Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mount Popa, Monastery di Puncak Gunung Bunga di Bagan, Myanmar

14 Januari 2015   00:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:13 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_346097" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH)Mount Popa Monastery di Bagan"][/caption]

Mount Popa yang berarti Gunung Bunga dalam bahasa Burma adalah salah satu tempat wisata andalan yang terletak 50 km dari Kota Kuno Bagan. Aku berkesempatan mengunjungi tempat wisata itu di hari terakhir aku berada di Bagan sebelum bertolak kembali ke Yangon di malam harinya. Dengan membayar 10,000 kyat  (Harga share taxi)untuk pergi pulang di receptionist Hotel View Point Inn tempatku menginap, aku berangkat bersama 6 orang turis lain dari Jerman, Jepang, Italia dan Yunani pada saat jam menunjukkan jam 9 pagi. Perjalanan ke Mount Popa akan memakan waktu 1,5 jam meski hanya berjarak 50 km. Alasannya karena jalan ke arah sana mendaki dan berkelok dimana mobil akan naik hingga ke ketinggian 900 mdpl sedangkan puncak mount popa sendiri ada di ketinggian 1518 mdpl.

[caption id="attachment_346100" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Pembuatan minyak kelapa traditional di Bagan"]

14211444451151036558
14211444451151036558
[/caption]

[caption id="attachment_346101" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Pembuatan Gula Aren di Bagan"]

14211444981457226229
14211444981457226229
[/caption]

[caption id="attachment_346102" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Hasil Olahan Aren Tradisional di Bagan"]

1421144600433392480
1421144600433392480
[/caption]

Berselang setengah jam setelah meninggalkan Bagan, kami mampir di pinggir jalan dimana terdapat pembuatan gula aren, minyak kelapa dan alkohol hasil sulingan dari pohon lontar. Tentu saja hal ini bukan barang baru bagiku karena di Indonesia juga banyak hal seperti ini. Namun tidak bagi turis lainnya yang sibuk memotret dan bertanya tentang segala macam hal. Aku sendiri mengisi waktu dengan memotret produk hasil olahan penduduk lokal itu.

Setelah beristirahat sekitar 15 menit, perjalanan kembali dilanjutkan. Perjalanan sudah berbelok ke arah pedesaan dari jalan poros utama Bagan – Yangon. Pemandangan kiri kanan jalan sebenarnya mirip kondisi di beberapa daerah atau desa di Indonesia saat musim kemarau, kering dan gersang dengan beberapa pohon yang masih menyisakan warna hijau. Yah, Bagan dan sekitarnya memang termasuk kawasan dengan curah hujan yang rendah sepanjang tahun. Pemandangan perbukitan yang gersang, berwarna kecoklatan dan sangat eksotis mengingatkanku pada perjalanan beberapa waktu yang lalu di flores. Udaranya yang sejuk dan kering juga mirip.

[caption id="attachment_346103" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Pintu Gerbang ke Monastery"]

14211450251083549670
14211450251083549670
[/caption]

Setelah beberapa jam, kami tiba di salah satu tempat yang mirip pasar desa. Itulah pintu gerbang untuk menuju kesebuah monastery (kuil) yang terletak di salah satu bukit batu berketinggian 737 meter.  Untuk menuju ke atas puncak bukit batu itu, pengunjung harus menapaki anak tangga sejumlah 777 anak tangga.

[caption id="attachment_346104" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Pintu Gerbang ke Monastery"]

1421145069866528360
1421145069866528360
[/caption]

Sesaat setelah turun dari mobil, kami langsung di sambut dengan belasan kawanan monyet yang berkeliaran dan sibuk di halau oleh pedagang karena mereka terkadang sering merampas barang dagangan mereka. Lagi-lagi aku tak begitu heran dengan kejadian seperti itu, di Indonesia juga banyak. Sementara turis lain sibuk memotret monyet-monyet itu, aku langsung menuju ke atas untuk segera ‘mendaki’ anak tangga menuju ke puncak monastery.

[caption id="attachment_346105" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Anak Tangga yang berjumlah 777"]

14211451452009039773
14211451452009039773
[/caption]

Setelah melewati pasar yang dipadati oleh pedagang cinderamata serta beberapa pedagang makanan, aku mulai menapaki anak tangga yang terkadang terhalang oleh beberapa orang yang sedang mengelap anak tangga dan dengan suara setengah lirih “Please, cleaning donation”.

[caption id="attachment_346106" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Patung-patung di Dalam Monastery Taung Kalat"]

1421145218389892270
1421145218389892270
[/caption]

Setelah menapaki anak tangga yang konon jumlahnya 777, aku tiba di atas puncak bukit batu tepatnya di dalam monastery Taung Kalat. Sebelum memasuki pintu utama kuil, banyak terdapat patung-patung yang sepertinya berupa diorama yang sejujurnya aku tak paham artinya. Yang aku lihat di baju dan di depan mereka bertebaran lembaran uang kertas yang bukan saja dari mata uang Myanmar, juga terdapat beberapa mata uang asing termasuk dollar US, ringgit Malaysia dan beberapa mata uang lainnya.  Bahkan di beberapa tempat, uang-uang kertas itu di tempelkan atau di selipkan di baju yang patung itu kenakan. Dari atas puncak bukit, aku bisa melihat puncak mount Popa serta lingkungan sekelilingnya. Udara dari atas bukit sangat dingin ditambah lagi dengan angina yan bertiup cukup kencang. Aku berkeliling monastery sambil mengambil beberapa foto. Aku tak betah berlama-lama di atas karena sebenarnya tempat itu adalah tempat ibadah dan banyak masyarakat local yang datang untuk beribadah. Aku segera turun kembali dan tentunya tetap harus melewati anak tangga yang berjumlah ratusan itu.

[caption id="attachment_346107" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Puncak Gunung Popa dilihat dari Puncak Monastery"]

14211452881797533783
14211452881797533783
[/caption]

[caption id="attachment_346108" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Puncak Gunung Popa dilihat dari Puncak Monastery"]

1421145328559355920
1421145328559355920
[/caption]

Setiba di bawah, kami yang sudah diwanti-wanti driver untuk berkumpul pukul 1 siang sementara saat itu baru menunjukkan pukul 12 siang. Aku menggunakan waktu tersisa untuk berkeliling area pasar dan berjalan agak menjauh dan menanjak untuk mengambil foto monastery dari kejauhan. Setelah berjalan beberapa saat, aku menemukan sebuah hal unik. Ternyata beberapa masyarakat sekitar  menggunakan monastery Taung Kalat sebagai background foto dan diberi bunga beraneka warna. Cukup banyak masyarakat lokal yang datang ke sana untuk berfoto. Jadi bentuknya seperti studio alam. Pemilik salah satu studio tak keberatan aku mengambil gambar dengan menggunakan property mereka untuk aku foto.

[caption id="attachment_346109" align="aligncenter" width="427" caption="(Photo by RH) Seorang Monk berfoto dengan latar Monastery"]

14211453571325023403
14211453571325023403
[/caption]

Tepat pukul 1 siang, semua sudah berkumpul dan kami kembali ke Bagan dan sebelumnya mampir di sebuah view point untuk mengambil foto Monastery Taung Kalat dari kejauhan. Sebuah pengalaman menarik telah melihat sebuah tempat ibadah yang cukup unik dan terletak di sebuah puncak gunung batu di salah satu sudut negeri ini, Myanmar.

[caption id="attachment_346110" align="aligncenter" width="640" caption="(Photo by RH) Taung Kalat Monastery di Mount Popa"]

1421145411693711464
1421145411693711464
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun