Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

3 Hal Berikut Dapat Membuat Sinetron Televisi Tidak Monoton

21 Maret 2022   19:10 Diperbarui: 21 Maret 2022   19:14 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikatan cinta beberapa waktu lalu dikritik karena skrip yang buruk. sumber: Kompas.com

Agak jarang sih saya yang menemukan teman-teman sebaya saya yang sangat suka menonton televisi terkhusus pada sinetronnya. 

Yah mungkin bisa didapati satu-dua, yang mungkin jika tidak nonton bola atau berita, ya menonton band K-pop favorit mereka yang sengaja "ditanggap" oleh perusahaan e-commerce besar tanah air guna sponsor dan branding.


Kadang saya terpaksa menonton televisi selain hal yang disebutkan sebelumnya, pastilah titik "gabut" saya sedang ada dipuncak maksimal. Entah mungkin karena perkembangan teknologi yang menyedot perhatian generasi muda atau juga karena kualitas pertelevisian kita yang sudah tidak relevan lagi dengan kita.


Jujur banyak sekali alasan yang membuat saya enggan untuk untuk duduk berlama-lama didepan televisi, apalagi saat prime time bagi sinetron-sinetron untuk tayang. 

Yah memang dari dulu saya sudah tidak suka sinetron yang ada di televisi, alasannya hanya satu yaitu "monoton".


Jikalau disuruh memilih antara kartun dan sinetron maka sudah pasti saya memilih kartun yang lucu itu. 

Dahulu memang ada masa dimana sinetron dapat merajai dunia hiburan di tanah air. Bahkan sangking terkenalnya pernah dijadikan suatu ajang kampanye politik terselubung seperti yang dilakukan Wiranto dan Hari Tanoesoedibjo yang ikut bermain di salah satu episode Tukang Bubur Naik Haji, walaupun akhirnya juga disemprot KPI.


Namun kembali ke alasan saya yang pertama tadi. Sebetulnya para pencinta sinetron ini sudah jelas kebanyakan berasal dari generasi baby boomers keatas yang sudah lekat akan suatu aturan dan juga sudah menerima apa adanya tidak sekritis para milienial ke bawah. 

Namun sebelumnya ini tidak mendiskreditkan bahwa generasi muda lebih baik dari generasi tua, namun kita bisa melihat kecenderungan perilaku dari mana asal penyuka sinetron ini.


Para generasi tua lebih suka dengan keteraturan dan kondisi yang sebagaimana mestinya, tidak peduli sinetron bahasannya itu-itu saja. Ya sinetron sekarang pastilah tidak lepas dari adanya konflik keluarga dan rumah tangga, percintaan, kepemilikan hak asuh anak, serangan dari orang asing dan lain sebagainya.


Yah pastilah kalian yang sudah bosan dengan seinetron ini akan melihat bahwa ada unsur-unsur yang sama walaupun dengan judul sinetron yang berbeda, seolah-olah tidak ada sinetron yang benar-benar anti-mainstream bagi dunia pertelevisan. 

Anak yang akhirnya diculik, kasus perceraian, konflik dengan keluarga, hidup dirumah gedongan dan alur yang ngalor-ngidul, tiba-tiba ada iklan endorse sudah jadi alasan bagi saya untuk memberi cap sinetron sebagai hiburan yang monoton.


Saat saya terpaksa duduk dengan ibu atau nenek saya menonton sinetron, saya berkata dalam hati " kapan anaknya diculik?", "mengapa masalah keluarga ini lebih rumit dari konflik timur tengah?" atau "iklan biskuit apalagi yang nongol ditengah sinetron ini".


Mengapa ada yang menaikan tagar #ikatancintabadscript


Siapa yang tidak tahu Ikatan Cinta?(pertanyaan ini ditujukan untuk penyuka sinetron), sinetron yang dibintangi oleh Amanda Manopo dan Arya Saloka ini sudah memikat banyak perhatian ibu-ibu. 

Ikatan cinta beberapa waktu lalu dikritik karena skrip yang buruk. sumber: Kompas.com
Ikatan cinta beberapa waktu lalu dikritik karena skrip yang buruk. sumber: Kompas.com

Walapun saya rasa ini sama saja dengan sinetron lainnya yang berada pada genre masalah keluarga dan juga perebutan hak asuh anak. Namun yang menjadi perhatian saya ada pada naiknya tagar #ikatancintabadscript pada beberapa waktu yang lalu. 

Para fans Ikatan Cinta merasa cerita yang telah tayang sangat buruk dan tidak sesuai ekspektasi. Hal ini diduga dikarenakan penulis skenario baru yang ditunjuk tidak memenuhi harapan dari para penonton.


Pertanyaan saya hanya, "kenapa kalian baru sadar sekarang?".


Apa tidak sadar jika seluruh cerita sinetron seakan di-copypaste dari beberapa sinetron terdahulu yang terkenal pada zamannya. Entah karena gagap ingin mengikuti ketenaran pendahulunya atau karena malas untuk berpikir kreatif maka membuat mereka tidak memberi sentuhan inovatif pada karyanya.


Kembali ke topik Ikatan Cinta tadi, sebetulnya walaupun penulis skenarionya sangat berkualitas pun bahkan penulis skenario dari Hollywood jika masih memakai sistem kejar tayang yang melelahkan akan menjatuhkan kualitas karya tersebut. Setiap orang butuh waktu untuk menghasilkan karya terbaik mereka.


Apa serakus itu para penggemar sinetron yang memaksakan agar sinetron favoritnya tayang setiap hari?. 

Saya yakin banyak yang sepemikiran dengan saya, penonton saat ini pasti punya kesabaran untuk menunggu barang seminggu satu episode. Pemikiran industri pertelevisan agaknya sudah usang karena kita dahulu tidak memiliki sumber hiburan lain selain televisi.


Hal ini mungkin juga dikarenakan kerakusan industri televisi yang mengejar rating tanpa memperdulikan kualitas. 

Pikir mereka mungkin jika kita memberikan asupan hiburan secepat mungkin dan sebanyak mungkin pada penonton maka rating akan naik. Kegagapan akan cuan jadi membuat kualitas terkorbankan.


Mungkin ada yang berpendapat bahwa sudah dimaklumi saja kualitas televisi toh hanya para emak-emak saja yang suka. 

Pikiran yang sangat amat sempit ini dapat menjadikan televisi tidak dapat mengejar zaman dan pasti akan hilang ditelan industri hiburan lainnya. Penonton pastilah akan bertambah usia dan tak selamannya tetap jumlahnya.


Apalagi nanti saat tahun 2030-2040 terjadi bonus demografi yang menyebabkan lebih banyak usia produktif daripada yang tidak produktif.

 Para orang berusia produktif ini pasti berasal dari generasi milenial ke bawah dan akan menjadi calon penonton televisi nantinya. Jika tidak ada perubahan sama sekali pada dunia pertelevisian maka kita akan dapati banyak karya bangsa lain mendominasi televisi kita.


Sebetulnya ada beberapa hal yang ingin saya sarankan untuk diubah dalam dunia pertelevisan. Yaitu sebagai berikut:


Menghapus Sistem Kejar Tayang


Permasalahan yang sangat krusial dan mungkin bisa jadi menjadi sumber masalah menurunnya kualitas sinetron di Indonesia. 

Demi meraup rating yang amat sangat tinggi dan juga biaya produksi rendah membuat para pemegang industri menekan sineas televisi untuk membuat karya dikejar waktu sehari.


Dampaknya tidak hanya pada kualitas karya saja yang menurun, namun juga pada setiap para pekerja kreatif yang terlibat. Dengan waktu sehari untuk membuat satu skrip skenario membuat banyak orang pastinya akan merasa lelah.

 Peristiwa Burn Out atau kelelahan hebat pasti kerap terjadi bagi para sineas ini.


Meningkatkan Kualitas dan Lebih Kreatif


Setelah kejar tayang sudah dihapuskan, saatnya untuk meningkatkan kualitas karya dengan berpikir secara mendalam terhadap alur cerita yang akan dibangun, begitu juga dengan pendalaman karakter serta genre yang akan diambil. 

Sebetulnya sangat boleh untuk mengambil referensi karya dari beberapa karya yang sukses sebelumnya, namun jangan memplagiat secara menyeluruh karya tersebut.


Dalam mengambil referensi seharusnya prinsip A.T.M (Amati, Tiru, Modifikasi) harus dilakukan agar terhindar dari namanya plagriasi. 

Dan juga membebaskan diri dari belenggu genre konflik keluarga, percintaan dan lainnya yang sudah tertanam sejak lama di dunia sinetron harusnya dilakukan, eksplorasi berbagai genre yang ada dan juga dengan pengetahuan yang mendalam.


Independensi pada Production House


Berikutnya yang juga penting adalah independensi pada para production house (PH) yang terlibat dalam produksi sinetron tersebut. Sebaiknya PH ini memiliki integritas pada karyanya dan tidak menuruti kemauan televisi yang berpacu pada rating. 

Keterikatan secara penuh terhadap maunya televisi membuat banyak sineas dunia sinetron terkadang terbelenggu.


Dengan independensi yang baik membuat PH dapat lebih bebas dalam berkarya dan terus berkembang. Tuntutan dari televisi yang otoriter seharusnya dikurangi agar dapat mengembangkan berbagai macam karya yang berkualitas. 

Televisi harusnya percaya pada kualitas PH yang telah terjalin kerja sama dengannya dengan begitu akan mewujudkan ekosistem produksi yang baik.


Begitulah mungkin pendapat pribadi saya seorang yang resah akan monotonnya dunia pertelevisian khususnya sinetron. Saya berharap ada orang yang dengan semangatnya mengubah sistem yang sangat buruk ini. 

Mungkin perubahan ini tidak berlangsung cepat tapi perlahan dengan kesabaran dan semangat juang yang tinggi pasti akan merubah era pertelevisian menjadi lebih baik.

*****

Rahmad Alam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun