Zaman modern memaksa kita memaknai seks sebagai sexual intercourse (hubungan intim) saja tanpa ada kaitannya dengan aspek-aspek yang telah lama diikat peradaban.
Mengenai resesi seks ini dapat kita lihat bagaimana ekonomi menekan berbagai ikatan seks dengan aspek lainnya ke sudut masing-masing. Hanya dengan kekuatan uang, sedikit demi sedikit beberapa aspek itu dengan seks mulai dieratkan.Â
Sistem ekonomi membuat seks makin teralienasi dari rasa cinta dan kekeluargaan. Berbagai aspek ini termasuk seks itu sendiri bisa diperjualbelikan dengan terpisah dan tanpa ada makna di dalamnya.
Perkembangan psikologi yang seharusnya didapatkan baik oleh masa dewasa madya untuk membina keturunan dan oleh dewasa awal untuk membina keintiman (Intimacy dan generativity jika meminjam dari teori psikososial Erik Erikson) jadi tidak dapat dipenuhi. Pemenuhan ini dapat menjadi suatu neurosis bagi tahap perkembangan selanjutnya.
Kesimpulan
Memang dampak yang terakhir ini bersifat hipotesis dan dapat terjadi jika resesi seks berada di titik paling ekstrem namun bukan berarti tidak mungkin mustahil terjadi.Â
Resesi seks seharusnya dapat diimbangi dengan fasilitas dan sistem ekonomi yang memadai bagi para pasangan ataupun seseorang untuk membina rumah tangga.
Memaknai seks bukan hanya kebutuhan sexual intercourse semata namun juga kebutuhan yang berkaitan dengan kasih sayang, kekeluargaan dan membina anak patut dipahami bagi kita agar seks kembali ke tempatnya dan tidak teralienasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H