Daydreaming atau kita lebih suka menyebutnya sebagai "melamun" tampaknya banyak disalahartikan sebagaian orang sebagai suatu kekosongan pikiran dan perilaku yang tidak baik. Masyarakat kita banyak mengaitkan perilaku tersebut dengan pertanda atau penyebab stress atau bahkan dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Saya sering kali menadapati respon yang tidak menyenangkan ketika sedang daydreaming ini dari orang sekitar saya. Kata-kata menggangu seperti "lagi mikir apa?, jangan ngelamun", hingga "ntar kesambet loh", pernah saya dapati. Padahal sebetulnya saya sedang berinteraksi dengan diri saya sendiri lewat daydreaming ini.
Melamun sendiri secara lebih terperinci merupakan suatu pergeseran perhatian dari beberapa tugas utama dalam fisik dan mental atau dari persepsi respon pada stimulus eksternal menjadi beberapa stimulus internal.
 Hal ini menjadikan seorang yang berada pada lamunan memiliki ruang tersendiri yang membuat ia kurang peka terhadap respon dari luar.
Seseorang dapat secara umum masuk dalam lamunan jika sedang melakukan sebuah aktifitas standar yang tidak memerlukan banyak fokus.
Seperti saat kita berolahraga seperti Jogging atau didalam gym yang melakukan gerak tubuh sederhana yang berulang-ulang seperti push-up atau sebagainya, Otak akan mengaktifkan sistem otomatis pada proses kognitif agar otak tidak kelelahan.
Melamun juga dapat disebabkan kita teringat suatu hal yang penting dalam hidup kita karena melihat objek atau menerima stimulus yang hampir mirip dengan pengalamn penting atau menyenangkan itu.Â
Contonya ketika kita melihat gantungan kunci teman kita dari Bali maka otak kita masuk kedalam lamunan liburan kita saat di Bali akhir tahun yang lalu.
Namun akan menjadi suatu masalah jika melamun terjadi ketika kita sedang dalam kegiatan yang membutuhkan konsentrasi dan proses kognitif yang tinggi seperti berkendara atau sedang dalam presentasi sebuah rapat.
 Melamun atau daydreaming dapat mengurangi produktifitas bahkan membahayakan nyawa jika demikian.