doc.Pribadi) Mesjid Menara"]
Selepas dari masjid menara, aku menuju ke alun-alun untuk mencari sarapan.  Hari minggu yang cerah membuat alun-alun kota menjadi sangat ramai oleh masyarakat yang berolah raga pagi dan berjualan. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan moment itu untuk aku abadikan di kamera untuk menjadi kenangan perjalanan.
Aku kembali ke hotel dan berkemas untuk segera kembali ke Jakarta. Hari ini adalah hari ke 10 atau hari terakhir perjalananku. Tak ada lagi agenda khusus selain menyudahi perjalanan berkeliling Jawa selama 10 hari ini. Aku kembali kususuri jalan-jalan di Pantura mulai dari Kudus, Demak, Semarang hingga Pekalongan dan masuk ke Cirebon. Dari sana lanjut lagi ke arah Bandung hingga masuk ke tol Cipularang dan Cikampek. Jam menunjukkan pukul 11.30 malam saat aku tiba kembali di rumah dan angka di speedometer menunjukkan angka 3113 km! Itulah total kilometer yang telah aku tempuh selama perjalanan menyusuri pulau Jawa mulai dari Pantai Selatan hingga ke Pantai Utara dan kembali ke Jakarta.  (Tamat)
[caption id="attachment_324123" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Tour De Java"]