Mohon tunggu...
Abd Rahmat Dharma
Abd Rahmat Dharma Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa Ekonomi

Merawat nalar dengan membaca, mengembangkannya dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Misteri September '65| Bab Sejarah yang Hilang

29 Agustus 2019   18:15 Diperbarui: 30 Agustus 2019   13:21 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah kotor yang kotor tentang hantu-hantu yang kotor, mungkin itu adalah kalimat pertama yang terlontar ketika membicarakan tentang apa yang terjadi pada September-Oktober tahun 1965. Sejarah menuliskan pada 30 September 1965 telah terjadi pengkhianatan serta penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap enam Jendral dan satu Perwira TNI AD, lalu dikubur dalam sumur tua yang kemudian disebut dengan Lubang Buaya. PKI merupakan partai komunis terbesar ke-3 dunia pada masa itu, anggotanya kurang lebih mencapai 3,5 juta orang dibawah kepemimpinan D.N. Aidit. G30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia) merupakan istilah yang digunakan oleh rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto untuk menamakan percobaan pengambilalihan kekuasaan dengan cara paksa yang dipimpin oleh Letkol Untung Samsuri pada 30 september 1965 (atau lebih tepatnya dini hari 1 Oktober 1965). Kemudian, pada 30 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Peringatan G-30-S/PKI, dan 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Dilihat dari seluruh latar belakang sejarahnya , terdapat tiga fase dalam aksi G30S/PKI. Pertama, aksi subversif, untuk melakukan infiltrasi kedalam organisasi lain dan melemahkan kesetiaan rakyat kepada pemerintah, pada tahun 1954-1965. Kedua, upaya kudeta untuk menjatuhkan pemerintah, terjadi di bulan Juli hingga Oktober 1965. Dan ketiga, pemberontakan bersenjata menentang pemerintah Indonesia yang sah, 1966-1968. Pemerintah juga melakukan upaya pembasmian terhadap G30S/PKI melalui cara-cara : pertama, yaitu menghancurkan para pemimpinnya, struktur partai dan organisasi bersenjatanya. Kedua, secara konstitusional, dengan cara menyatakan Komunisme/Leninisme/Marxisme sebagai ajaran terlarang melalui TAP MPRS no. 25 tahun 1966. Dan ketiga, dengan menyelenggarakan pertemuan Raya Nasional tentang Kewaspadaan Nasional. Bahaya Laten Komunisme merupakan ungkapan masyarakat Indonesia terhadap Komunis yang pada saat itu dianggap berbahaya, pembunuh, dan mengancam stabilitas negara.  Istilah ini muncul karena adanya dugaan pembunuhan yang dilakukan terhadap enam perwira tinggi Angkatan Darat pada tanggal 30 September 1965. Pembunuhan tersebut disinyalir karena adanya desas-desus bahwa para perwira tersebut, sebagai anggota yang dikenal dengan sebutan Dewan Jenderal, berencana menggulingkan Presiden Soekarno, yang pada saat itu kondisi kesehatannya dilaporkan tengah mengalami penurunan serius. Angkatan Darat (AD) lalu menuduh Partai Komunis Indonesia  sebagai dalang pembunuhan tersebut. AD kemudian melancarkan kampanye pembasmian PKI dan berbagai organisasi massa (ormas) di bawah naungannya.

Pembantaian massal.

30 September 1965 malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari, menjadi catatan sejarah yang kelam bagi Indonesia, sebab sejumlah petinggi militer diculik dan dibunuh dalam sebuah usaha kudeta. Nama sumur Lubang Buaya di Cipayung, Jakarta Timur kemudian dikenal masyarakat luas karena ditemukannya enam jenazah Jenderal dan satu perwira TNI AD dikubur dalam sebuah sumur tua yang sempit, berdiameter 75 senti meter dengan kedalaman 12 meter pada 3 Oktober 1965.

Berikut 7 pahlawan revolusi tersebut yang dikubur di Lubang Buaya.

Jendral TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)

Letjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)

Letjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)

Letjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)

Mayjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)

Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral AD)

Kapten Pierre Tendean ( Ajudan Jendral TNI Abdul Harris Nasution. Kala itu, anggota Gerakan 30 September mengira Pierre adalah A.H.  Nasution. Oleh karena itu, ia dibawa ke Lubang Buaya)

Sedikit banyaknya uraian diatas adalah sejarah yang dituliskan oleh pemerintahan Orde Baru. Kita juga dapat melihat sejarah ini dalam film"Pengkhianatan G30S/PKI". Film propaganda tersebut diproduksi tahun 1984 oleh PPFN (Perum Produksi Film Negara). Yang pada akhirnya Arifin C. Noer sebagai sutradara dalam film tersebut mengatakan kekecewaannya setelah melihat hasil akhir dari keseluruhan film tersebut yang hanya mengultuskan pribadi Soeharto sebagai tokoh penyelamat bangsa ini tanpa melihat sisi sebenarnya dimana terjadinya pembantaian massal terhadap mereka yang diduga sebagai bagian dari Komunisme tersebut. Pada era Orde Baru film tersebut wajib diputarkan setiap tanggal 30 September, yang disinyalir sebagai alat propaganda kepada anak muda Orde Baru terhadap Komunisme. Film yang telah berhasil menanamkan ketakutan, dendam dan trauma ini pun dihentikan pemutarannya ketika memasuki era Reformasi. Namun pada 2017 Jendral TNI Gatot Nurmantyo memerintahkan untuk kembali memutarkan film tersebut melalui telegram nomor ST/1192/2017 yang kemudian memunculkan polemik dibeberapa kalangan yang menganggap ini merupakan kemunduran Reformasi. Beberapa sejarawan dan peneliti baik dari Indonesia maupun luar negeri mengatakan bahwa mereka yang dituduh dan diduga terlibat dalam Gerakan 30 September ini ditangkap dan dijadikan tapol tanpa persidangan. Ini dapat dilihat melalui film dokumenter yang bejudul "The Act of Killing" atau Jagal pada tahun 2012. Kutipan dalam buku Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa mengatakan banyak yang menduga bahwa angka korban mati yang diumumkan Soekarno pada Januari 1966 yaitu 87.000, sangat jauh dari angka sebenarnya.

Seth King dari New York Times pada Mei 1966 mengeluarkan angka perkiraan, yaitu sebanyak 300.000 korban tewas. Seymour Topping, dari media yang sama melakukan penyelidikan beberapa bulan kemudian dan menyimpulkan bahwa jumlah korban mati seluruhnya bahkan dapat lebih dari setengah juta orang. Ketiga koresponden asing itu memberitakan bahwa personil militer dan sipil antikomunis terlibat dalam pembunuhan dan mereka melakukannya dengan cara-cara sistematik dan rahasia. King mencatat bahwa orang-orang di Jakarta tidak menyaksikan kekerasan apapun. Mereka hanya mengetahui bahwa tentara pada malam hari melakukan penggerebekan rumah-rumah, menggiring mereka yang dicurigai sebagai simpatisan PKI ke atas truk dan membawa mereka keluar kota sebelum fajar. Topping juga menyimpulkan bahwa militer melakukan pembunuhan secara kilat terhadap rakyat yang diduga simpatisan PKI di Jawa Tengah tetapi ia mengatakan pola kekerasannya berbeda dengan yang terjadi di Jawa Timur dan Bali. Militer biasanya menghasut penduduk sipil untuk melakukan pembunuhan, ketimbang mereka sendiri yang melakukan tugas kotor itu. Mereka membentuk jaringannya diberbagai kota/kabupaten terutama didaerah Jawa Timur dan Jawa Tengah dimana ratusan ribu anggota dan simpatisan atau organisasi-organisasi pendukung PKI dibunuh oleh militer maupun oleh para masyarakat yang berafiliasi dengan organisasi politik yang bertentangan dengan PKI.

Bulletin Tapol (No. 80, April 1987) mencatat ada sebanyak 1.375.320 orang yang dikategorikan ke dalam Kelompok C (kelompok yang "diindikasikan memiliki hubungan dengan PKI") ditahan selama kurang dari 10 tahun; sebanyak 34.587 orang yang dikategorikan ke dalam Kelompok B (mereka yang memiliki indikasi punya hubungan dengan "Gerakan 30 September") ditahan selama lebih dari sepuluh tahun; dan 426 orang yang dikategorikan ke dalam Kelompok A (mereka yang "terlibat dalam Gerakan 30 September") diadili, sebagian dijatuhi hukuman mati dan sisanya dipenjarakan seumur hidup. Para tahanan politik ini sebagian merupakan personil Cakrabirawa, mereka dituduh terlibat dalam kudeta 30 September 1965 itu. Mereka baru dituntut di pengadilan setelah terlebih dahulu ditahan lebih dari sepuluh tahun, dan mereka di hukum seumur hidup.

Sejarah juga mencatat  secara kasar diperkirakan 1400 orang Indonesia hidup dalam pengasingan politik. Kira-kira 400 orang hidup dalam pengasingan di Belanda, 500 hidup di Jerman, 200 hidup di Inggris, 50 di Swedia, 100 hidup di Prancis, 50 di Polandia, 20 di Italia, 20 di Rumania, dan 50 di Rusia. Mereka kebanyakan adalah diplomat, mahasiswa, atau koresponden yang bertugas di negara- negara blok Sosialis Eropa Timur, setelah Soekarno digulingkan mereka menolak mengakui "Peristiwa 1965" sebagai suatu upaya kudeta kaum komunis, dan menolak mengakui Soeharto sebagai Presiden baru Indonesia, akibatnya kewarganegaraan Indonesia mereka dicabut oleh Soeharto, dan mereka akan dituntut atau dipenjara jika kembali ke Indonesia, ini juga dikisahkan dalam film "Letter From Prague" pada tahun 2016, dimana film tersebut menceritakan bagaimana nasib para pemuda terbaik bangsa yang dikirimkan oleh Soekarno untuk melanjutkan pendidikan diluar negeri dicabut kewarganegaraannya dan tak bisa kembali ke Indonesia bahkan untuk bertemu keluarganya, mereka menghabiskan sisa hidup mereka hingga kini dinegara tempat mereka mengenyam pendidikan. Soesilo Toer, adik kandung sastrawan terkemuka Pramoedya Ananta Toer, mengalami hal ini ketika ia kembali dari Moskow, Uni Soviet (kini Rusia) pada 1971 setelah menyelesaikan studi Doktoral nya dalam bidang ekonomi dan politik, ia dijemput dibandara Jakarta dan ditangkap paksa oleh aparat militer ketika baru saja menginjakkan kakinya di Indonesia, setelah sebelumnya Pramoedya terlebih dahulu dijebloskan kedalam kamp konsentrat (penjara politik) di Pulau Buru.

Dalam kata-kata Bertrand Russell, "Dalam empat bulan, orang yang mati di Indonesia sebanyak lima kali lebih besar dari yang mati di perang Vietnam yang terjadi dalam kurun waktu dua belas tahun". Ungkapan tersebut merupakan suatu kesaksian humanistik atas skala tragedi kemanusiaan di Indonesia. Dapat dikatakan G30S/PKI merupakan tragedi mematikan abad 20 setelah perang dunia kedua. Para pengamat Indonesia yang berpengalaman menganggap cerita-cerita yang disebarkan tentara hanya sebagai cerita yang dibuat-buat "tidak ada bukti kuat bahwa orang-orang Komunis mempunyai perbekalan senjata begitu besar untuk merencanakan pemberontakan massa di seluruh tanah air untuk merebut kekuasaan dalam waktu dekat". Robert F. Kennedy adik dari John F. Kennedy presiden Amerika Serikat pada masa itu mengucapkan pidatonya di New York City pada Januari 1966 "Kita telah bersuara lantang terhadap pembantaian tak manusiawi yang dilakukan oleh kaum Nazi dan Komunis. Tapi apakah kita akan bersuara lantang pula terhadap pembantaian keji di Indonesia, yang lebih dari ratusan orang yang dituduh komunis bukanlah pelaku, tetapi korban. "

Pada November 2015 Internatinal People Tribunal 1965 (IPT65) mengajukan sidang terkait peristiwa pembantaian massal yang terjadi pasca 1 Oktober 1965. Dimana, aparat militer dibawah komando Jenderal Soeharto dengan bantuan organsasi masyarakat melakukan penangkapan yang sewenang-wenang terhadap anggota Partai Komunis Indonesia maupun simpatisannya. Penangkapan itu berakhir dengan penahanan selama lebih dari 10 tahun tanpa persidangan hingga penghilangan nyawa. Maka kemudian terselenggara persidangan IPT65 pada 10-13 November di Den Haag, Belanda. Kurang lebih sebanyak 100 Relawan membantu, termasuk peneliti dari segala penjuru dunia, tim media di Jakarta, dan mahasiswa Indonesia dari berbagai negara di Eropa. Sidang tersebut diselenggarakan di Belanda dikarenakan belum adanya upaya pemerintah untuk mengungkap kejadian tersebut ditambah lagi ketidakmungkinan hal mengenai kejadian 1965 dibicarakan di Indonesia yang mana sebagian masyarakatnya telah termakan propaganda sehingga menganggap tabu untuk membicarakan hal yang berkaitan dengan PKI. Hasil keputusan sidang Pengadilan IPT65 di Den Haag menyatakan "Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966. Sepuluh kejahatan HAM berat itu adalah pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakaan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain hingga genosida" ujar ketua Hakim persidangan Zak Yacoob. Meski demikian, hasil keputusan IPT ini tidak memiliki dampak hukum maupun pidana, sifatnya lebih political shamming secara Internasional saja. Dengan cara ini diharapkan petinggi dunia akan menekan pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan permasalahan HAM yang sudah kurang lebih 50 tahun merundung Indonesia.

BBC

Namun , setelah putusan sidang tersebut keluar, Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam saat itu Luhut Binsar Panjaitan (sekarang diganti Wiranto) menolak hasil putusan IPT 1965 "Apa urusan dia ? Indonesia punya sistem hukum sendiri. Saya tidak ingin oranglain dikte bangsa ini" ujarnya. Sedangkan, persidangan tersebut digelar karena pemerintah dirasa gelap mata untuk menyelesaikan kejadian pelanggaran HAM tahun 1965, bahkan kasus pelanggaran HAM lainnya seperti kasus penembakan misterius (petrus) 1982-1985, Tragedi Semanggi dan kerusuhan Mei 1998, kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib 2004, tragedi Wamena berdarah 2003, hingga yang terbaru kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

 Banyak versi mengenai sejarah masa lalu Indonesia, ada beberapa yang diubah maupun dihilangkan, sudah saatnya kita sebagai bangsa Indonesia untuk mengetahui sejarah yang sebenarnya, karena sejatinya sejarah masa lalu merupakan tolok ukur untuk menghadapi masa depan. Mari kita merawat ingatan kita untuk menolak lupa terhadap misteri Bangsa yang belum terungkap.

"Sejarah ditulis oleh para pemenang" Winston Churchill.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun