Ki Hadjar Dewantara (KHD) dikenal sebagai "Bapak Pendidikan" di Indonesia. Pemikirannya pada saat itu sangat revolusioner, terbukti pada hari ini banyak kebijakan pendidikan yang berlandaskan atas pemikirannya dahulu. Sebelum masuk pada filosofi pemikiran beliau, KHD membedakan antara pendidikan dan pengajaran. KHD berpendapat bahwa pengajaran bagian dari pendidikan, lebih jauh beliau menjelaskan pengajaran merupakan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Arti dari pendidikan itu sendiri adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan memiliki definisi lebih luas, yakni berupa tuntunan bagi manusia untuk mendapatkan kebahagiaan sebagai manusia pada umumnya. Proses ini yang menjadi fokus bagi seorang guru sesuai dengan perannya sebagai penuntun.Â
Saat ini di kebanyakan sekolah, pendidikan masih sebatas pada pengajaran, guru berfokus pada penyampaian ilmu untuk peserta didik saja. Padahal sudah disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan lebih dari itu, segala aspek pendukung untuk menjadi manusia yang seutuhnya merupakan bagian dari pendidikan. Oleh karena itu, beliau berpendapat bahwa perlu adanya kerja sama yang berkesinambungan antara lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya dengan Tri Sentra Pendidikan.Â
Pertama lingkungan keluarga, merupakan pusat yang utama bagi anak yang bertanggung jawab memberi dasar pemahaman anak tentang segala hal yang bisa dipelajari. Selain itu, kepribadian anak sangat bergantung dengan tatanan yang ada pada keluarga. Hal tersebut bisa menentukan kepribadian anak saat dia tumbuh. Kedua lingkungan sekolah, merupakan lembaga formal yang bertujuan melakukan pembinaan intelektual.Â
Di lingkungan sekolah, anak dipersiapkan secara pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sosial untuk bisa menjadi manusia secara utuh. Ketiga lingkungan masyarakat, hakikat manusia sebagai individu pembelajar, meskipun ilmu sudah diperoleh di lingkungan keluarga dan sekolah, tidak berarti di masyarakat tidak mengembangkan ilmu pengetahuan. Lingkungan masyarakat merupakan kawah candradimuka bagi manusia untuk menjalani kehidupan yang nyata. Adanya integrasi antara tiga konsep tersebut bisa membentuk manusia yang seimbang, baik secara ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sosial. Konsep tri sentra pendidikan mengingatkan kita sebagai pendidik untuk selalu menyeimbangkan ketiga unsur tadi agar tercipta pendidikan yang menyeluruh dan mencetak manusia yang unggul.
Seorang pendidik harus memiliki pedoman bahwa belajar dilakukan sepanjang hayat, terlebih untuk di Indonesia sendiri kita sudah memiliki sang pemikir kerangka pendidikan yakni Ki Hadjar Dewantara. Sudah selayaknya pendidik selalu mendalami lagi pemikiran beliau tentang pendidikan. Apalagi dengan adanya Program Guru Penggerak, yang kerangka berpikirnya mengadopsi pemikiran KHD mengenai pendidikan. Sebelum adanya pembelajaran modul 1.1 mengenai Filosofi Pemikiran KHD ini, pandangan saya mengenai pendidikan hanya sebatas melakukan pengajaran di kelas saja. Saya lebih menyukai kelas yang hening, siswa memperhatikan penjelasan guru dan kurang mempedulikan kemauan belajar siswa seperti apa. Saya juga kurang melakukan pembelajaran kolaborasi dengan orang tua serta lingkungan masyarakat sekitar. Kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat hanya sebatas himbauan untuk belajar dan mengenai perizinan saja. Belum ada kolaborasi nyata yang mendukung adanya konsep tri sentra pendidikan seperti filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Program Guru Penggerak ini mengubah  pemikiran saya mengenai pendidikan, modul awal mempelajari tentang filosofi pemikiran KHD sangat tepat karena sebagai landasan berpikir kita dalam mengubah paradigma pendidikan di Indonesia. Sudah saatnya pemikiran asli orang Indonesia dipelajari lebih lanjut, bukan berarti kita skeptis dengan teori pendidikan dari bangsa lain, tetapi kita harus lebih memprioritaskan teori yang sudah sesuai dengan identitas bangsa Indonesia. Setelah saya mempelajari lagi filosofi pemikiran KHD, saya menyadari bahwa selama ini pembelajaran yang saya lakukan masih sebatas penekanan terhadap kognitif saja. Hal tersebut saya lakukan karena aspek kognitif merupakan aspek yang mudah dilihat dan dapat diketahui perkembangannya secara singkat. Dengan orientasi tersebut, pembelajaran yang saya lakukan hanya menggunakan metode ceramah saja dan ditambah dengan drill soal. Memang ada siswa yang cocok dengan metode tersebut, namun sebagian besar anak kurang bisa mengikuti dengan metode tersebut.Â
Sebelumnya, saya juga beranggapan bahwa tiga lingkungan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat berdiri sendiri-sendiri dan tanpa ada komunikasi dari ketiganya akan baik-baik saja. Ternyata kekuatan kolaborasi antara ketiga lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan peserta didik yang lebih holistik, tidak hanya kognitif, afektif, dan psikomotor, bahkan aspek pengendalian emosi, kemampuan bersosialisasi juga dapat berkembang. Setelah saya melakukan refleksi, pembelajaran yang saya lakukan selama ini juga kurang memikirkan kemauan belajar siswa. Kemauan belajar siswa seharusnya menjadi pedoman kita sebagai guru untuk merancang pembelajaran dan dengan demikian siswa akan mendapatkan haknya dengan semestinya.
Hal yang akan segera saya terapkan agar pembelajaran di kelas saya bisa sesuai dengan pemikiran KHD yakni dengan melakukan pendidikan secara holistik. Tidak hanya menyampaikan materi belajar saja lalu memberi siswa soal, pembelajaran harus bisa lebih bermakna. Pembelajaran tidak berorintasi pada aspek kognitif saja, namun lebih besar yaitu nilai budi pekerti yang mencakup segala nilai-nilai baik harus segera saya biasakan dalam pembelajaran. Hal tersebut merupakan tugas bagi guru sebagai pamong yang ada di lingkungan sekolah untuk menyiapkan siswa yang nantinya bisa mencerminkan manusia yang berbudi pekerti luhur.Â
Tujuan untuk tercapainya manusia yang berbudi pekerti luhur tersebut tentunya membutuhkan kolaborasi dari lingkungan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan konsep tri pusat pendidikan pendapat Ki Hadjar Dewantara. Kolaborasi nyata yang bisa saya terapkan seperti membangun komunikasi dan menyamakan tujuan bersama, terutama dengan orang tua murid. Tujuan bersama yang akan dicapai adalah perkembangan peserta didik dalam segala aspek yang berguna bagi kehidupannya.Â
Selain itu, hal yang akan saya terapkan selanjutnya berkaitan dengan kemauan belajar siswa. Perlu adanya kesepakatan kelas terlebih dahulu, apa yang diinginkan siswa di dalam pembelajaran. Kalau biasanya saya langsung menerangkan materi sesuai dengan yang ada pada buku, setelah ini saya akan menanyakan terlebih dahulu kepada siswa jika kita akan mempelajari suatu materi. Lalu saya akan tawarkan kepada siswa kita akan mempelajari materi dengan bantuan bahan ajar a, b, atau c. Setelah ada kesepakatan kelas, saya akan menjalankan pembelajaran sesuai kesepakatan dan akan melakukannya dengan pendekatan yang berpusat kepada siswa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H