Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Gen-Z, Sadar Kesehatan Mental atau Hanya Strawberry dan Snowflake Generation?

13 Mei 2022   09:49 Diperbarui: 18 November 2022   20:42 2545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pexels.com

Menjadi bagian dalam generasi z dan juga seorang mahasiswa psikologi, membuat saya merasa bangga akan generasi kami yang sangat perhatian dengan isu-isu psikologi khususnya kesehatan mental. 

Generasi Z menjadi harapan untuk mengubah stigma psikologi yang salah di masyarakat kita, hal seperti memasung orang yang mengidap gangguan jiwa hingga berbagai perilaku abusive yang dinormalisasi akan segera lenyap oleh kehadiran Gen Z yang aware kesehatan mental.

Banyaknya kosakata yang berkaitan dengan kesehatan mental dan psikologi jadi salah satu bukti betapa aware-nya generasi muda kita. 

Kata-kata seperti abusive, trust issues, gaslighting, body shaming, dan lain sebagainya kadang sering digunakan oleh banyak anak muda yang ingin terlihat tidak ketinggalan zaman, terutama oleh anak jaksel yang bergaya metropolitan.

Namun terkadang tidak semua hal tersebut ditanggapi positif. Beberapa pakar menganggap bahwa dengan adanya informasi akan mental health tersebut.

Itu membuat generasi kita dianggap rapuh karena hanya mementingkan stabilitas mental mereka daripada tantangan yang sedang mereka hadapi, jadinya kita dianggap lari dari masalah demi kestabilan mental.

Istilah akan generasi yang rapuh ini disebut Strawberry Generation yang diambil dari perumpamaan kata bahasa taiwan bagi generasi yang lahir dari tahun 1990 dan seterusnya yang rapuh bagai stroberi. 

Dalam dunia barat, terdapat istilah snowflake generation yang dimaknai sama dan merupakan generasi yang menuntut diperlakukan dengan spesial karena mereka unik dan dekat sekali dengan perilaku "manja".

Istilah tersebut diperkuat lagi oleh banyaknya kasus Gen Z yang banyak berlindung dibalik istilah-istilah psikologi dari hal yang mereka tidak sukai. 

Contohnya saja kasus VT seorang Gen z yang merasa di-gaslighting oleh seorang hairdresser saat di salon karena diberitahu rambutnya kering, dan juga seorang mahasiswa baru yang ingin healing selama 6 bulan karena beratnya tugas kuliah.

Walaupun begitu, juga ada opini yang menyatakan bahwa istilah strawberry dan snowflake generation adalah sebuah bentuk dari justifikasi generasi diatas mereka yang tidak mau tersaingi karena generasi Z lebih inovatif dan aware akan isu kesehatan mental. 

Konflik antar generasi antara si tua yang ingin diakui sebagai pemilik zaman yang paling baik dan paling kuat bisa jadi opini yang masuk akal dari dikeluarkannya dua istilah tadi.

Sebagai contoh sederhana seperti kata-kata kakak kelas atau kakak tingkat kepada adik kelasnya yang berkata seperti " zaman kamu masih mending dek, dulu zaman kakak disuruh lawan Katak Bhizer". 

Hal ini jadi contoh sederhana akan konflik antar generasi yang mana ingin memberitahukan bahwa generasi sekarang bukan apa-apa dari generasi dulu.

Namun yang perlu kita sadari yaitu bahwa secara realita terdapat beberapa anak muda yang memang mengerti dan paham akan mental health dan juga ada yang justru "mengambinghitamkan" isu kesehatan mental demi sifat malas, manja, dan egois mereka, atau yang bisa kita labeli sebagai strawberry atau snowflake generation.

Sebenarnya dalam psikologi, tujuan dari kesehatan mental tersebut terletak pada equilibrium atau keseimbangan yang mana dalam hal ini keseimbangan antara informasi tentang kesehatan mental dan juga pengembangan diri yang baik. 

Oleh karena itu, saya ingin membagikan beberapa anjuran dan saran bagi kita generasi z yang ingin aware tentang berbagai isu kesehatan mental namun juga seimbang dengan terjauh dari istilah strawberry dan snowflake generation.

Ilustrasi. Sumber: pexel.com
Ilustrasi. Sumber: pexel.com

1. Memperdalam pengetahuan dan informasi terkait mental health dan hal-hal psikologi lainnya.

Kelebihan dari generasi z adalah kita sangat melek akan teknologi dan juga informasi. Tak jarang juga malah anak muda sering terkena Fear of Missing Out (FOMO) karena ketergantungannya akan gadget dan informasi dari internet. 

Namun hal tersebut tidak dibarengi dengan semangat literasi yang tinggi sehingga banyak anak muda yang mengambil kesimpulan dari informasi yang sepotong-sepotong khususnya yang sedang tren.

Hal ini juga menyangkut informasi tentang kesehatan mental dan psikologi yang hanya dipahami separuh dan tidak membaca literasi mendalam. 

Kasus seperti gen z yang merasa di-gaslighting oleh hairdresser dan mahasiswa baru yang ingin healing selama 6 bulan merupakan suatu contoh dari pemahaman yang hanya separuh ini.

Jadi yuk mulai sekarang kita bisa memperluas lagi pengetahuan akan kesehatan mental dan psikologi dengan membaca lebih banyak sumber terpercaya dan tidak hanya dari tren media sosial seperti tweet pendek dan juga dari kata orang yang tidak jelas sumbernya.

Baca juga : 3 Kasus Kesalahpahaman Gen-Z Tentang Mental Health dan Psikologi 

2. Menyikapi Masalah dan Tantangan Sebagai self-improvement

Banyak sekali generasi z yang tertarik akan self-improvement karena manfaatnya bagi pengembangan diri mereka. 

Membaca berbagai buku, menghadiri seminar, hingga menonton video dari Youtube yang berkaitan dengan self-improvement sering saya lihat dari banyak teman saya dan juga saya sendiri tentunya.

Walaupun begitu, dalam kehidupan nyata juga terdapat banyak momen yang dapat kita gunakan sebagai cara untuk melakukan self-improvement dan yang paling penting adalah masalah atau tantangan. 

Saat kita menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan berarti kita mendapatkan sebuah pengembangan diri yang berguna untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada nantinya.

Sebaiknya kita menyikapi masalah atau tantangan ini sebagai suatu cara pengembangan diri dan alih-alih sebagai hal yang merusak mental. 

Kehidupan kerja yang sulit dapat terasa lebih baik jika kita menyelesaikan masalah yang ada dalam kerja kita itu daripada harus resign berkali-kali dengan alasan menjaga kesehatan mental. 

Bahkan kesehatan mental yang baik dapat dilihat dari bagaimana individu itu menyelesaikan masalahnya dan bukannya menjauhinya.

3. Stop Melakukan self-diagnose

Ilustrasi. Sumber: pexels.com
Ilustrasi. Sumber: pexels.com

Kadang kita yang baru pertama kali mendapatkan informasi mengenai kesehatan mental dan psikologi sering kali mencocokkan informasi tersebut dengan kondisi diri kita. Sehingga terkadang kita melakukan self-diagnose atau mendiagnosis diri kita sendiri. 

Jika informasi tersebut terkait hal-hal sederhana tentang psikologi maka masih bisa dimaklumi namun jika sudah terkait psikosis atau penyakit mental yang berat maka self-diagnose ini bisa menjadi fatal bagi yang melakukannya.

Jika memang ada tanda-tanda penyakit mental yang ada di diri kita sebaiknya periksakan langsung ke tenaga profesional di bidang psikologi. Jangan langsung mengakui diri kita punya penyakit mental yang ada di internet atau sosial media. 

Layaknya kesehatan jasmani, kesehatan mental juga memiliki prosedur dan juga tes yang ketat untuk mendiagnosis suatu penyakit mental. 

Bahkan lulusan sarjana psikologi saja tidak diperkenankan untuk mendiagnosis penyakit mental sebelum masuk magister psikologi klinis.  

Oleh karena itu, sebaiknya kamu yang hanya tahu informasi mental health dari sosmed sambil rebahan jangan Sok-sok'an langsung mendiagnosis penyakit mental khususnya pada diri kamu.

Diakhir kata, pengetahuan tentang kesehatan mental dan juga psikologi tidak akan membuat seseorang menjadi lembek dan rapuh jikalau pengetahuan tersebut dipahami dengan menyeluruh dan mendalam. 

Psikologi merupakan bidang keilmuan yang objektif untuk memperbaiki dan mengembangkan individu maupun orang lain, maka dari itu semestinya dapat membuat kita sebagai generasi yang lebih baik dan kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun