Mohon tunggu...
Rahmat fauzi
Rahmat fauzi Mohon Tunggu... Freelancer - Merupakan seorang mahasiswa dan freelancer

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Pendidikan Biologi dan seorang Freelancer sebagai seorang jurnalis, notulen, dan penjemputan ZIS di lembaga sosial

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gonjang-ganjing Politik Pasca-Pilpres 2019

15 Juni 2019   08:50 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:10 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: teritorial.com

Pemilihan Presiden Indonesia telah dilakukan saat 17 April 2019. Siapa sangka, gonjang ganjing politik  masih diperdebatkan terkait administrasi pencalonan,proses sebelum hingga saat pemilihan presiden periode 2019-2024 di mahkamah konstitusi (MK). Proses adu fakta terjadi di MK saat sidang terbuka hari ini (14/02/2019).

Menurut tim hukum dari  kubu 02, Ada beberapa jenis kecurangan yang dilayangkan seperti penyalahgunaan anggaran belanja negara dan atau program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparat negara (polisi dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.

Hal ini bisa saja dapat berujung dibatalkan nya hasil rekapitulasi pilpres 2019 yang memenangkan pasangan Joko Widodo -- Ma`ruf Amin sebanyak 55% atau unggul sekitar 17 juta suara dari pasangan calon no. urut 02 Prabowo-Sandi dan potensi terjadinya pemungutan suara ulang.

Pasalnya menurut kubu 02, Seharusnya pasangan Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahuddin Uno unggul dengan perolehan 68.650.239 suara atau 52% dari total suara yang masuk. Tentunya dengan data suara yang sudah masuk.

Dalam sidang pleno terbuka hari ini, delegasi dari semua pihak terkait proses pemilihan presiden hadir dan dipimpin oleh  Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar  dengan delapan anggota yakni Aswanto, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Manahan M.P. Sitompul. 

Disisi lain, pihak pemohon pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno telah hadir delapan advokat yang menjadi kuasa hukum beserta pihak pendamping dengan pimpinan tim kuasa hokum oleh mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.

Di pihak termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ketua KPU Arief Budiman dan advokat Ali Nurdin selaku kuasa hukum KPU.  Di pihak pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin diwakili oleh advokat Yusril Ihza Mahendra yang menjadi tim kuasa hukum. Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Fritz Edward Siregar menghadiri langsung sidang sebagai pemberi keterangan.

Bambang Widjojanto  dalam membacakan pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019. Salah satu nya, dipaparkan terkait kecurangan secara terstruktur, sistematik, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh kubu paslon 01.

Menurutnya, kecurangan pemilu dilakukan secara sistematis karena direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Di antaranya disahkan dengan instrumen UU APBN, dan dasar hukumnya masing-masing.

Salah satu indikasinya bahwa ada penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran negara tersebut terlihat jelas dari inkonsistensi cara berfikir dan kebijakan antara Presiden Petahana Joko Widodo dan Capres Joko Widodo, terkait perlunya kenaikan gaji PNS.

Di sisi lain, dalam kapasitasnya sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS yang dibayarkan secara rapel pada pertengahan April 2019 menjelang hari pencoblosan. Pada kesempatan debat sebagai Capres tanggal 17 Januari 2019, Joko

Widodo justru menolak ide kenaikan gaji tersebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi.

"Kita tahu gaji PNS kita, ASN kita, sekarang ini menurut saya sudah cukup dengan tambahan tunjangan kinerja yang sudah besar," kata BW menirukan ucapan Jokowi.

BW menilai paling tidak patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01.

Sedangkan kubu petahana yang diwakilkan oleh Yusril menilai bahwa kalau misalnya dikatakan gaji pegawai negeri naik, bayar THR. Lalu diasumsikan bahwa itu adalah bagian dari kecurangan TSM, harus dibuktikan itu. Kekalahan mereka itu kan 17 juta suara.

 Dia juga menantang Kubu 02 untuk mendapatka data pasti jumlah seluruh pegawai negeri sipil dan keluarganya. Termasuk hubungan atau kausalitas antara kenaikan gaji dan pemberian THR dan peningkatan suara dari pegawai negeri sipil.

Menurutnya, harus ada bukti detail jika kubu 02 merasa kecurangan itu betul-betul terjadi secara terstruktur dan terukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun