Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ZavildaTV dan Bagaimana Kita Menyikapi Kontennya

30 Agustus 2022   21:20 Diperbarui: 30 Agustus 2022   21:31 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konten Youtube ZavildaTV sekarang tengah hangat diperbincangkan karena Social Experiment-nya yang diduga "memaksa" beberapa wanita berpakaian seksi untuk mengenakan hijab. Perempuan bercadar dan berkacamata hitam yang bernama Vilda ini jadi sorotan karena aksinya itu.


Netizen beranggapan bahwa tindakannya itu sebagai sebuah pemaksaan dan juga jauh dari kata social experiment. Memang saat saya tonton salah satu kontennya ini tidak ada tujuan dan prosedur yang jelas dari social experiment dimana seharusnya social experiment harus menggambarkan apa pun reaksi dari subjek sosial yang diberikan tes eksperimen tanpa memaksanya.


Dan juga berita terbaru yang dilansir dari Detik.com pada 30 Agustus 2022 (30/8/22) menjelaskan bahwa Zavilda tidak "memaksa" para subjek social experiment-nya. 

Klarifikasi tersebut ditayangkan di kanal Youtube Ezagio VR. Dan Zavilda mengatakan bahwa subjeknya adalah seorang talent yang dicari random saat itu juga dan diberikan skenario sebelum mulai rekaman videonya berlangsung.


Hipotesis Saya Mengenai Motivasi Zavilda Membuat Konten Tersebut


Agama memang sudah jelas menjadi motivasi utama akan hal tersebut namun jika kita ulas lagi sebenarnya rasa untuk mempengaruhi orang lain pastinya ada dalam pembuatan konten tersebut.

Memang kita sepakat bahwa agama adalah kebaikan dan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan merupakan impian banyak orang yang sudah merasakan baiknya agama.


Namun jika mengajak itu mendekati kata "memaksa", tentunya ada dorongan tertentu untuk mempengaruhi orang lain.walau ia tidak menyadarinya. 

Hal tersebut seperti teori dari psikolog David C. Mcclelland tentang Need of Power atau kebutuhan akan kekuasaan yang dimiliki setiap orang.


Kebutuhan akan kekuasaan memang dimiliki setiap orang namun caranya harus sesuai dengan moral dan aturan. Kebutuhan tersebut harus seimbang dan juga tidak terlalu banyak di hidup kita.


Walaupun begitu ini semua hanya analisis saya pribadi sebagai mahasiswa psikologi dan juga tingkatannya masih sebuah hipotesis dimana dapat salah atau benar sebelum dilakukan sebuah penelitian lebih lanjut. 

Jadi boleh sekali para pembaca dan kompasioners yang lain untuk menyanggah pendapat saya ini.


Bagaimana Sikap Kita Terhadap Konten Zavilda Demi Menjaga Toleransi


Jika kita melihat dari bagaimana Zavilda menggaungkan kata toleransi di salah satu kontennya yang memaksa wanita nonmuslim untuk berhijab jelas salah dan juga hal tersebut mungkin bisa dikatakan intoleransi karena pemaksaannya. Dan kita sepakat bahwa itu merupakan tindakan yang represif terhadap kepercayaan seseorang.


Namun yang jadi kesalahan yang patut diperhatikan juga adalah jika kita ikut menggeneralisir orang-orang yang berpenampilan sama seperti Zavilda sebagai orang yang intoleran juga. 

Dan perhatian utama kita jelas perilakunya bukan atribut agama yang dipakai. Hal tersebut akan membuat stereotipe baru yang tentu saja akan melahirkan intoleransi kepada beberapa orang yang diduga intoleransi.


Hal ini akan menjadi paradoks atau lingkaran setan dari kata toleransi. Seperti yang Rocky Gerung katakan bahwa toleransi itu letaknya di perilaku sosial.

Yang lebih jelasnya perilaku yang memaksa orang untuk mengikuti atribut keagamaan, kesukuan, dan politik tertentu dengan menumpas habis hak orang tersebut.


Yah mungkin itu saja pendapat saya dari konten Zavilda dan bagaimana kita harus menyikapinya. Dan mungkin artikel saya ini berasal dari keresahan pribadi, juga sangat disayangkan tempat membuat konten itu dilakukan di Jogja, tempat saya berkuliah saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun