Memang negara jiran kita acap kali memutuskan sendiri akan klaim budaya negera kita. Mulai dari Lagu Rasa Sayange dan Tari Pendet yang diputar di iklan pariwisata malaysia, Rendang masakan khas sumatera barat yang diklaim berasal dari negeri mereka, dan juga perdebatan alot atas batik yang dimenangkan oleh kita dengan diakuinya batik milik Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu.
Baru-baru ini warga Indonesia digemparkan lagi atas Reog Ponorogo yang akan diklaim oleh Malaysia pada UNESCO.Â
Hal tersebut diperjelas oleh ungkapan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy pada Senin (4/4/2022) lalu dilamaan resmi PMK, yang mengatakan bahwa dalam langkah mematenkan Reog Ponorogo ke UNESCO oleh Indonesia, hal tersebut juga tengah dilakukan oleh pemerintah Malaysia.
Kesenian asal Ponorogo, Jawa Timur tersebut lalu menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tentu rakyat kita yang dicap sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara memberi berbagai respon yang cukup keras.Â
Salah satunya seperti ada yang bilang "jelas-jelas reog ponorogo bukan reog durian runtuh", atau juga ada yang membandingkan pagelaran reog di Malaysia yang biasa saja dengan Reog Ponorogo yang sangat megah.
Walaupun memang membuat diri jadi naik pitam karena budaya kita terus diklaim, sebetulnya Malaysia secara tidak langsung juga membuat kita kembali teringat dan cinta akan budaya kita ini. Seperti Reog Ponorogo ini yang akhirnya kembali bergema kembali dan ternyata kesenian ini sebenarnya berasal dari sindiran kepada Pemerintah saat itu lho.
Asal-Usul dari Reog Ponorogo
Sebelum kita mengetahui sangkut paut antara Reog Ponorogo yang berasal dari sindiran kepada Pemerintah pada saat itu, baiknya kita harus tahu terlebih dahulu sejarah awalnya Reog Ponorogo ini. Sebetulnya terdapat tiga mitos tentang asal-usul dari Reog Ponorogo ini yang kesemuanya punya keunikan dan pandangan tersendiri.
Dan salah satunya yang akan kita bahas adalah asal-usul dari Reog ini yang dijadikan sebagai media protes atau sindiran. Dalam sejarahnya, Ki Ageng Kutu yang merupakan kerabat dari Prabu Brawijaya V memilih pergi karena tidak setuju dengan keputusan junjungannya itu yang mengangkat anaknya, Raden Patah sebagai penguasa Demak.
Beliau lalu pergi ke daerah Wengker dan mendirikan sebuah padepokan disana. Karena memiliki jumlah pengikut yang sedikit dan tak mampu untuk menggulingkan kekuasaan, maka Ki Ageng Kutu membuat suatu pementasan seni yang dibuat untuk menyindir Prabu Brawijaya dibantu oleh para pengikutnya.