Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Teori Psikologi yang Menjelaskan Tindak Pidana Anak

30 Januari 2023   23:51 Diperbarui: 31 Januari 2023   13:14 1601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahapan-Tahapan perkembangan moral Kohlberg. Sumber: Tangkapan layar Wikipedia.com

Kasus penculikan seorang bocah yang berakhir dengan pembunuhan oleh dua orang remaja menjadi sorotan beberapa waktu lalu. Pembunuhan keji itu mempunyai motif untuk menjual organ tubuh korban. 

Yang sangat menjadi perhatian adalah remaja tersebut masih dibawah umur yaitu 17 dan 14 tahun, sehingga membuat masyarakat heran mengapa seorang anak remaja bisa melakukan tindak pidana yang cukup serius tersebut.

Tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan sebuah hal yang kita rasa masih menjadi perdebatan salah siapa perilaku itu terjadi. Antara anak itu sendiri atau orang tuanya?.

Banyak diantara kita sudah pasti menyalahkan orang tua yang mengasuh si pelaku tersebut. Pemberian hukuman yang tertera pada hukum yang berlaku juga menjadi masalah ketika banyak hukum yang membebaskan pelaku di bawah umur dan jika membahayakan hanya di penjara setengah dari maksimum ancaman pidana orang dewasa.

Memang bukan bidang saya bagaimana hukum yang patut diberlakukan bagi anak yang melakukan tindak pidana, namun melalui pendekatan psikologi agaknya kita bisa tahu apa motif psikis dari perilaku melanggar hukum yang dilakukan anak tersebut.

Perkembangan Moral Kohlberg

Perilaku yang melanggar pidana sudah pasti merupakan pelanggaran moral juga dan oleh karena itu dapat kita lihat masalah tersebut dari perkembangan moral sang anak. 

Mari kita gunakan teori yang digagas oleh Lawrence Kohlberg, tentang tahapan-tahapan moral yang membentuk anak mengetahui yang mana yang baik dan buruk secara moral.

Kohlberg sendiri merumuskan tiga tingkatan yaitu pre-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Setiap tingkatan memiliki dua tahapan dimana harus dilalui secara berurutan.

Tahapan-Tahapan perkembangan moral Kohlberg. Sumber: Tangkapan layar Wikipedia.com
Tahapan-Tahapan perkembangan moral Kohlberg. Sumber: Tangkapan layar Wikipedia.com

Pre-konvensional memiliki dua tahapan yaitu orientasi kepatuhan dan minat pribadi, pada tahap pertama ini secara singkat anak mengetahui hukuman sebagai konsekuensi langsung. 

Sedangkan tahap kedua menyatakan bahwa anak akan menanyakan keuntungan dari mematuhi hukum yang berlaku.

Tingkatan konvensional memiliki dua tahap yaitu orientasi keserasian interpersonal dan konformitas, dan orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial. 

Tingkatan yang umumnya ada pada remaja ini membuat orang menilai moralitas dari pandangan dan harapan masyarakat.

Pada tingkatan pasca-konvensional, terdapat dua tahapan lain yaitu orientasi kontrak sosial dan prinsip etika universal. Tingkatan ini berprinsip pada hak diri dalam menjalankan moralitas terlepas dari masyarakat. 

Perbedaan dengan pra-konvensional adalah adanya suatu penghormatan pada setiap individu dan universalitas keadilan bagi semua orang.

Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Jika dilihat dengan tindak pidana anak, mulai dari tingkat pre-kovensional saja terjadi kesalahan dimana anak tidak memikirkan konsekuensi ke depannya yang dia lakukan ketika melakukan tindak pidana. 

Sedangakan pada tingkatan konvensional, mereka tidak memperhatikan respon dari masyarakat jika mereka melakukan tindak pidana. Dan terakhir pada tingkat pasca-konvensional, anak tidak menghormati hak-hak individu.

Pemberian Hukuman sebagai Penguatan (Reinforcement) Perilaku 

Pada tingkatan pre-konvensional di perkembangan moral Kohlberg pemberian hukuman sangat penting bagi perkembangan moral anak. 

Hal ini juga selaras dengan mazhab behaviorisme dimana pembentukan perilaku juga dapat dibentuk dengan pemberian hukuman. Hal ini dijelaskan dalam teori operan conditioning yang digagas oleh B.F. Skinner.

Pengkondisian operan sendiri ada jika perilaku yang disukai karena pemberian hadiah akan terus dilakukan sedangkan perilaku yang diberi hukuman akan dihindari untuk dilakukan.

 Penghindaran dari perilaku ini karena pemberian stimulus aversif atau stimulus yang tidak menyenangkan jika kedapatan anak melakukan suatu yang dilarang.

Kelemahan dari pemberian hukuman ini adalah jika pemberian hukuman ini dihentikan atau anak merasa sudah kebal dengan hukuman yang diberikan, maka perilaku yang dilarang ini akan tetap dilakukan . 

Pemberian hukuman ini memang tidak memusnahkan perilaku yang diberi hukuman dengan permanen tapi patut dicoba untuk mengajarkan konsekuensi yang didapat si anak.

Memberikan hukuman dengan semestinya adalah harus bagi setiap orang tua dan yang diperhatikan juga bahwa hukuman itu sepadan dan tidak terlalu ringan atau tidak terlalu berat pada anak. Hal ini bisa membuat anak tahu bahwa setiap pelanggaran punya konsekuensinya.

Memiliki Gangguan ASPD (Antisocial Personality Disorder)

Psikopat dalam film-film berasal dari gangguan kepribadian ini. Ilustrasi. Sumber: pixabay.com
Psikopat dalam film-film berasal dari gangguan kepribadian ini. Ilustrasi. Sumber: pixabay.com

Pembahasan kali ini mungkin bersifat spekulatif karena harusnya diadakan diagnosa lebih lanjut oleh tenaga profesional pada anak pelaku tindak pidana namun ciri yang dijelaskan pada gangguan ini banyak yang merujuk kepada tindak kriminal.

Antisocial Personality Disorder (ASPD) sendiri dalam DSM 5 merupakan gangguan yang membuat individu tersebut sering berbuat kriminal, tidak bertanggung jawab, dan mengabaikan dunia sosialnya. Psikopat dan sosiopat merupakan dua macam sifat yang ada pada gangguan ini.

Beberapa ciri seperti tidak jujur dan curang, tidak mematuhi norma dan hukum, impulsif, sembrono dan abai pada sekitar, tidak punya rasa penyesalan, dan tidak bertanggung jawab secara konsisten adalah kriteria untuk mendiagnosis gangguan ini. 

Jika ada anak yang secara berlebihan memiliki ciri tersebut hendaknya keluarga meminta bantuan tenaga ahli psikologi profesional.

Tiga hal tersebut mungkin tidak semuanya menjelaskan secara rinci masalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur namun dapat menambah wawasan guna menjelaskan bagaimana tindak pidana anak terjadi maupun memikirkan solusinya.

Memantau perkembangan moral anak, memberi hukuman yang setimpal dan meminta bantuan ahli psikologi profesional jika pelanggaran yang dilakukan anak sudah terlalu berlebihan merupakan upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana yang dilakuan oleh anak dibawah umur.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun