Beberapa bidang keilmuan sangat membutuhkan bukti empiris demi terbentuknya sebuah legalitas maupun bukti nilai fakta dari bidang keilmuan tersebut.Â
Berbagai penelitian dengan beragam desain penelitian kerap digunakan demi pembuktian dari objektivitas sebuah gagasan atau konsep pemikiran tersebut.
Manusia memang memiliki sifat keingintahuan yang besar terhadap pengetahuan, oleh karena itu demi terpenuhi kebutuhan akan keingintahuan itu maka berbagai penelitian dan eksperimen digalakkan.Â
Namun terkadang manusia lupa bahwa ada batasan dari berbagai eksperimen ini dan yang paling penting adalah batasan etika dan moral.
Dalam sejarahnya, manusia kerap kali melakukan penelitian yang tidak memedulikan batasan moral dan etika.Â
Dan salah satunya dalam bidang psikologi, terdapat eksperimen yang cukup kelam bernama "Little Albert", yang dilakukan oleh John Watson guna membuktikan konsep behaviorisme miliknya.
John Watson dan Konsep Behaviorisme Miliknya
Sebelum mengetahui kelamnya eksperimen Little Albert ini, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa yang menggagas eksperimen ini terlebih dahulu.Â
John Brodeus Watson merupakan seorang ahli psikologi asal Amerika Serikat yang terkenal akan teori behaviorisme miliknya yang pertama kali diperkenalkan dalam karyanya berjudul Psychology as Behaviorist Views It pada tahun 1913.
Dalam teorinya, ia menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang dapat dijelaskan atas dasar reaksi fisiologis terhadap suatu rangsangan atau stimulus.Â
Watson menolak segala pandangan psikologi yang merujuk pada dunia alam bawah sadar seperti yang digagas para penganut aliran psikoanalisis.
Watson percaya bahwa tingkah laku manusia berasal dari responsnya pada lingkungan dan itu membuat manusia merupakan sebuah produk dari lingkungan.Â
Secara lebih jelas, terdapat empat unsur dari terbentuknya perilaku, yakni dorongan, stimulus, respons, dan penguatan.
Unsur dorongan sifatnya dari dalam individu tersebut namun terdapat unsur stimulus dan penguatan yang berasal dari luar dan membuat sumber perilaku lebih dominan ditentukan oleh pengaruh luar.Â
Hal ini juga membuktikan bahwa seorang manusia dapat dimodifikasi perilakunya jika kita dapat mengatur stimulus dan penguatan di sekitarnya.
Watson juga sangat optimis dengan teorinya ini bahkan ia pernah berkata "berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan mereka sesuai dengan kehendak saya".
Eksperimen "Little Albert" Untuk Pembuktian Pengkondisian Klasik
Dengan teori behaviorisme yang digagas oleh Watson ini membuat ia percaya bahwa stimulus yang dikondisikan dapat mengontrol perilaku dari seseorang, konsep ini di sebut pengkondisian klasik.Â
Sebetulnya teori pengkondisian klasik sudah lama digagas oleh Ivan Pavlov yang melakukan eksperimen dengan subjek anjing, namun Watson merasa perlu untuk melanjutkan ke tahap subjek manusia.
Sehingga pada tahun 1920, Watson bersama dengan muridnya yakni, Rosalie Rayner melakukan eksperimen dengan nama Little Albert atau dalam bahasa Indonesia berarti si Albert Kecil. Eksperimen ini menggunakan subjek seorang bayi yang berusia 11 bulan dengan nama samaran "Albert".
Penelitiannya yaitu dengan menunjukkan tikus putih kepada si Albert kecil dan saat Albert ingin menyentuh si tikus putih tersebut maka akan ada suara keras hantaman palu pada batang besi yang sengaja dibuat untuk menakuti si Albert. Dan tentu saja Albert kecil menangis.
Eksperimen yang dilakukan hingga tujuh kali ini (dua sesi dalam seminggu) membuat saat Albert hanya diperlihatkan tikus putih saja membuat dia menangis dengan keras.Â
Padahal pengkondisian yang dilakukan dengan memberikan suara keras telah dihentikan. Hal ini malah membuat para peneliti menganggap bahwa eksperimen ini berhasil.
Lima hari setelahnya bahkan didapati bahwa pada diri Albert kecil muncul suatu fobia yang didapat dari hasil eksperimen tersebut.Â
Saat Albert ditunjukkan pada benda-benda dengan warna dan bentuk menyerupai tikus putih tersebut seperti bulu wol, anjing berwarna putih, hingga bahkan topeng santa klaus.
Albert ternyata mengidap fobia terhadap benda atau hewan yang mirip dengan tikus putih.
Walaupun eksperimen ini dikatakan dalam penelitian yang berhasil, namun Watson tidak berusaha menyembuhkan fobia yang dialami oleh Albert ini.Â
Albert kecil atau yang diduga bernama asli Dorlas Merrite akhirnya dewasa dengan fobia yang dideritanya. Hingga dia meninggal pada usia 6 tahun karena hidrosefalus.
Eksperimen yang Melanggar Etika
Mengapa saat itu eksperimen tersebut dilakukan dan tidak mendapat perlawanan dari beberapa pihak (SJW misalnya)?, pertama mungkin panduan etis yang ada pada dunia psikologi kala itu belum terlalu diperhatikan dan belum dirumuskan.
Selain itu orang tua Albert kecil yang orang kurang mampu juga setuju menerima tawaran uang yang diberikan para peneliti agar anaknya dapat dijadikan subjek penelitian.Â
Dan tentu orang tua Albert tidak mengerti apa-apa tentang dunia psikologi yang kala itu juga tidak dipahami oleh orang-orang awam
Fobia atau perasaan takut yang tidak rasional merupakan suatu bentuk penyakit psikologis. Walaupun dampaknya tidak sebesar Skizophernia atau Bipolar, fobia juga amat sangat mengganggu kehidupan penderitanya.Â
Sangat tidak etis kita memberikan penyakit untuk keegoisan eksperimen yang kita lakukan.
Eksperimen little Albert yang kontroversial ini walaupun berdampak positif pada perkembangan ilmu psikologi khususnya aliran behaviorisme, merupakan eksperimen dengan sejarah terkelam yang ada di dunia psikologi.
Saat ini dengan kode etis yang telah lengkap di bidang penelitian khususnya bidang psikologi, seharusnya subjek manusia tidak mengalami dampak buruk baik saat atau setelah eksperimen berlangsung.
Peneliti juga wajib memberikan informasi sedetail mungkin pada subjek dan juga subjek berhak mendapat informasi detail terkait eksperimen yang dijalankan.
Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H