Sangat bodoh menanam cinta itu kepadanya. Sebuah "Hi" yang keluar dari mulutnya membuat ekspresiku tetap sama ketika berhasil menemukan dirinya tepat berada di depanku. Berbeda dengan 2 tahun yang lalu, suara tawa yang membuatku dalam sekejap menoleh dan melunturkan semua senyum sabar menunggu selama dua jam. Aku masih terpaku di hadapannya, masih tidak percaya atas kejutan yang diberikan hujan kepadaku. Kini ia mulai mengembangkan payungnya dan memayungi kami berdua. Kini dia memelukku erat. Dan aku masih dengan ekspresi yang sama, masih mencoba bangun dari mimpiku. Aku masih berusaha menyadari bahwa ini hanya mimpi;
"Dia tidak ada disini! Ini Cuma mimpi!" ucapku pelan dan lirih namun penuh emosi. Tetapi, pelukan ini menghangat di badanku. Aku merasakan detak jantung yang berdetak kencang seirama dengan detak jantungku dulu setiap kami hanya berjarak beberapa sentimeter.
Aku melonggarkan pelukan kami. Aku menatap matanya yang indah, yang selalu aku kagumi. Tapi mata itu kini menunjukkan sebuah keheranan. Memang aneh, bertemu kembali dengan kondisi seperti ini.
"Apa kabar?" ucapku yang akhirnya membuat percakapan dengannya untuk pertama kali. "Maaf..." ucapnya langsung terpotong dengan sebuah cubitan yang aku daratkan langsung di lengan kananya, membuat ia memunculkan ekspresi yang lucu dan seketika aku tertawa dan percaya bahwa ini bukan mimpi. Inilah dia, perempuan yang aku cinta dan aku tunggu dengan sabar. Kini aku yang memeluknya dengan erat, dia juga membalas pelukanku.
Tuhan aku mohon jangan buat semua keindahan ini hanya sementara. "AISHITERU!!" ucapnya dengan lantang. Dan dalam sekejap aku melepaskan pelukan kami. Lalu beralih memandang wajahnya kembali. Aku memunculkan ekspresi seperti biasa, setiap mendengar bahasa itu. Setelah aku mengetahui ia dengan yang lain aku membenci semua yang ia suka, termasuk bahasa itu yang tidak akan pernah aku sebut lagi.
"Ku, mohon, ini bukan di masa kuliah lagi. Please jangan pernah pakai bahasa itu lagi!" ucapku kesal dengan memunculkan ekspresi kesal yang menurut dirinya itu lucu dan membuat tangannya berhasil mencubit kedua pipiku dengan gemas. "Aduh!!"
"Kalau mau jadi pacarku, suka nggak suka harus denger, belajar, lihat bahasa jepang"
Pernyataan itu membuat bingung. Aku tau apa yang tadi ia ucapkan, ia mengatakannya dengan lantang dan aku tau itu. Sabarku berbuah hasil, walaupun perlu proses yang panjang. Tapi apa aku juga harus mengorbankan ini juga? Dan akhirnya sebuah pemikiran bodoh yang kenapa melintas di benakku dan keluar dengan jelas begitu saja.
"Kamu kan nggak pernah fight buat aku! Kamu juga nggak pernah berkorban buat aku! Kenapa untuk ini aku harus berkorban buat kamu? Memang bukan masalah suka atau tidak sukanya. Tapi aku jadi nggak tau apa kamu akan fight buat hubungan kita kelak nanti?"
Aku menundukkan kepalaku, menyesali semua yang sudah keluar dari mulutku. Padahal aku sudah sampai di puncaknya, aku sudah mendapatkannya, tapi aku malah merobohkan semuanya. Tapi memang itu adanya, kalau pada akhirnya hanya aku saja yang berkorban, apa arti cinta ini sesungguhnya? Kami berdua menundukkan kepala. Terdiam dalam kesunyian yang sudah aku ciptakan. Aku mengutuk diriku sendiri karena sudah mengeluarkan pernyataan itu yang seharusnya belum saatnya keluar.
"Maaf...", akhirnya ia memecah keheningan di antara kami, membuatku menengadakan kepalaku mentap kedua matanya yang sudah berubah ekspresi kecewa. "Kamu benar, aku belum berkorban buat kamu. Aku belum bisa menunjukkan keseriusan aku sama kamu..." ucapannya terhenti, aku masih menatap setiap semua yang ia keluarkan dari mulutnya, ia mengambil jeda dan menarik nafasnya. "Maaf, kalau aku belum pantas buat kamu. Kamu udah terlalu banyak berkorban demi aku. Kamu udah banyak fight buat aku".
Dia membalikkan badannya, siap-siap meninggalkan semua kejutan yang sangat indah yang diberikan oleh hujan. Dan dengan bodohnya dengan semua pernyataan yang aku keluarkan, merobohkan semuanya.
"Tunggu!" ucapku lantang tapi kelantanganku belum bisa mengalahkan suara ramai yang ada di bandara ini. Tetapi setidaknya bisa membuatnya menoleh ke arahku.
"Tapi kamu.. kamu mau kan coba lagi dari nol?"