Agama yang terorganisir secara kompleks dan ketat menurut Maslow malah membuat pengalaman-pengalaman religius menjadi sulit berkembang.Â
Hal ini disebabkan agama terorganisir sangat menentang berbagai pengalaman transenden yang berasal dari selain Nabi atau pendiri agama tersebut. Kebanyakan pengalaman transenden yang bertolak belakang dari ajaran agama itu akan dianggap bid'ah dan dilarang.
Maslow juga menemukan kesan bahwa banyak dari orang-orang religius nonteis yang memiliki pengalaman religius yang lebih banyak dari orang yang mengikuti agama yang terorganisir segara ketat.Â
Hal ini mungkin dikarenakan orang religius nonteis tersebut tidak terikat pada organisasi agama yang punya nilai-nilai dan ritus konvensional sehingga lebih bebas melekatkan diri pada nilai-nilai dan hakikat universal secara bebas dan personal.
Setelah rampung membaca buku ini dua kali saya mempunyai kesimpulan bahwa menyadari pengalaman-pengalaman religius akan membuat kita lebih memaknai hidup.Â
Dunia modern yang selalu membanggakan segala hal futuristik terkadang lupa akan nilai-nilai religius yang membawa mereka pada kondisi meaninglessness, anhedonia,dan neurosis karena kesuksesan.
Di buku ini Maslow coba menjelaskan B-Value atau nilai ada (Being) yang telah banyak kita temukan di teorinya khususnya teori hirearki kebutuhannya.Â
Mungkin agak sulit dipahami oleh para pembaca yang bukan berlatarbelakang psikologi atau belum berkenalan mazhab-mazhab psikologi, tapi Maslow cukup jelas membawakan materinya agar mudah dipahami.
Bagi kamu yang ingin mendalami lagi mazhab psikologi ketiga mestinya buku ini sanggatlah recommended buat kamu. Juga buat kita yang ingin tahu pendekatan psikologis dari pengalaman transenden atau religius dan ingin memaknai hidup, maka buku ini layak dibaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H